28. Hujan dan Shaka

127 7 7
                                    

Shaka baru saja pulang dari Bandung karena menyusul Suri dan Bunda disana. Sekarang ia sedang memarkirkan mobilnya di basement apartement Nashira karena akan makan malam bersama sesuai janji dengan Seraphina dan Gibran yang dibuat malam tadi secara tiba-tiba. Ia sebenarnya sangat lelah karena menempuh perjalanan cukup panjang dari Bandung, belum lagi saat sampai Jakarta langsung terjebak macet yang tidak kalah seperti saat menuju Jakarta tadi. Untungnya Shaka bisa sampai sebelum jam tujuh di apartement Nashira.

Perempuan itu tampak menunggu di lobby berhubung Shaka tidak punya access card sehingga Nashira harus menjemputnya ke bawah. Ia melambaikan tangan nya kemudian berjalan mendekati Shaka dengan senyum manis. Tanpa banyak bicara, langkah kaki nya menuntun Shaka untuk naik dengan nya menggunakan lift ke lantai dua puluh satu dan menuju unit apartementnya. Mendorong pintu, Nashira mempersilahkan Shaka masuk dan menyuruh untuk duduk di ruang tamu sedang perempuan itu mengambil minum untuk Shaka.

Nashira meletakan minum yang ia bawa ke atas meja, "Di minum, Shaka." Cicit Nashira pelan.

Selalu ketika berdua dengan Shaka di radius sedekat ini rasanya Nashira selalu kehabisan kata-kata layaknya Shaka memiliki kemampuan super yang dapat menyerap suara juga kemampuan ia untuk berpikir. Sialnya Seraphina dan Gibran masih meeting padahal rencana malam ini merupakan ide mereka. Nashira beralih menghidupkan televisi agar suasana canggung saat ini tidak begitu sunyi karena mereka belum banyak berbicara.

Nashira tampak curi-curi pandang pada Shaka yang masih diam memperhatikan arah layar televisi. Tampangnya terlihat lelah seolah baru saja melewati perjalanan yang sangat panjang, rambutnya juga terlihat acak-acakan. Nashira sedikit berdeham, "Habis pulang ngantor kamu?"

Shaka menoleh, ia menggeleng kemudian tersenyum. "Aku habis dari Bandung, nyusulin Suri dan Bunda."

Nashira diam, pantas saja raut wajahnya tampak lelah. Perkiraan Nashira benar ternyata, ia baru saja melewati perjalanan yang sangat panjang. Nashira mengangguk, menatap televisi kembali. Mereka benar-benar canggung di kondisi seperti ini, kondisi dimana hanya mereka berdua di apartement seluas ini. Shaka tampak mengalihkan pandangannya, melirik pada ponselnya yang seperti bergetar di celana nya.

Ia lantas menoleh pada Nashira, "Mereka masih meeting, kita disuruh makan duluan aja."

"A-apa?" Sial, dasar kurang ajar mereka.

Nashira gelagapan, ia tidak mempersiapkan apa-apa karena mereka yang berencana untuk membeli makanan siap saji untuk di makan malam ini. Kalau begini Nashira harus masak, karena jika memesan lewat ojek online, kemungkinan akan sampai sangat lama. Ia tidak enak jika Shaka harus menunggu lagi, terlebih ia baru saja pulang dari Bandung dan harus menunggu pesanan. Ia akan mencari bahan makanan yang dapat di masak dengan ringkas.

Nashira beranjak dari posisinya, menuju dapur dengan cepat. Dari arah sofa, Shaka mengikuti Nashira hingga ke dapur. "Ada apa, Shira?"

Nashira berbalik, "Aku nggak siapin apa-apa, karena mereka yang katanya bawa makanannya." Ia mengerucutkan bibirnya, "Aku masak dulu ya?"

"Apa nggak repot?" Nashira langsung membalas gelengan, "Aku buat spageti oglio olio, nggak repot." Ujar Nashira

Shaka mengangguk, "Ada yang perlu aku bantu?"

Nashira kembali menggeleng, ia mulai mengambil spagheti dan beberapa bahan yang akan di masukan ke dalam olahan oglio olio. Ia membiarkan Shaka duduk di meja bar, melihatnya yang sibuk memasak. Ia sudah menguncir rambutnya dan mencuci tangan, mulai memotong bawang bombai, bawang putih, beberapa potong cabai juga daun jeruk. Tidak banyak yang harus di kerjakan, Nashira hanya akan menunggu spagheti yang di rebus masak setelah itu baru menumisnya dengan perbawangan dan bumbu lain. Shaka masih tetap memperhatikan nya di sana dengan lekat yang membuat Nashira risih.

NashiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang