32. The First Born Daughter

124 6 7
                                    

Nashira terbangun dari tidurnya, menarik ponsel yang berada di nakas di samping tempat tidur bermaksud melihat pukul berapa sekarang. Matanya menyipit, dirinya bangun telat ternyata karena sekarang sudah menunjukkan jam delapan pagi. Pasalnya sudah tidak ada Seraphina disampingnya, perempuan itu sedang ada kegiatan outing dari kantornya di hari sabtu ini.

Nashira kembali memperhatikan jam yang berada di ponselnya, sungguh tidak seperti biasa dirinya bangun setelat ini atau mungkin efek obat sakit kepala malam tadi bekerja dengan sangat baik. Memang kemarin sehabis pulang dari resepsi dan sempat berbincang selama satu jam bersama Ditto dan Seraphina, kepalanya tiba-tiba berdenyut dengan kencang sehingga memutuskan untuk makan obat sakit kepala.

Ia menarik selimutnya, menurunkan kedua kakinya perlahan. Kemudian berjalan menuju jendela dan membuka tirai kamarnya. Di luar keadaan sangat sepi padahal sejak seminggu yang lalu apartment di isi oleh empat orang dan setiap pagi pasti ada saja suara yang ramai. Iya, Calla dan Bima menjadi penghuni baru selama dua minggu ke depan. Tidak biasanya keadaan apartment sepi, jam berapa adik-adiknya pulang malam tadi. Nashira membuka pintu kamar disampingnya, memperlihatkan keadaan Calla yang masih dengan baju pergi yang lengkap.

Dari balik tubuhnya, bunyi derap kaki terdengar. Nashira menoleh, "Pulang jam berapa Bim malem tadi?"

Bima menguap, "Dua belas. Aku nggak bareng Calla malem tadi.  I think, she's drunk."

Alis Nashira mengkerut, lantas berjalan memasuki kamar yang ditempati Calla lebih ke dalam. Memperhatikan keadaan adiknya yang ternyata masih mengenakan sepatunya sampai ke tempat tidur, tas berserakan di lantai bahkan ponsel yang ia biarkan tergeletak di lantai dekat meja rias. Ia sekilas menunduk, menghirup aroma tubuh Calla yang sudah di dominasi aroma rokok. Nashira menarik nafasnya, berdiri tegak dan memandang Bima yang berdiri persis didepan pintu. "I told you."

"Dia pergi sama siapa?" Tanya Nashira, masih mencoba mengatur emosinya. Bima terlihat menggeleng, "Aku udah peringatin dia untuk selalu bareng aku tapi kemarin dia ketemu temennya si Marsya terus dia bilang bakal dianter pulang sama Marsya... ya aku oke-oke aja."

Alis Nashira kembali mengernyit, "Marsya?"

"Iya, si Marsya yang pake kacamata terus selalu bawa buku kemana-mana waktu itu." Ujar Bima sekenanya, kemudian beralih pergi dari hadapan Nashira. Perempuan itu terlihat sedikit mengulas balik memori-memori tentang Marsya di otaknya. Jika yang di maksud Bima teman satu sekolah mereka saat di bangku menengah pertama, tentu Nashira mengenalnya walau untuk wajahnya sudah tidak mampu Nashira ingat.

Nashira melirik Calla sekilas, kemudian menyelimutinya. Bukan sekarang waktu yang tepat untuk menginterogasi adiknya. Ia akan menjernihkan pikirannya dengan mandi air dingin dan kemudian bersiap-siap untuk pergi makan siang bersama Shaka hari ini. Iya, lelaki itu mengajaknya makan siang malam tadi setelah mereka menghabiskan waktu di resepsi teman kantornya

Nashira bertolak masuk ke kamar mandi. Kemudian sayup-sayup terdengar bunyi air yang mengalir dengan deras. Seolah air itu dapat meredamkan emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun karena melihat tingkah adik perempuannya pagi ini. Jujur saja, Nashira sampai tidak habis pikir apa yang membuat adiknya bisa meminum alkohol. Tidak seperti biasanya perempuan itu melakukan hal bodoh. Karena biasanya Calla selalu berhati-hati ketika bersikap.

Tanpa terasa, ketukan dari balik pintu menyadarkan Nashira untuk dengan cepat menyelesaikan kegiatan mandi paginya yang sudah memakan waktu satu jam setengah. Dengan memakai kimononya, ia keluar dari kamar mandi menuju meja rias untuk mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Pintu kamarnya kembali terbuka, menampilkan Bima dengan tatapan yang tidak dapat Nashira deskripsikan.

NashiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang