∶∶ 02 : THE LETTERS ∶∶

525 90 13
                                    

Kriiiet!

Pintu rumah terbuka dan alhasil, hal itu menimbulkan suara cukup keras. Ialah Aaron. Pemuda jangkung itu memasuki rumah, kemudian berjalan santai tanpa memedulikan ibunya yang sedang menuruni tangga dan melihat dirinya tengah memegang buku baru. Lagi.

"Kau membeli buku lagi?!" Ucap wanita itu marah padanya.

Aaron tak menghiraukan pekikan ibunya dan terus berjalan santai menuju kamarnya.

"Aaron!"

"Sudah ku bilang jangan memedulikanku lagi, sialan! Anggap saja aku tidak ada di sekitarmu!"

Setelah mengatakan itu, ia memasuki kamarnya dan menaruh buku tersebut di atas nakas. Kemudian, pemuda itu berbaring di kasur empuknya. Sepasang matanya memandang langit-langit kamar yang hampa dengan tatapan sayu.

Saat itu juga, memori-memori tentang masa kecilnya kembali terputar di kepalanya bak kaset rusak. Sungguh, ia merindukan masa-masanya saat masih kecil. Masa-masa yang di mana ia bisa bermain dengan riangnya, bebas melakukan segala aktivitas tanpa kekangan sedikit pun dari kedua orang tuanya, tersenyum ceria, dan lain-lainnya.

Semua itu begitu indah sekaligus menyakitkan bagi Aaron. Kalaupun waktu bisa diulang, maka sudah dari dulu ia melakukannya. Laki-laki tersebut ingin menikmati masa kecilnya yang bahagia sepuasnya dan tidak ingin kembali ke waktu sekarang ini.

Menjadi dewasa itu sama sekali tidak enak. Apalagi, Aaron dipaksa menjadi dewasa oleh keadaan.

Seiring bertambahnya usia, perlahan-lahan Aaron mulai mengerti tentang arti kehidupan yang sebenarnya. Menurutnya, kehidupan itu seperti langit dan jurang. Terbang bebas di langit biru yang cerah juga luas dan jatuh ke dalam jurang yang begitu dalam dan gelap.

Itulah hidupnya sekarang. Namun, ia percaya bahwa suatu saat nanti, akan ada yang mengobati luka-lukanya dan membantunya untuk kembali bangkit, kemudian terbang begitu tinggi lagi seperti dulu.

Dan, itu adalah keenam temannya.

Senyuman sendu itu mulai terpatri di wajahnya. Bahkan, ia menitikkan air matanya dan perlahan, cairan bening tersebut mulai membasahi kedua pipinya.

Namun, dengan cepat laki-laki itu menyeka air matanya. Kemudian, ia pun berkata, "ku harap aku bisa terbang bebas di langit biru yang cerah itu lagi seperti dulu." Tak lama setelah mengatakan itu, Aaron pun memejamkan matanya yang mulai terasa berat dan akhirnya, ia segera menuju alam mimpi.

































































































࿇࿇࿇

"Kak, kapan Ayah dan Ibu pulang?"

Pertanyaan itu dilontarkan oleh adik kecil perempuannya Chaiden, Ella, yang merindukan kedua orang tuanya. Chaiden yang mendengar itu hanya tersenyum tipis seraya mengelus puncak kepala sang adik dengan lembut.

"Kakak tidak tahu kapan Ayah dan Ibu pulang. Tapi, mereka pasti akan pulang secepatnya. Kamu harus sabar, ya," ujar Chaiden dengan lembut.

SEI ISLAND (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang