∶∶ 07 : THE OLDEST AND THE YOUNGEST ∶∶

309 56 4
                                    

Entah kalian percaya atau tidak, tetapi Pulau Sei telah diramalkan akan hancur pada sepuluh tahun kemudian. Sang Dewa Kegelapan berhasil kabur dari Tartaros dan muncul ke permukaan Bumi dengan tujuan buruk. Ya, sangat buruk bagi roh-roh yang tinggal di pulau tersebut.

Kubah sihir yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun itu akan hancur dan menyebabkan beberapa pulau lain ikut terkena pengaruh dari kekuatan jahatnya Erebos─Dewa Kegelapan. Energi gelap menyelimuti seluruh Pulau Sei, para roh baik diambil kekuatan spiritualnya agar ia semakin kuat dan tak terkalahkan.

Namun, ramalan baik pun ikut menyertai. Yakni, hadirnya Tujuh Pengendali Elemen di dunia dengan takdirnya untuk menyelamatkan Pulau Sei dari kehancuran abadi. Nama-nama mereka sudah tercatat di ramalan dan buku takdir.

"Aaron, kau sedang membaca apa?" Tanya seseorang yang sangat Aaron kenali, ialah Asher yang baru masuk kamar setelah minum di dapur.

Aaron pun menoleh, lalu mengangkat buku tua tersebut dan berkata, "aku sedang membaca buku ini." Kemudian, ia menurunkan bukunya setelah mendapat anggukan singkat dari sang teman.

Asher berjalan ke ranjangnya di tingkat dua dan kemudian, ia pun berbaring di atas kasur dengan kedua tangan sebagai bantal. Laki-laki memandang langit kamar dengan tatapan sulit dijelaskan.

Di dalam kepalanya, beberapa pertanyaan yang belum terjawab itu masih melekat sampai sekarang. Awalnya, ia dan keenam temannya hanya ingin berlibur sekaligus menghilangkan rasa penasarannya masing-masing. Namun, mereka bertujuh malah berada di sebuah wilayah yang disebut dengan wilayah Hao. Apalagi, Asher teringat dengan perkataan Nathan tadi siang.

Ramalan itu membuatnya lumayan takut dan cemas.

Sebab itu, pemuda berusia sembilan belas tahun itu menghela napas kasar dan berkata, "jujur, aku tidak akan menduga hal ini terjadi pada kita bertujuh. Apakah kita bisa melawannya?" Tanyanya pada Aaron yang masih sibuk membaca bukunya.

Mendengar pertanyaan Asher, Aaron menolehkan kepalanya dan memandang sang teman yang sedang berbaring di atas kasur empuk dengan tatapan bingung.

"Melawannya?"

"Erebos. Yang namanya dewa pasti memiliki energi kuat dan tak tertandingi jika dibandingkan dengan manusia biasa. Ia adalah dewa kegelapan, tidak mudah dikalahkan dan tidak mungkin lenyap begitu saja. Tapi, ramalan itu seakan membuktikan kita bisa menang dan menyelamatkan Pulau Sei dari Erebos."

"Lalu? Kenapa kau terlihat takut, Kak Ash?"

"Justru, itulah yang membuatku takut, Aaron. Bagaimana reaksi para roh di sini jika kita tidak berhasil melenyapkan dewa tersebut? Aku belum siap mendengar segala makian dan melihat ekspresi penuh kebencian itu di wajah mereka masing-masing."

Aaron hanya tersenyum teduh setelah Asher berbicara seperti itu. Ia mengerti dengan apa yang dirasakan oleh laki-laki tersebut. Takut dan cemas. Dua perasaan itu begitu jelas di lubuk hati dan pikiran mereka masing-masing.

"Kak Ash."

Asher menoleh.

"Ikuti arus saja karena kita tidak tahu bagaimana dan sampai mana ujungnya. Tetapi, ada kalanya juga kita merasa takut jika ujungnya tidak sesuai harapanmu dan itu wajar. Namun, percayalah. Tidak ada yang lebih buruk dari perjalanan tanpa akhir, Kak."

Senyuman Aaron masih tetap terpatri di wajah itu, perkataan laki-laki bermata tajam tersebut begitu bermakna dan pemikirannya tidak seperti anak remaja seusianya.

"Kau lebih dewasa daripada yang ku pikirkan. Tetapi, apa kau tidak takut?" Tanya Asher penasaran.

"Kalau aku menjawab 'tidak', maka itu adalah bohong," jawab lelaki bersurai pirang tersebut yang kini mengalihkan tatapannya ke arah buku tua di atas mejanya. "Namun, inilah takdir kita bertujuh. Ramalan tidak bisa diubah ataupun dihindari."

SEI ISLAND (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang