∶∶ 04 : DEPART ∶∶

359 73 2
                                    

Pagi hari ini, Aaron sedang mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke Pulau Sei di sebuah ransel hitam miliknya. Tidak banyak yang ia bawa, hanya barang-barang penting saja.

Tidak peduli dengan suara keributan yang berasal dari suara ayah dan ibunya yang tengah bertengkar, ia keluar dengan santainya dan berjalan melewati kedua orang tuanya begitu saja.

PRANG!

Aaron menghindar saat sebuah vas bunga melayang ke arahnya, alhasil vas tersebut hancur berkeping-keping karena terhantam oleh dinding di belakangnya. Dengan ekspresi dingin, pemuda Livingston itu berjalan ke pintu rumah. Sebelum memutar kenop pintu, suara sang ayah terdengar di belakang dan menghentikan langkahnya.

"Mau ke mana kau, anak sialan?!" Teriak ayahnya yang masih di ambang kemarahan.

"Bukan urusan Ayah," sahut Aaron dingin tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

Tak memedulikan teriakan penuh amarah dari sang ayah, Aaron membuka pintu rumah dan kemudian, ia menutupnya dengan cukup keras. Seketika, ia pun menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dan berjalan dengan langkah lebar, namun ringan dan tenang. Sebelum pergi ke pelabuhan pantai, Aaron menyempatkan diri untuk membeli roti cokelat kesukaannya di toko roti dekat rumahnya.

Laki-laki itu masuk ke dalam toko tersebut dan berjalan menuju kasir sekaligus etalase yang dipenuhi berbagai macam roti di dalamnya.

"Selamat datang! Seperti biasa, kan?" Sapa salah satu karyawan di situ dengan senyuman ramah, lalu diakhiri oleh pertanyaan.

Aaron membalas senyuman itu dan mengangguk.

Kemudian, karyawan itu membuka pintu etalase dan tangannya meraih penjepit yang ada di dekatnya. Lalu, diambilnya roti cokelat yang masih hangat tersebut dan dimasukkan ke dalam paperbag kecil. Setelah itu, roti yang sudah dibungkus itu diberikan kepada pelanggan setianya.

"Terima kasih sudah datang! Semoga harimu menyenangkan!"

Aaron berjalan keluar toko sembari membuka paperbag itu untuk mengambil roti kesukaannya dan segera melahapnya.

Hari ini begitu cerah dan bahagia bagi Aaron, tidak seperti sebelum-sebelumnya. Berjalan di pagi hari membuat semua beban pikirannya hilang begitu saja. Senyuman hangat pun terbit di wajah tampannya, menikmati pagi yang sejuk.

Tak terasa, ia sudah tiba di pelabuhan pantai dan tepat saat itu, Aaron melihat keenam temannya yang menyadari kehadirannya. Salah satu dari mereka berenam pun melambaikan tangan kepadanya. Laki-laki bersurai cokelat gelap itu berlari menghampiri keenam temannya dan segera menyapa mereka.

"Sudah lama menunggu, ya?" Tanya Aaron setelah menghabiskan rotinya pada gigitan terakhir.

Faine menggeleng. "Belum lama. Kami juga baru datang ke sini sejak sekitar lima menit yang lalu," jawabnya kemudian.

Aaron pun menggangguk kecil.

"Aku sudah membeli tiketnya. Ayo!" Ujar Elan seraya menunjukkan tiket tersebut pada teman-temannya.

Lalu, mereka segera berjalan ke salah satu kapal yang cukup untuk enam sampai delapan orang. Seorang pria yang merupakan pengemudi kapal tersebut itu menyadari kehadiran tujuh pemuda dan langsung bertanya, "ingin ke pulau mana?"

Bingung harus menjawab apa, Elan yang berada di barisan depan menoleh ke arah teman-temannya di belakang. Seakan mengerti dengan tatapan Elan, Asher pun berkata, "bilang saja."

Mendengar penuturan Asher, Elan kembali menghadap ke depan dan kemudian, ia pun berkata, "apa Anda tahu Pulau Sei?" Tanyanya agak ragu.

Pria tersebut terdiam karena mendengar Elan yang bertanya tentang Pulau Sei. Ia tampak terkejut, tetapi tetap menjawab setelah terdiam sebentar, "tahu. Apa kalian ingin ke sana?" Jawabnya seraya mengulas senyuman ramah kepada ketujuh anak muda yang ada di hadapannya ini.

SEI ISLAND (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang