Bab 9 Syok

30 6 0
                                    

“Apa aku salah jika marah karena kamu memanggil nama orang lain dan bukannya namaku?”

.
.
.
.

HAI... HAI.....
BAGAIMANA KABAR KALIAN???
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR.
.
.
.
SELAMAT MEMBACA. 😊😊

....

Risha duduk di bawah pohon sekitaran taman. Terdapat kursi yang memang disediakan oleh pihak sekolah untuk menjadi tempat bersantai diluar kelas. Risha merasakan lututnya mulai lemas.

Perasaan takut, kaget dan marah menjadi satu, ia juga merasakan sakit di dalam hatinya. Ia sendiri bingung. Mengapa hatinya terasa sangat perih? Bahkan kini air mata dengan tidak tau dirinya keluar membasahi pipi, tanpa permisi.

Ia mengusap air mata itu dengan kasar. Tidak bertahan lama, ia kembali terisak dan menutupi wajah yang sembab itu dengan tangannya.

Setelah ucapan Risha tadi. Farid langsung melepaskan cengkramannya di bahu Risha kemudian pergi begitu saja tanpa merasa bersalah sedikitpun. Meninggalkan Risha seorang diri di Taman belakang sekolah.

“Risha.”

Mendengar namanya dipanggil. Risha langsung mengangkat wajah menatap sang pemilik suara.

“Kakak.”

Kaira langsung memeluk Risha ketika melihat wajah sembab adik sepupunya itu. “kamu kenapa?” tanya Kaira cemas.

Risha hanya menjawab dengan gelengan.

“Kakak tadi cariin kamu di Aula tapi nggak ada. Terus ada yang bilang katanya kamu diajak pergi sama Farid.  Sekarang Farid ke mana. Kamu kenapa nangis. Farid nyakitin kamu?” Pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan Kaira. Namun bukannya jawaban yang ia dapatkan, malah gelengan dan tangisan Risha yang semakin kencang.

Kaira menghembuskan nafas jengah. Ia hanya bisa pasrah membiarkan Risha mengelurkan semua air mata kesedihannya. Setelah Risha mulai tenang barulah Kaira melepaskan pelukannya dan membantu Risha menghapus jejak air mata.

“Sebentar lagi bel masuk. Kamu ke kelas aja buat nenangin diri. Nanti kalau sudah siap buat cerita, kamu ceritakan semuanya ke kakak, yah?”

Lagi-lagi Risha hanya mengangguk sebagai jawaban.

….

“Kamu dari mana?” tanya Daffa ketika Kaira duduk di sampingnya.

Mereka memutuskan mengisi waktu di ruang Aula untuk menyelesaikan beberapa persiapan kegiatan, berhubung kelas mereka jam kosong karena guru yang bersangkutan sedang berada di luar kota.

“Kenapa wajah kamu sembab. Kamu habis nangis?” Daffa langsung mengusap pipi Kaira. Khawatir.

“Cerita sama aku.” Menggenggam tangan Kaira.

Kaira mulai menceritakan semuanya kepada Daffa dan pria itu selalu berhasil menjadi pendengar yang baik.

“Tapi aku belum dengar dari Risha. Dia tadi nangis terus. Jadi aku suruh dia buat ke kelas aja. Nanti sampai rumah baru aku minta dia buat certain semuanya.”

Daffa mengangguk, “nggak apa. Kamu sudah benar kok. Nanti kita selesaikan bersama-sama.” Menggenggam erat tangan Kaira untuk memberi ketenangan.

“Kalau gitu. Aku cari Farid dulu. Kamu tunggu aku di sini.” Daffa pergi setelah mengusap lembut kepala Kaira.

….

Daffa melangkahkan kami menaiki Rooftop. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Matanya meneliti setiap sudut Rooftop, dan pandangan itupun terhenti ketika ia melihat seorang pria sedang terduduk, bersandar pada dinding pembatas Rooftop dengan kepala yang dibenturkan.

RetrogradeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang