"Sakit ternyata ketika kita berada tepat di hadapan seseorang namun tidak pernah terlihat olehnya."
(Arisha Lashira Afifah)
.
.
.
Acara api unggun sudah berjalan beberapa menit yang lalu. Semua peserta Persami duduk melingkar dan seseorang bernyanyi di tengah dekat api unggun dinyalakan. Daffa melihat Farid yang baru bergabung. Ia cukup intens mengamati sepupunya itu. Bagaimana tidak, sangat jelas bahwa Farid pasti baru selesai menangis, terlihat dari matanya yang sembab. Tapi karena apa? Daffa penasaran.
"Lo baik-baik aja?" tanya Daffa ketika Farid berdiri di sampingnya.
"Mmm..." sahut Farid. Mencoba untuk tersenyum.
Tidak ingin bertanya lebih jauh. Daffa menarik Farid untuk ikut duduk. Farid menatap sekeliling mencari seseorang. Pandangannya jatuh pada Risha yang duduk di antara beberapa orang yang mengantarainya.
Farid kembali berdiri, mengambil duduk di samping kanan Risha. Membuat yang lainnya menggeser memberi tempat.
Risha kaget menatap Farid yang sudah duduk dengan santainya. Farid ikut menatapnya.
"Gue balikin minyak kayu putih lo." Ucap Farid menyerahkan benda yang di maksud. "Terimakasih." Sambungnya.
Risha mengangguk, menerimanya. "Kak Farid sudah merasa lebih baik?"
Farid tersenyum, "iya lumayan."
"Kenapa nggak istirahat aja di ruangan? Jangan dipaksakan kalau memang kak Farid kurang vit."
"Di sini lebih baik."
Risha kembali mengangguk, beralih menatap ke depan. Ia tidak ingin bertanya terlalu banyak. Takut jika Farid merasa terganggu.
"Lo dulunya siswa pindahan kan?" Tiba-tiba Farid kembali membuka suara. Bertanya pada Risha.
"Iya Kak."
"Dulu sekolah di mana?"
"Bandung."
"Kenapa pindah ke Jakarta?"
Risha sempat bingung. Bukan bingung menjawab pertanyaan Farid akan tetapi ia bingung mengapa Farid menanyakan hal ini. Apa mungkin kak Farid penasaran? Pikirnya. Tapi Risha langsung menepisnya. "Mungkin saja kak Farid hanya berusaha menghilangkan bosan dengan mengajak mengobrol."
"Orang tua aku pindah tugas ke luar kota Kak. Karena tidak ingin tinggal sendirian di Bandung dan tidak ingin pindah sekolah setiap kali orang tua pindah tugas, akhirnya Risha lebih memilih menetap di Jakarta bareng saudara bunda. Dia itu mamanya kak Kaira." Jelas Risha.
"Ide bagus sih. Dari pada terus-terusan pindah sekolah. Tapi lo nggak kangen karena tinggal jauh dari orang tua?".
"Kangen sih. Tapi sudah terbiasa. Sebelum pindah ke Jakarta juga memang jarang kumpul sama mereka. Ketemu hanya di waktu sarapan dan menjelang tidur malam hari. Mereka sibuk." Risha berusaha terlihat baik baik saja.
"Jangan sedih, mereka bekerja keras demi lo juga. Tugas lo cuman belajar dan buat mereka nggak merasa sia-sia dalam bekerja."
Risha menggangguk setuju dengan apa yang dikatakan Farid.
"Kak Farid sering ke Perpustakaan?" tanya Risha mengalihkan pembicaraan.
"Iya."
"Pantasan. Awal-awal pindah aku sering ke perpustakaan buat nyalin materi yang ketinggalan dan nggak sengaja beberapa lihat kak Farid di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrograde
Teen FictionSemua hal menjadi sangat membingungkan untuk Farid. Dikekang oleh masa lalu, Membedakan halusinasi dan nyata. Semuanya menjadi rumit. Apa mungkin orang meninggal bisa hidup kembali ataukah seseorang hadir dan dapat menjadi pengganti? langsung baca...