"Jangan siksa aku dengan rindu yang diobati hanya sebatas mengirim pesan tanpa adanya pertemuan"
.
.
.
SELAMAT MALAM SEMUANYA....
SELAMAT MEMBACA...
.
.
.
Risha, Kaira dan Yudistira turun dari mobil BMW putih milik ayah Kaira.
"Abang, Kita langsung ke kamar yah." ucap Risha begitu mereka mamasuki rumah.
"Ini eskrimnya bagaimana?" mengangkat kantongan plastik yang digenggamnya.
"Abang simpan saja di kulkas." Kini Kaira yang berucap.
Kedua remaja itu kini menghilang dari balik pintu kamar. Yudistira langsung menuju dapur untuk menyimpan semua eskrim itu ke dalam kulkas.
Kaira langsung rebahan di atas kasur sedangkan Risha merapikan buku pelajaran yang sudah ia tinggalkan sejak tadi.
"Ayo, sekarang cerita!" pinta Kaira.
"Tunggu dulu Kak. Aku simpan buku dulu nih. Takut besok ada yang ketinggalan." Ucap Risha sambil memasukkan buku ke dalam tas ransel hitam miliknya.
Setelah merasa yakin Sudah menyimpan semua barang keperluan sekolah besok. Risha ikut bergabung dengan Kaira di atas tempat tidur.
"Bener tadi kamu diajak pergi sama Farid?" Tanya Kaira tidak sabaran. Risha hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Terus Faridnya ke mana?"
"Nggak tau." jawab Risha dengan polosnya.
Kaira langsung menatap adik sepupunya itu. "Kok bisa nggak tau? dan yang paling penting, ngapain kamu nangis sendirian di taman? Kamu nggak diam-diam pacaran sama Farid kan dek. Terus yang tadi kamu nangis itu karena habis diputusin?"
"Ish... Kakak nih, ngaco tau nggak."
"Ayo. Kalian lagi bahas apa? Siapa yang baru diputusin?" Yudistira tiba-tiba masuk ke kamar Risha. Ia tak sengaja mendengar pembicaraan adik-adiknya.
Kaira dan Risha langsung melihat kearah pintu tempat Yudistira berdiri saat ini dengan mensedekapkan tangan di dada.
Yudistira berjalan mendekati kedua adiknya. Kaira dan Risha saling pandang mengisyaratkan untuk tetap merahasiakan hal ini.
"Ayo jawab." Yudistira kembali membuka suara.
"Abang ngapain sih ke sini?" tanya Kaira dengan mimik wajah yang dibuat marah.
"Kenapa? Memangnya nggak boleh?"
"Nggak boleh." Ucap Kaira dan Risha bersamaan.
Yudistira menyipitkan matanya, "Kalian mulai rahasia-rahasiaan sama Abang?"
Risha turun dari tempat tidur, "Abang keluar aja yah, ini urusan anak remaja." Sambil mendorong tubuh pria itu hingga ke pintu.
"Eh... Abang juga mau tau. Jadi adik kecil Abang ini udah punya pacar?" Yudistira langsung mendekap leher Risha.
Risha memukul tangan Yudistira yang mendekapnya. "Ih... Risha belum punya pacar."
Yudistira tertawa melihat wajah adiknya itu. Ia melepaskan dekapannya ketika sudah berdiri di luar, depan pintu kamar Risha. "Iya, masih kecil belum boleh pacaran."
"Hmm...."
"Ya udah. Abang ke kamar dulu. Jangan tidur tengah malam. Besok sekolah." Yudistira mengusap lembut kepala Risha.
"Iya Abang." Risha masuk dan siap menutup pintu kamar.
"Tapi kalau udah punya pacar jangan lupa kenalin sama Abang yah."
"Abang Yudis!" teriak Risha lagi. Masih terdengar oleh Yudistira yang sudah berjalan menjauhi kamar Risha.
Setelah menutup pintu dan menguncinya. Risha kembali mendekati Kaira dan menceritakan semuanya.
"Kak Farid mikir kalau aku ini Eliza, Kak."
Kaira terlihat berfikir dengan semua yang Risha ceritakan padanya. Ia jadi bingung dan juga penasaran. Mereka harus ceritakan semua ini kepada Daffa juga. Farid butuh Psikolog. Itulah yang Kaira fikirkan.
....
Di lain tempat. Farid baru saja terbangun dari tidurnya. Jam menunjukkan pukul 22:00. Suara notifikasi pesan masuk di Handphone mengganggu tidurnya.
Ia mengambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur. Membuka kunci layar. Ia tersenyum melihat chat itu ternyata dari kekasihnya. Eliza membalas pesannya.
Eliza:
"Aku baru selesai belajar."
Farid:
"Kamu tidur. Sudah larut malam. Sampai ketemu besok, My El."
Daffa muncul dari balik pintu memasuki kamar Farid sambil membawa segelas air minum di tangannya. Malam ini ia menginap karena masih cemas dengan apa yang sudah Farid lakukan di Rooftop sekolah. Ia tidak ingin sepupunya itu kembali menyakiti diri sendiri.
Daffa mengerutkan kening, "Bangun tidur kenapa senyum-senyum?" tanyanya, heran dengan Farid yang tersenyum menatap handphone.
Farid langsung meletakkan kembali gawai miliknya ke tempat semua dan membungkus dirinya dengan selimut.
"Kepo." Ucap Farid kemudian.
"Gue kan cuman tanya Bambang." Timpal Daffa mulai sewot.
"Biasalah kalau pacar baru ngasih kabar."
Daffa kembali mengerutkan kening mendengar ucapan Farid, "Maksudnya?"
"Beneran kepo kan lo? Sudah lah. Gue mau tidur."
"Gue pinjam laptop Lo sebentar."
"Hmm...." Farid hanya bergumam menanggapi.
Daffa langsung berjalan ke arah meja belajar Farid, meletakkan gelas yang ia bawa dan mulai menyalakan laptop Farid.
Tatapannya benar-benar berfokus pada layar laptop yang menampilkan walpaper foto Farid dan Eliza yang tersenyum bahagia.
Ia menatap Farid dan laptop bergantian. Perasaan kasihan mulai menyerang hatinya. Tanpa berpikir panjang ia langsung menggantinya menggunakan walpaper dekstop. Memang bukan haknya untuk bertindak seperti itu akan tetapi, dia juga tidak ingin melihat sepupunya terus-terusan dihantui bayangan Eliza.
Setelah mengganti walpaper, ia kembali fokus pada tujuan awalnya. Mengatur administrasi data kegiatan.
.
.
.
***RETROGRADE***
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrograde
Teen FictionSemua hal menjadi sangat membingungkan untuk Farid. Dikekang oleh masa lalu, Membedakan halusinasi dan nyata. Semuanya menjadi rumit. Apa mungkin orang meninggal bisa hidup kembali ataukah seseorang hadir dan dapat menjadi pengganti? langsung baca...