"Tiba-tiba aku merasa kamu akan segera pergi."
(Arisha Lasirah Afifah )
....
Risha, Daffa dan Kaira berada di ruang osis. Risha sengaja menghindari Farid yang akan menjemputnya di kelas untuk makan bersama di kantin. Ia sedang tidak bersemangat untuk bertemu dengan Farid hari ini. Risha sengaja mengajak Daffa dan Kaira karena ada hal yang ingin ia katakan.
Daffa dan Kaira juga bingung dengan sikap Risha yang tiba-tiba menghindari Farid, padahal hubungan keduanya sudah terbilang semakin dekat setiap harinya.
"Kamu ada masalah apa sama Farid? dia ngomong sesuatu yang nyakitin kamu?" tanya Kaira menuntut.
Risha menghembuskan napas gusar, menatap ujung kakinya seolah itu lebih menarik.
"Risha pikir, mulai sekarang Risha akan jadi diri sendiri di hadapan kak Farid." Ucap Risha melirik Daffa dan Kaira yang sudah lebih dulu fokus menatapnya.
"Selama ini yang kita lakukan bukan membantu Kak Farid untuk sembuh, malahan semakin membuatnya larut dalam dunia Eliza. Risha nggak mau seperti ini lagi." Sambungnya.
Daffa dan Kaira masih sama-sama diam, tidak berniat menanggapi ucapan Risha. Mereka pikir yang dikatakan Risha memang benar, selama ini mereka hanya membuat Farid semakin menyisihkan kenyataan.
....
Risha berdiri di koridor ruang komputer lantai dua. Ia menatap ke bawah tempat lapangan basket berada. Dengan jelas menatap perawakan Farid yang berlari-lari memantulkan bola, melempar dengan pasti dan berhasil memasukkannya ke dalam ring. Tanpa sadar Risha ikut tersenyum.
Suara dering ponsel menyadarkannya, terdapat satu notifikasi chat dari nomor yang tak dikenal. Matanya membola membaca pesan, Risha mengedarkan pandangannya pada sekitarnya namun tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Tanpa sadar tangannya ikut memutih akibat menggenggam kuat ponselnya.
Pandangan Risha kembali beralih pada lapangan, menatap Farid yang sekarang terlihat duduk meminum air dari tumbler berwarna hitam. Risha menghela nafas dan segera pergi dari sana dengan pikiran yang campur aduk.
Begitu menuruni tangga, langkah Risha memelan begitu melihat Topan berdiri menunggunya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana sambil memperlihatkan senyumnya.
Risha sedang tidak berminat untuk diganggu akan tetapi, Topan tetaplah Topan. Orang yang paling senang mengganggunya.
"Calon makmumnya babang Topan ke mana aja? Dari tadi dicariin ternyata di sini. Kantin yuk!" ajaknya Topan.
Sangat disayangkan, Risha justru tidak memberikan respon apapun dan melewati Topan begitu saja. Topan tidak tinggal diam, mengikuti langkah Adiba dan langsung merangkul bahu gadis itu.
"Ayo ke Kantin." Topan mempercepat langkahnya tanpa memedulikan pekikan Adiba.
Adiba tidak memberontak lagi dan menurut saja ke mana langkah Topan membawanya. Perutnya memang butuh sesuatu untuk diisi.
....
Nana sudah duduk di salah satu bangku kantin, rupanya gadis itu sudah menunggu Risha dan Topan. Belum juga duduk, Nana sudah lebih dulu melempari Topan dengan bungkusan permen yang isinya telah habis dimakan.
"Apa sih?" tanya Topan protes.
Risha juga ikut bingung namun segera mengambil duduk di samping Nana. Menatap dua orang yang siap beradu.
Topan yang masih berusaha menahan bungkusan permen mengenai wajahnya itu kembali bersuara, "Nana yang kami cintai dan kami banggakan, Lo kenapa sih? Gue salah apa?"
Orang-orang sudah memperhatikan mereka, Risha menahan tangan Nana yang terlihat ingin kembali melempari topan, mencoba menenangkan. "Nana tenang dulu." Ucap Risha.
Nana akhirnya berhenti, menghembuskan nafas kasar sambil terus menatap Topan dengan kesal. Topan dengan hati-hati mengambil alih tempat duduk di depan Nana. Sekali lagi, Nana melempari wajah Topan dengan bungkusan permen. Topan hanya bisa pasrah menerima serangan tiba-tiba itu.
"Kenapa lagi Na?" tanya Risha.
"Dia maksa Gue ke kantin, tapi begitu Gue udah duduk dia malah pergi. Ngeselin kan ini orang." Jelas Nana.
"Ya maaf Gue kan cuman mau mastiin sesuatu." Sahut Topan.
"Mastiin apaan?"
Topan sedikit mencondongkan tubuhnya menatap Nana dengan serius, "mastiin kalau Lo nggak bisa jauh-jauh dari Gue." ucap Topan dengan bangganya.
Nana mengepalkan kedua tangannya, emosinya tersulut kembali, "Ooh... begitu?" sarkas Nana.
Mendengar hal itu, Topan merasa merinding dan spontan mengangkat kedua tangannya mencoba menenangkan gadis itu, "Sabar Na... Sabar. Gue tahu kalau sekarang Lo marah sama Gue karena sudah bongkar isi hati Lo, tapi Gue terpaksa ngomong karena Lo yang maksa."
Kalau saja Nana tidak ingat mereka sedang di kantin sekarang, mungkin Nana sudah menghajar Topan saat ini juga.
"Upil badak, pergi sana." Usir Nana.
Topan menampilkan cengirannya, "Jangan dong. Nanti Lo makin kangen sama Gue."
Nana mengambil sendok garpu dan mengarahkannya pada Topan, mengancam.
"Hehehe... Nggak kok Na. Bercanda doang." Topan pelan-pelan mengambil alih sendok di tangan Nana.
"Ya sudah, sekarang kita pesan makanan. Beli apa saja yang kalian mau, Gue yang traktir." Lanjut Topan.
Nana menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil tersenyum smirk, "Oke. Apapun yang Gue beli, Lo harus bayar." Ucap Nana.
Topan hanya bisa meneguk ludahnya dengan susah payah.
....
Mereka berjalan menuju kelas. Risha tidak bisa menahan senyumnya, melihat bagaimana ekspresi menyedihkan Topan sekarang ini, berbanding terbalik dengan Nana yang tersenyum kemenangan.
"Habis uang jajan Gue buat sebulan." Topan menatap Risha dan Nana yang berjalan di sampingnya. Tangannya terangkat memperlihatkan uang koin lima ratus rupiah.
"Sisa ini doang." Lanjut Topan.
Tidak dapat tertahankan lagi, tawa Risha dan Nana pecah menatap wajah kesengsaraan Topan. Mereka tertawa di atas penderitaan pria itu.
"Abang rela tidak punya uang lagi demi menafkahi kedua istri." Ucap Topan.
Langkah Risha dan Nana terhenti, mereka saling menatap, dalam hitungan ke tiga keduanya berlari meninggalkan Topan yang menatap cengo ke arah mereka yang sudah menghilang dibalik tembok pembatas ruangan.
"Habis manis, Topan dibuang." Gumam Topan bermonolog.
....
Semua siswa sudah pulang menyisakan Risha yang masih setia duduk di dalam kelas seorang diri menunggu Kaira yang masih ada kegiatan. Risha memilih mengeluarkan Sketchbook miliknya, menggambar sesuatu untuk memfokuskan pikirannya di sana.
Seseorang membuka pintu kelas dengan kasar, berhasil menampilkan sosok pria yang sudah dihindarinya seharian ini. Rupanya, keberuntungan Risha untuk menghindari Farid seharian ini tidak berlaku lagi. Farid berjalan masuk mengikis jarak mereka.
Risha masih berdiam di tempat menunggu Farid berucap lebih dulu. Namun tanpa diduga, Farid malah mengambil alih Sketchbook Risha dan memasukkannya ke dalam tas gadis itu. Tanpa berucap sepatah kata, menarik tangan Risah dan membawanya keluar.
Mereka tiba di Parkiran, Farid membuka pintu mobil dan meminta Risha masuk. Ekpresinya sangat serius, membuat Adiba menciut dan menurut saja. Farid terlalu menakutkan sekarang. Tidak lupa, Risha mengabari Kaira begitu mobil mulai melaju meninggalkan sekolah.
***RETROGRADE***
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrograde
Teen FictionSemua hal menjadi sangat membingungkan untuk Farid. Dikekang oleh masa lalu, Membedakan halusinasi dan nyata. Semuanya menjadi rumit. Apa mungkin orang meninggal bisa hidup kembali ataukah seseorang hadir dan dapat menjadi pengganti? langsung baca...