08. 🍓

45 14 3
                                    

.
.


Aera baru saja sampai dari tempat terapinya. Ia tersenyum senang ketika mendengar penuturan dokter yang katanya suatu saat ia harus belajar menggunakan tongkat, yang berarti Aera masih memiliki peluang untuk berjalan.

"Aera sayang ayah," ucap Aera ketika sampai di ruang tamu.

Sedangkan Jordan hanya menggeleng pelan dengan kelakuan putrinya. "Kok tiba-tiba? Apa ada permintaan lain?" Tanyanya yang mengerti dengan sikap tak biasa putrinya.

Sedangkan Aera hanya cengengesan saat Jordan dengan cepat membaca pikirannya. "Em anu ayah. uang jajan Aera tinggal sedikit," cicitnya yang masih dengan cengiran kuda khasnya.

"Oh gitu, yaudah nanti ayah transfer"

Aera senang dengan pengertian ayahnya, namun beberapa menit kemudian ia melihat jika sang ayah mengerutkan keningnya seperti memikirkan sesuatu.

"Tapi Aera gak biasanya minta uang jajan secepat ini. Biasanya Aera akan minta uang jajan jika sudah berganti bulan kan? Apa ada keperluan mendadak?"

Pertanyaan Jordan sontak membuat dirinya gelagapan, pasalnya dalang dibalik pemborosan yang ia lakukan tak lain adalah karena juan.

"Emm iya ayah, Aera kemarin beli banyak novel jadi uang jajan Aera cepat habis," Aera terpaksa berbohong karena takut ayahnya akan berpikir macam-macam jika ia berkata jujur.

"Oh begitu"

"Emm Aera mau ke kamar ayah"

"Oh silahkan, ayah mau masak untuk makan malam kita oke"

"Oke"

Aera ingin cepat sampai dikamar dan membersihkan diri karena seluruh badannya terasa lengket akibat keringat.

Setelah selesai membersihkan diri barulah ia turun menemui ayahnya yang belum selesai memasak, akibatnya ia akan menunggu seraya memainkan ponselnya.



***


Juan kini sedang menggoreskan pensil untuk sekedar membuat sketsa seorang gadis kecil yang masih tersimpan jelas pada memorinya.

Nafasnya kian memburu ketika wajah dalam sketsanya mulai terlihat jelas. Ia mengeraskan rahangnya saat sketsa dihadapannya benar-benar selesai dengan sempurna.

"Kamu akan mati," gumamnya dengan pandangan yang tajam.

Tak ingin lama-lama dalam perasaan dendamnya kini dengan cepat ia melangkahkan kakinya keluar dari ruang rahasianya. Beralih ketempat lain yang banyak terdapat keperluannya disana. Tak lupa ia memakai topi dan masker kemudian sarung tangan yang melekat sempurna pada telapak tangannya.

Berlanjut ia keluar rumah dengan sesuatu yang ia bawa dibalik Hoodie yang juan kenakan. Dengan langkah lebar ia berjalan tak tentu arah, pikirannya hanya tertuju pada kenangan kelam yang membuat dirinya berhenti berpikir sehat.

Terlihat senyum tipis terukir ketika dirinya melihat seorang laki-laki tua sedang mendorong gerobak dagangannya yang tak jauh dari lokasi kompleksnya.

Tak butuh waktu lama juan mendekati laki-laki tua itu. "Kamu harus mati," gumamnya kembali ketika wajah gadis itu lah yang ia lihat saat ini.

Strawberry || My psycho loves ice cream ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang