Part-04 Nebeng Leon

394 67 25
                                    

Sesampainya di atas, Leon langsung membawa Ocha ke kamar tempatnya akan tinggal selama menumpang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya di atas, Leon langsung membawa Ocha ke kamar tempatnya akan tinggal selama menumpang. Sebenarnya ada satu kamar lagi di sana yang kosong, tapi itu adalah kamar Tasya yang merupakan anak dari sahabat mamanya Leon yang sudah dianggap sebagai anak sendiri.

Melihat satu kamar lagi dengan tulisan nama Tasya di pintunya, seketika membuat Ocha sesak. Ocha sadar sejak kecil Leon sepertinya menyukai Tasya, anak perempuan yang tiga tahun lebih tua dari mereka dan sudah dianggap anak sendiri oleh keluarga Leon. Tapi sepertinya sejak dulu Tasya hanya menganggap Leon sebagai adiknya saja. Apalagi setelah remaja, Tasya hampir tidak pernah lagi main ke sana. Karena Tasya tinggal di asrama sekolah, itulah sebabnya dia sudah tidak pernah main lagi.

"Leon, kamu masih suka sama kak Tasya?" Ocha akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Maksud lo apa nanya kaya gitu?" sinis Leon.

"Ya, Ocha sih gak ada maksud apa-apa, Ocha cuma penasaran aja. Dulu kayanya Leon suka sama kak Tasya sejak kita masih kecil, apa sekarang juga masih?" tanya Ocha ragu-ragu sembari mempersiapkan hatinya kalau-kalau Leon menjawab dia masih menyukai gadis lain.

"Itu kan dulu, cinta monyet, gak usah dibahas lagi. Tasya juga gak bakalan nyaman kalau mengungkit hal itu." Rupanya dulu Leon sempat menyatakan perasaannya pada Tasya saat dia masih SMP, tapi tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Tasya karena dia hanya menganggap Leon sebagai adiknya, tidak lebih. Awalnya Leon memang patah hati karena hal itu, tapi lama kelamaan rasa cinta itu juga hilang seiring berjalannya waktu, lagi pula itu hanya cinta monyet saja.

"Serius? Yes! Akhirnya sekarang hati Leon kosong dong? Ocha bisa nih ngisi kekosongan hatinya Leon." Ocha terlihat begitu sumringah saat mendengar jawaban dari Leon.

"Denger ya, Ocha. Selama lo tinggal di rumah gue, jangan sampai mulut lo ember dengan bilang ke orang-orang kalau lo nginep di rumah gue. Kalau sampai itu terjadi, gue bakal telepon tante Sonya biar lo dipindahin ke rumah kakek dan nenek lo yang jaraknya jauh dari sekolah, biar tau rasa!" ancam Leon.

"Oke, Ocha janji deh gak akan ember! Asalkan Leon ijinin Ocha nebeng saat berangkat dan pulang sekolah. Nanti bilang aja kalau Leon antar jemput Ocha, kan jadinya Ocha bisa pamer sama si Heni gatel itu kalau Ocha jauh lebih deket sama Leon dari pada dia!" ujar Ocha sambil geram membayangkan muka Heni yang menurutnya wajah gadis itu seperti tokoh antagonis difilm-film. Ocha sangat yakin kalau Heni itu jahat, itulah mengapa Ocha ingin memberinya pelajaran.

"Kok lo ngelunjak sih!" kesal Leon tidak habis pikir dengan jalan pikiran Ocha.

"Leon, dengerin dulu, ini sebuah kesepakatan bagus yang Ocha tawarkan buat Leon. Ini akan sama-sama menguntungkan kita berdua kok, katanya Leon risih dideketin sama cewek-cewek di sekolah. Kalau nanti kita sering bareng-bareng, mereka akan menyingkir sendiri kok. Nanti Ocha akan buat mereka jauh-jauh dari Leon, Ocha akan jadikan alasan kedekatan kita buat jadi senjata yang ampuh untuk mengusir mereka!" ujar Ocha menyampaikan gagasannya.

"Cha, mereka emang bikin gue risih, tapi lo jauh lebih bikin risih!" ujar Leon menusuk, untung saja hati Ocha sudah dilapisi baja, jadi tusukan itu tidak bisa mengenai hatinya.

"Nah, maka dari itu, sekarang Leon pikir sendiri deh. Ocha aja udah bikin Leon risih, terus kalau ditambah cewek-cewek lain sebanyak itu pasti bakalan tambah risih kan? Jadi mending Leon dirisihin sama Ocha seorang, setidaknya beban Leon jadi lebih ringan kan?" ujar Ocha masih setia membujuk Leon, sejenak pria itu terdiam sambil berpikir, tapi dia tidak memberikan jawaban sama sekali.

"Leon, boleh ya?" rengek Ocha.

"Terserah!" pekik Leon.

"Kok kebalik sih, biasanya kan cewek yang suka ngomong terserah. Tapi ini malah Leon yang selalu bilang terserah sama Ocha!" ujar Ocha membuat Leon mengernyit.

"Ya sudah, besok lo berangkat naik taksi aja sana!" kesal Leon.

"Ih, jangan dong, maafin Ocha, besok kita berangkat bareng ya?" bujuk Ocha.

Brakkk!

Tanpa menjawab Leon langsung masuk ke dalam kamarnya sambil membanting pintu. Ocha hanya bisa memanyunkan bibirnya saja, sepertinya dia sudah salah bicara dan menyinggung Leon.

***

Pagi ini Ocha sudah mandi, berganti baju seragam, menyiapkan alat sekolahnya, bahkan sudah merias dirinya semenarik mungkin supaya Leon tertarik padanya. Ocha senang karena sekarang dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Leon karena mereka tinggal bersama.

Setelah selesai dengan penampilannya, Ocha langsung turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarga Leon. Saat Ocha baru saja membuka pintu kamarnya, ternyata saat itu Leon juga membuka pintu kamarnya yang tepat berada di sebelah kamar Ocha.

"Leon, kayanya kita jodoh deh!" pekik Ocha riang karena bisa merasakan kebetulan yang Ocha anggap sebagai takdir.

Sementara itu Leon sama sekali tidak merespon, dia hanya memutar bola matanya malas kemudian pergi turun duluan meninggalkan Ocha. Seketika Ocha berlari agar bisa berjalan berdampingan bersama Leon saat menuruni tangga karena kamar mereka ada di lantai dua.

"Leon, rasanya kita kaya pengantin baru yang turun bersama untuk sarapan deh. Jantung Ocha dari tadi jedag-jedug gak karuan, seneng rasanya bisa melihat Leon dipagi hari." Ocha membuat Leon menatapnya sinis, menurut Leon pikiran Ocha itu selalu ada-ada saja.

"Selamat pagi, Leon dan Ocha, yuk kita sarapan bersama!" ajak Ara.

"Pagi Om, Tante," sapa Ocha sopan.

"Pagi, Mah, Pah." Leon juga ikut menyapa.

"Sayang, aku mau diambilin nasi goreng buatan kamu, jangan lupa sama telornya juga." Dengan manja Liam meminta diambilkan makanan oleh istrinya.

"Iya, bentar." Ara pun mengambilkan makanan untuk suaminya.

"Masakan kamu memang yang paling enak, Sayang!" puji Liam.

"Bisa aja," ujar Ara malu-malu.

"Leon, mereka romantis yah? Kalau nanti kita nikah, kamu bisa romantis kaya gitu juga gak? Secara kamu dingin banget kaya es!" cibir Ocha setengah berbisik pada Leon saat tengah menyaksikan adegan romantis mama dan papa Leon.

"Pede banget kalo kita nanti bakalan nihah!" cibir Leon membuat Ocha cemberut.

"Bedoa aja dulu, siapa tahu nanti beneran dikabulin kalau Leon yang akan jadi suami Ocha. Terus Ocha juga berdoa semoga nanti Leon gentian bucin sama Ocha biar kita impas!" pekik Ocha.

"Hahaha ... kalian lucu sekali, nanti kalau kalian beneran nikah dimasa depan, kami dan orangtuanya Ocha pasti akan gembira sekali menjadi besan." Liam sangat mendukung kalau Ocha kelak menjadi menantunya.

"Mama juga setuju, soalnya kalau dilihat-lihat kalian itu saling melengkapi. Leon itu terlalu dingin dan suka ketenangan, dia perlu seseorang seperti Ocha yang hangat, ceria, dan membuat Leon tidak akan pernah kesepian." Tidak disangka kalau Ara juga mendukung.

"Tuh kan, orangtua kita aja udah kasih restu loh, Leon!" pekik Ocha.

"Udah buruan makan, mau lo gue tinggal!" ujar Leon.

"Jadi Leon beneran bolehin Ocha nebeng?" tanya Ocha antusias, dia pikir Leon tidak akan mengijinkannya mengingat semalam Leon marah.

"Bawel, gue tinggal juga nih!" kesal Leon yang sudah selesai menghabiskan rotinya, ia kemudian berdiri untuk menyalami kedua orangtuanya sebelum berangkat. Seketika Ocha segera menghabiskan suapan nasi gorengnya, untung dia mengambil sedikit tadi. Tidak lupa Ocha meminum air putih sebelum akhirnya menyalami kedua orangtua Leon dan berlari mengejar pria yang sudah lebih dulu ke luar rumah.

Copyright © Wihelmina Miladi 04 Februari 2022

LEOCHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang