Pukul tiga sore setelah pulang sekolah, Ocha duduk di kursi tribun pinggir lapangan untuk melihat Leon latihan basket. Tidak lupa Ocha juga membeli beberapa chiki, air putih, serta memegang handuk kecil milik Leon karena pria itu menitipkan tasnya pada Ocha. Tentu saja hal itu menjadi kebanggaan tersendiri untuk Ocha, apalagi saat melihat raut-raut iri dari beberapa siswi yang mengidolakan Leon. Terlebih lagi si Heni yang merupakan musuh bebuyutan Ocha terlihat begitu kesal, itu merupakan kesenangan tersendiri untuk Ocha.
"Bro, lo akhirnya jadian sama Ocha?" tanya Fahri, salah satu teman Leon dan Gio sejak SMP.
"Enggaklah, mana mungkin, dia udah gue anggep adik sendiri," jawab Leon dengan santainya.
"Kalau gitu boleh dong gue PDKT sama Ocha, jujur gue udah suka sama dia sejak SMP. Tapi gue ragu-ragu mau deketinnya, soalnya dia kan gencar banget ngedeketin elo. Mulai sekarang gue udah gak ragu lagi, melihat semangat Ocha yang pantang menyerah buat dapeti lo membuat gue termotivasi. Gue akan deketin Ocha, meski dia menolak, tapi gue gak akan patah semangat!" ujar Fahri menggebu-gebu.
"Wah, lo ditikung secara blak-blakan tuh, Leon!" celetuk Gio menggoda.
"Mana ada gue nikung, orang Leon sendiri kok yang bilang kalau dia gak cinta sama Ocha, dia cuma anggap Ocha sebatas adik dong!" ujar Fahri.
"Udah focus latihan!" pekik Leon.
Mereka terus berlatih sampai sore, Leon langsung menghampiri Ocha ketika latihan selesai untuk mengambil minum dan handuknya. Tidak lupa Fahri yang berniat ingin PDKT dengan Ocha pun ikut.
"Leon, pasti capek ya!" Ocha berinisiatif mengelapi keringat Leon.
"Hay, Ocha, aku juga capek banget nih." Fahri mengeluh pada Ocha berharap dia akan dilapi keringatnya seperti yang Ocha lakukan pada Leon.
"Terus?" tanya Ocha sambil mengangkat satu alisnya.
"Pengin dikasih minum sama dilapin kaya Leon dong!" pinta Fahri.
"Maaf ya, Fahri. Ocha cuma beli satu botol buat Leon doang." Ocha tersenyum sopan pada Fahri.
"Kalau itu botolnya siapa?" tanya Fahri sambil menunjuk sebuah botol minum plastic yang tinggal tersisa separuh. Itu adalah milik Ocha, dia tadi sudah meminumnya sambil memakan chiki ketika melihat Leon latihan.
"Itu punya Ocha," jawab Ocha jujur.
"Buat aku ya? Sumpah, aku haus banget!" pinta Fahri memohon.
"Tapi itu kan udah bekas Ocha minum tadi, lagian cuma tinggal setengah." Bukan masalah Ocha pelit, kalau dia ada minuman lain yang masih utuh juga akan Ocha kasih. Karena Ocha orangnya baik hati serta kadang tidak tegaan pada orang lain, bahkan pada hewan.
"Gapapa, dari pada aku mati dehidrasi, boleh ya?" bujuk Fahri membuat Ocha berpikir sejenak.
"Boleh deh!" pekik Ocha yang pada akhirnya mengijinkan, dia tidak tega melihat Fahri sampai dehidrasi nantinya. Menurut Ocha sebagai sesama makhluk hidup, tentu saja kita harus tolong menolong.
"Uhuk ... uhuk ..." Leon yang sedari tadi memperhatikan mereka kini sampai tersedak air mineral yang sedang dia minum.
"Leon, kenapa?" Ocha segera mengelus dan menepuk-nepuk pelan punggung belakang Leon.
"Nih, airnya masih banyak, buat lo!" seketika Leon memberikan botol minumnya pada Fahri.
"Ogah, mending gue minum bekasnya Ocha dari pada bekas elo. Ya kali, lo pikir gue cowok apaan!" tolak Fahri sambil berjalan mengambil botol minum milik Ocha. Tapi baru saja dia membukanya, sontak Leon berjalan ke arah Fahri untuk mengambil tasnya yang masih tergeletak di sana dan secara tidak sengaja menabrak Fahri sampai minumannya terjatuh kemudian tumpah.
"Sorry, Bro, gue gak sengaja. Nih, sebagai gantinya minum punya gue aja!" pekik Leon.
"Fahri, ini Mitha bawakan air minum untuk Fahri. Ini masih baru kok, tadi siang Mitha sengaja beli untuk Fahri." Tiba-tiba datanglah seorang gadis berkuncir dua yang sudah menggemari Fahri sejak dulu, dia membawa air minum dan handuk kecil untuk Fahri.
"Syukurlah ada Mitha, untung dia ada air minum baru dan handuk untuk Farhan." Ocha tersenyum senang.
"Udah, terima Bro, gue pamit pulang duluan. Ayo, Cha, pulang!" Leon menyeret Ocha meninggalkan lapangan. Mereka menuju parkiran tempat motor Leon berada, seketika teman-temannya kaget melihat Leon yang terkesan menggandeng Ocha untuk pulang. Padahal Fahri berniat mengantar Ocha pulang untuk PDKT.
"Sialan si Leon, katanya gak suka sama Ocha, tapi kelakuannya tadi udah kaya orang cemburu!" kesal Fahri.
"Hahaha ... sabar, Bro!" Gio menepuk-nepuk pundak Fahri.
***
Sementara itu Leon dan Ocha telah sampai di parkiran, kini Ocha sudah bisa memakai helmnya sendiri. Ocha tidak mengerti mengapa Leon terlihat seperti bad mood, tapi dia senang karena tadi Leon memegang tangannya sejak dari lapangan basket sampai di parkiran.
"Cha, lo mikir gak sih?" Leon langsung menyemprot Ocha sebelum mereka pulang.
"Hah, maksudnya? Ocha kan punya otak, jelas mikir dong, Leon. Tapi sekarang kan lagi gak ujian, jadi otak Ocha lagi istirahat dulu." Jawaban dari Ocha sontak membuat Leon menepuk jidatnya karena kebetulan dia belum memakai helmnya.
"Pantesan, otak lo lagi gak dipake, toh. Lain kali jangan pernah ngasih minuman yang udah lo minum, atau makanan yang udah lo makan sama orang lain, apalagi cowok!" pekik Leon menasehati.
"Oh, Leon marah gara-gara tadi Ocha ijinin Fahri minum bekasnya Ocha. Tapi itu kan terpaksa, kasiha Fahri kalau sampai dehidrasi gimana? Lagian Fahrinya juga gak keberatan kok!" ujar Ocha membuat Leon gemas.
"Lain kali, apapun modusnya jangan lo kasih! Karena itu sama aja...," Leon menjeda ucapannya.
"Sama aja apa?" tanya Ocha membuat Leon terlihat gelagapan.
"Sama aja menularkan virus dan penyakit, itu kan udah bekas lo minum, udah gak steril!" ujar Leon.
"Tapi Ocha kan gak punya penyakit menular, lagian tadi Leon juga nawarin bekas minuman Leon sama Fahri," protes Ocha.
"Tapi gue kan minumnya ditenggak, gak pake mulut kaya lo!" ujar Leon membuat Ocha manggut-manggut. Leon kemudian memakai helmnya dan menyalakan mesin motornya.
"Ayo, naik, kita pulang!" ujar Leon mengintruksikan Ocha untuk segera memboncengnya.
Sekarang Ocha sudah tidak setakut dan seheboh tadi pagi, meskipun saat naik tetap saja motor Leon berguncang karena Ocha tidak pelan-pelan. Seketika Ocha melingkarkan tangannya ke pinggang sampai perut Leon, diam-diam dia tersenyum senang di belakang. Namun, tentu saja senyuman itu terpantau oleh Leon lewat kaca spionnya.
"Gak usah senyum-senyum gak jelas, nanti gigi lo kering!" omel Leon membuat Ocha seketika cemberut dan memanyunkan bibirnya.
"Gak usah manyun-manyun, nanti disangkanya lo mau nyium satpam di gerbang pas kita lewat!" Leon kembali mengomeli Ocha sampai gadis itu terlihat menahan kesal, ia kemudian membenamkan wahanya di punggung Leon karena tas Leon dipegang dan dipangku oleh Ocha ditengah.
Dengan senyum tipisnya Leon melajukan motornya meninggalkan sekolah, karena tidak ingin Ocha mencekiknya seperti tadi pagi, akhirnya Leon membawa motornya dengan pelan. Dia kemudian menghentikan motornya di depan warung bakso langganannya.
"Gue laper, lo mau ikut makan di sini gak?" tanya Leon memastikan, dia takut Ocha tidak mau makan di tempat makan sederhana karena sudah biasa hidup mewah.
"Ikut dong, Ocha juga laper!" di luar dugaan, Ocha justru terlihat senang dan antusias memesan bakso dan es teh manis. Leon memang beberapa kali makan di tempat itu karena menurutnya bakso di sana sangat enak. Dulu dia bisa tahu tempat itu karena salah satu teman SMP nya pernah mengajaknya ke sini.
Copyright © Wihelmina Miladi 06 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
LEOCHA
RomanceFollow sebelum baca! Ocha mencintai Leon sejak mereka masih kecil, gadis manja yang selalu mendapatkan semua keinginannya sejak kecil itu pantang menyerah dalam memperjuangkan cinta pertamanya. Walau penolakan dari Leon sudah tidak bisa dihitung lag...