Part-15 Mencari Ocha dan Zaky

484 91 18
                                    

Cerita ini sudah tamat di Karya Karsa cari saja Wihelmina Miladi

Teman-teman sekelas Ocha dibantu warga sekitar sudah masuk ke dalam hutan, mereka dibagi menjadi beberapa kelompok untuk bisa lebih mudah menemukan Zaky dan Ocha. Tentu saja setiap kelompok didampingi warga yang sudah hafal dengan seluk beluk hutan di sana.

"Ocha! Zaky!" teriakan demi teriakan mereka lontarkan.

"Kalian di mana?"

"Ocha, Zaky!"

Sudah cukup lama mereka berkeliling, tapi sayangnya mereka belum berhasil menemukan keberadaan Ocha dan Zaky. Leon benar-benar dihantui rasa bersalah serta penyesalan telah menyakiti Ocha. Bisa-bisanya dia tidak mempercayai Ocha, tidak hanya itu, Leon malah bilang akan melaporkan Ocha pada wali kelas agar dihukum.

"Cha!" teriak Leon kalang kabut, dia cemas bukan main mencari keberadaan Ocha. Apalagi Ocha itu manja, dia takut Ocha akan ketakutan atau bahkan tidak bisa bertahan di hutan.

"Cha, lo di mana?" Leon sejak tadi terus memanggil nama Ocha, berharap ada jawaban. Dia semakin cemas karena hari sudah semakin gelap, dia jadi semakin takut. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Ocha, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

"Hari sudah semakin gelap, bagaimana ini?" ujar Nunik.

"Semoga mereka baik-baik saja." Herman hanya bisa berdoa sembari terus berusaha mencari Ocha dan Zaky.

"Untungnya Zaky anak pramuka, dia pasti bisa menjaga Ocha dengan baik!" ujar Mia.

"Iya, benar, untung tadi Zaky mengikuti Ocha. Dia benar-benar pria yang baik, aku yakin dia bisa menjaga Ocha dengan baik." Bunga juga ikut khawatir, tapi dia merasa sedikit tenang karena Ocha bersama dengan Zaky.

"Gaes, lihat, itu kayanya Ocha sama Zaky!" pekik Herman yang melihat Ocha sedang dipapah oleh Zaky.

"Oh, iya, syukurlah mereka ketemu!" ujar Bunga yang langsung berlari ke arah mereka kemudian disusul oleh yang lainnya.

Para warga langsung mengabari kembali ke perkampungan, rupanya yang lain sudah kembali lebih dulu.

"Cha, lo gapapa kan? Kita khawatir banget!" pekik Bunga saat mereka sudah berada di depan panti asuhan.

"Semuanya terimakasih banyak sudah mencari kami, maaf merepotkan." Ocha berterimakasih sambil meminta maaf.

"Bapak-bapak dan Ibu-ibu, serta teman-teman sekalian, terimakasih banyak sudah membantu mencari kami. Kami benar-benar meminta maaf yang sebesar-besarnya karena telah merepotkan." Zaky juga ikut meminta maaf sambil berterima kasih.

"Iya, Dek, gapapa, untung aja cepet ketemu." Para warga tidak merasa keberatan sama sekali.

"Makanya lain kali dipikir dulu kalo mau bertindak, akhirnya lo jadi nyusahin semua orang kan!" ejek Fika.

"Heh, Nenek lampir! Kalo ngomong tuh dipikir dulu. Ocha bisa sampai pergi ke hutan, itu semua gara-gara lo dan temen-teman lainnya yang selalu ngejekin Ocha terkait masalah kemarin. Sekarang udah jelas kan kalau Ocha gak salah, harusnya lo minta maaf sama dia, bukannya malah nyalahin!" pekik Bunga merasa tidak terima.

"Bener, apalagi tadi lo sama Leon segala nyinggung-nyinggung masalah ini lagi. Lo sama Leon bahkan bilang akan melaporkan Ocha sama wali kelas, padahal kalian sendiri gak kasih kesempatan buat Ocha membela diri atau menjelaskan sama sekali. Sekarang semuanya udah terbukti, yang salah itu Heni dan temen-temennya. Jadi, apa yang akan kalian lakukan, huh?" ujar Herman.

"Cha, gue minta maaf ya,"

"Iya gue juga."

"Maafin kita, ya, Cha!"

"Cha, maaf, gara-gara masalah aku kemarin jadinya kamu disalahin." Citra ikut menyesal.

Teman-teman lainnya satu persatu meminta maaf pada Ocha karena mereka ternyata salah menuduh.

"Ini, semuanya tahu dari mana kalau Heni pelakunya?" tanya Ocha merasa heran.

"Gue udah curiga dari awal kalau dalangnya itu Heni, soalnya yang manggil kita semua buat dateng ke gudang itu dia. Belum lagi dari cerita lo tentang Gita yang tiba-tiba ngasih kunci gudang dan nyuruh lo ngambil bola. Akhirnya gue suruh sahabat gue buat mata-matain geng mereka. Tanpa diduga saat mereka nongkrong di Kafe milik kakaknya sahabat gue itu, dia berhasil merekam pembicaraan Heni dan teman-temannya tentang masalah terkuncinya Citra di gudang." Mia menjelaskan semuanya, Ocha tidak menyangka kalau Mia rupanya begitu baik pada Ocha meski selama ini Mia terlihat seperti memusuhi Ocha, tapi aslinya dia baik.

"Makasih, ya, Mia. Bilangin makasih juga sama sahabatnya Mia." Ocha menangis karena terharu.

"Iya, sama-sama."

Leon saat ini perasaannya tidak karuan, campur aduk antara senang karena pada akhirnya Ocha berhasil ke luar dari hutan. Tapi juga ada rasa sedih, kecewa pada diri sendiri, dan rasa bersalah yang begitu menghantui Leon. Dia kemudian mendekat ke arah Ocha.

"Cha, maafin gue, harusnya gue kasih kesempatan buat lo jelasin semuanya. Harusnya gue gak percaya begitu aja soal kemarin, harusnya gue percaya sama lo kalau lo gak mungkin tega melakukan hal serendah itu. Gue benar-benar minta maaf, kalau lo mau tampar gue, gue akan menerimanya karena gue pantas mendapatkannya." Leon meminta maaf dengan bersungguh-sungguh, dia menatap Ocha dengan sendu.

"Gapapa kok, Leon. Ocha udah maafin semuanya, terimakasih juga kalian udah mau bantuin cari Ocha dan Zaky." Ocha tersenyum tulus ke arah teman-temannya."

"Cha, gue akan pastikan kalau Heni dan teman-temannya akan mendapatkan hukuman mereka!" geram Leon, dia benar-benar marah pada Heni yang telah membuat Ocha jadi seperti itu. Selain menyalahkan Heni, Leon juga menyalahkan dirinya sendiri.

'Leon kayanya marah banget sama Heni, kemarin aja dia semarah itu sama Ocha. Berarti benar kalau Leon suka sama Citra, sampai segitunya dia belain Citra. Seumur-umur baru kali ini dia begitu, tapi terserah deh, Ocha kan sudah memutuskan untuk move on sepenuhnya.' Batin Ocha bergejolak, tapi ia bisa menenangkannya sendiri.

"Ocha, ibu senang kamu dan Zaky baik-baik saja. Kalau begitu ibu mau pamitan sama pengurus panti, setelah itu kita pulang lagi ke Jakarta!" ujar Bu Silvia

"Oh, iya, sebelum pulang kalian isi perut dulu. Ibu sudah memesan nasi kotak untuk semuanya, tapi inget jangan buang sampah sembarangan." Bu Silvia menyuruh Herman dan Tino untuk membagikan makanan dan minuman pada teman-temannya.

"Cha, nanti kamu mau mampir ke dukun pijat gak? Kebetulan di samping rumah nenekku ada nenek-nenek pijat urut, dia bisa menyembuhkan kaki kesleo, kaki patah, dan sebagainya. Kaki kamu kan kayanya terkilir, jadi nanti kita kita mampir bentar ke sana. Atau kalau misalnya kebetulan sampai Jakarta kemaleman, kita pergi ke sananya sepulang sekolah aja." Zaky mengkhawatirkan kondisi kaki Ocha.

"Makasih, ya, Zaki. Kamu baik banget sama Ocha, kalau begitu besok temenin Ocha ke sana." Ocha baru sadar kalau ternyata kebahagiaan tidak melulu soal cinta. Dikaruniai sahabat-sahabat yang baik, pengertian, dan selalu ada juga adalah kebahagiaan yang tidak dapat dibeli dengan uang.

"Cha, sekali lagi gue mau minta maaf. Sebagai gantinya, besok gue aja yang anterin lo pergi ke dokter tulang." Leon kebetulan berada di dekat Ocha dan Zaky, dia merasa tidak rela Ocha dekat dengan Zaky. Katakanlah dia egois, tapi memang begitu kenyataannya, dia sendiri tidak tahu dengan isi hatinya sendiri.

"Ocha udah maafin Leon, kok, yang sudah berlalu biarlah berlalu. Oh iya, Leon gak perlu repot-repot nganterin Ocha atau merasa bersalah. Leon gak salah kok, situasinya aja yang mengarah pada Ocha, lagian yang nyalahin Ocha kan bukan Leon doang." Ocha benar-benar tidak dendam, dia sudah memaafkan semuanya.

"Tapi—"

"Oh, iya, satu hal lagi. Mulai sekarang Ocha sudah memutuskan untuk move on dari Leon. Ocha akan membuang semua rasa cinta sepihak ini, Ocha gak akan ganggu kehidupan Leon lagi mulai sekarang. Jadi mulai sekarang Leon sudah bebas dari semua kebisingan dan kerusuhan yang Ocha perbuat selama ini. Ocha juga mau minta maaf kalau selama ini Ocha begitu bebal dan tidak memikirkan perasaan Leon yang risih. Ocha banyak salah sama Leon, maafin, ya!" ujar Ocha dengan senyum mengembang yang tulus.

Entah mengapa ucapan Ocha terdengar seperti salam perpisahan di hati Leon. Mendadak perasaannya sakit, ia seperti tidak rela mendengarnya.

LEOCHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang