21. Miya Osamu|When the Night Turns to Morning 🍋

94 6 1
                                    

夜が朝に変わる頃に

When the Night Turns to Morning

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

When the Night Turns to Morning.

****


Osamu masih di sana saat kau membuka mata.

Kau tidak pernah menduga bahwa sosoknya akan tinggal setelah sebelumnya selalu meninggalkanmu sendiri sebelum pagi menjelang. Dia masih terlelap, dengan selimut setengah menutupinya. Menyisakan separuh tubuhnya yang terbuka, menampakan bisep dan otot-otot tubuhnya yang sempurna.

Pukul dua dini hari. Waktu di mana tak seharusnya kau terjaga. Biasanya kau akan terlelap hingga pagi tiba setelah kelelahan oleh malam panjang yang kalian lewatkan penuh gairah. Kemudian saat kau membuka mata Osamu tidak pernah ada.

Ini kali pertama bagimu melihat rautnya saat tertidur. Perjalanan Hyogo-Osaka tidak begitu memakan waktu, namun kau tahu kalau pemuda di sampingmu ini cukup lelah karenanya.

Kau bangun, sembari menarik selimut agar kau tidak malu melihat tubuh telanjangmu sendiri, lalu mengelus pipinya. Berharap dia tak bangun, pelan kau menyusupkan jari-jarimu ke dalam anak-anak rambutnya yang lembut, kontras dengan penampakannya.

Semalam pun ia bermain dengan cukup kasar. Hal yang sering terjadi setelah ia pulang dari kampung halamannya. Dan kau sudah terbiasa oleh itu.

Dia pasti bertemu dengannya. Orang yang hingga detik ini pun tak pernah hilang dari benak Osamu. Kawan semasa kecil yang juga dicintainya.

Ya. Osamu mencintai orang lain. Kau tahu itu, tapi kau tetap bersikeras untuk bersamanya. Ingin bersamanya. Hati kecilmu berharap bahwa suatu saat nanti dia akan sadar bahwa kau selalu ada untuknya dan berpaling padamu.

Namun nyatanya itu tak terjadi selama tiga tahun belakangan ini. Padahal kau sudah menyatakan perasaanmu sejak tahun pertama kalian masuk Sekolah Kuliner. Dan tahun ini kalian akan lulus. Kau tidak tahu apa yang direncanakan Osamu setelahnya, pun sebaliknya. Kau tidak merasa dia berhak tahu tentang apa yang hendak kau lakukan selanjutnya.

Dari semua keinginanmu yang jarang menjadi nyata, setidaknya kau ingin Osamu nyata menjadi milikmu. Tapi untuk memilikinya, kau justru harus bertemu tantangan terberat di mana kau harus mengorbankan perasaanmu sendiri.

Kau paling tahu bagaimana rasanya sesak saat dia datang dengan raut sengsara, memelukmu, meskipun sebenarnya bukan kau yang ia inginkan.

Kau tahu rasanya sesak, saat kalian saling bertumpuk memadu cinta, namun sebenarnya bukan namamu yang ada pada benaknya.

Entah sampai kapan ini akan berlanjut. Kendati kau tak begitu menyukainya, perasaanmu pada Osamu lebih dominan hingga kau tidak ingin lepas darinya.

"Kau sudah bangun?"

Suara berat Osamu terdengar di tengah heningmu menatap jendela dengan tirai terbuka, menampilkan titik salju yang mulai berjatuhan di luar sana. Kau menoleh, melihat pemuda itu turut terbangun kemudian duduk di sebelahmu.

"Aku hanya terjaga," jawabmu.

Osamu mengusap mata, masih beradaptasi dengan cahaya redup dari lampu meja.

"Maaf, aku ketiduran."

Kau tidak membalas.

"Aku akan pergi setelah ini," sambungnya kemudian. Dia hendak beranjak mengumpulkan bajunya yang berserakan di lantai seandainya kau tidak melontarkan satu pertanyaan, yang tidak seharusnya kau katakan.

"Kau bertemu dengannya?"

"Hm?"

Kau menatap kedua netra kelabu milik Osamu, yang tentu tahu siapa orang yang kau maksud. Namun pemuda itu tak lantas menjawabnya secara langsung.

"Aku kasar sekali ya, semalam?" Alih-alih menjawab, ia justru membalas dengan sebuah pertanyaan. Dilanjutkan oleh satu permintaan, "maaf."

Tidak perlu. Kau tidak membutuhkan kata maaf karena itu hanya semakin membuatmu merasa menyedihkan. Dan kalimat Osamu adalah sebuah afirmasi bahwa sebelumya dia memang bertemu dengan gadis yang disukainya.

Osamu memakai celananya sementara kau masih diam, menatap punggung yang terlihat semakin jauh miliknya itu dalam keheningan.

Detik ketika kau kembali menguasai pikiranmu adalah detik di mana kau sudah menyentuh punggung itu, dan melingkarkan kedua lenganmu padanya.

Seandainya dia pria lain, kau bisa membayangkan betapa mudahnya tanganmu dihempas karena sudah pasti tak ada yang ingin disentuh oleh seseorang yang bahkan tidak disukainya. Tapi Osamu tidak akan pernah melakukan itu. Dia terlalu baik untuk melakukannya.

Kebaikannya pula lah yang membuatnya tak menolak saat pertama kali kau bilang bahwa dia bisa memanfaatkanmu sampai dirinya bisa melupakan gadis yang terus membayanginya. Tentu, dia tidak melakukan itu untuk kepuasannya sendiri. Melainkan agar kau tidak merasa menyedihkan apabila dia menolaknya.

"Maafkan aku," ucapnya lagi. Menumpukkan punggung tangannya pada milikmu yang masih melingkar padanya. "Aku terlalu menggantungkan diriku padamu."

"Apa yang kau katakan?"

"Seharusnya aku tidak melakukannya."

"Osamu?"

Osamu menoleh, menarikmu ke dalam pangkuan. Kemudian memelukmu erat. "Aku tidak bisa menjawab perasaanmu. Untuk saat ini, dan entah bagaimana ke depannya."

Kau diam, membiarkannya mendekap dan menyandarkan dahi pada bahumu.

Kau tahu bahwa kecil kemungkinan Osamu akan membalas perasaanmu. Sekecil harapan yang kau panjatkan agar dia menjadi milikmu. Karena kau sangat tahu, kau tidak akan bisa bersaing dengan gadis itu. Gadis yang memenuhi hidupnya selama ini.

Tapi, kau tidak menyangka bahwa kalimat itu akan terlontar dari bibirnya. Bibir yang kemudian kau kecup untuk sedikit menamparmu untuk sadar bahwa dia memang tidak menginginkanmu.

"Ayo akhiri semua ini ...," lanjutnya.

Kau tahu ini akan terjadi. Tapi membayangkan bahwa tak akan ada lagi malam di mana dia memelukmu hangat adalah hal yang menyesakkan.

"Osamu," ucapmu pelan. "Saat kau menyukaiku nanti, mungkin aku sudah bersama orang lain."

"ーdan aku harap kau bahagia saat itu tiba. Aku lebih memilih penyesalan itu datang nantinya, dibanding aku harus melihatmu tersakiti karena aku tak bisa memberikan apa yang kau minta."

"Kau baik sekali."

"Aku brengsek."

Tapi aku mencintaimu. Itu yang ingin kau katakan, namun pita suaramu tak kunjung bergetar untuk menggemakannya.

Manik kelabunya pekat terlihat saat kau menyingkirkan anak-anak rambut yang semula menutupinya. Kau mencari pantulan dirimu pada lensa matanya.

Ada. Tipis, dan kabur. Sebagaimana sosokmu dalam hidupnya yang tak akan menjadi sesuatu yang utuh untuk dicintainya.

Kau kembali mendaratkan satu kecupan. Untuk yang terakhir kalinya. Karena setelah ini kau tidak akan lagi merasakan kehangatan dari peluk dan deru napasnya. Pun aroma berry yang selalu menggelitik hidungmu untuk selalu menciumnya.

Selamat tinggal. Satu kata yang dia ucapkan sebelum pagi menjelang. Saat kau terlelap setelah tangis panjang dalam diam yang kau lakukan dalam dekapnya.

Ini yang terbaik, bagimu, dan baginya untuk dijemput saat esok tiba.

****

[Antology] a Haikyuu!! Fanfiction |Bright and Clear|Various Characters x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang