***
Saat Tooru pergi, aku masih datang. Memeluknya untuk sekedar berkata 'sampai jumpa', dan mengiringi lepas landasnya ke bagian lain dari dunia.
Namun saat Hajime pergi, kami bahkan sudah tak saling bicara. Setelah beberapa hari sebelumnya aku berteriak di depannya, bahwa ia tak menepati janjinya.
Padahal janji itu hanyalah kesepakatan sepihak yang tak pernah secara langsung ia setujui. Dan belasan tahun ini aku hanya hidup dengan delusi tentangnya, tanpa menyadari bahwa Hajime punya rencana lain untuk masa depannya sendiri.
***
"Kenapa pesawat?" Tanya Hajime saat itu. Ketika musim panas masih menjadi bagian dari kebersamaan kami. Dengan bentang biru angkasa, dan terik matahari yang menyayat permukaan kulit. Kami tak tahu keberadaan tabir surya waktu itu.
Dari berbagai macam bentuk origami, pesawat adalah satu-satunya yang sering kulipat. Tooru bilang, aku tidak terlalu terampil untuk melipat bentuk lain. Tidak salah. Tapi aku punya alasan lain untuk hal ini.
"Aku selalu berharap bahwa suatu saat nanti aku akan bisa pergi ke belahan dunia lain dengan pesawat ini," ucapku. Menatap birunya langit dengan mengangkat pesawat kertasku tinggi-tinggi.
"Dengan pesawat kertas? Mana mungkin!" Aku mendengar Tooru mencebik. Tapi karena mencemoohku adalah salah satu hobinya, maka aku tidak heran. Dan aku lebih memilih untuk fokus pada Hajime saat itu.
Berbeda dengan sahabat kami yang gemar bicara, Hajime jarang menceritakan mimpi-mimpinya. Karena itu lah, aku berpikir bahwa dia akan selamanya di sini. Kalau pun ia pergi, maka itu tak akan jauh dan akan segera kembali.
Namun bayanganku kala itu raib ketika suatu hari dia datang, membawa sepucuk surat dari tempat yang bahkan yang tak pernah aku ketahui keberadaannya.
Dari Amerika, katanya.
"Aku akan belajar ke sana, mulai musim gugur nanti," lanjutnya.
Hanya tersisa satu bulan hingga musim gugur tiba. Dan akhir musim panasku di akhir masa SMA-ku berujung sebuah kekecewaan.
"Kenapa kau tidak pernah bilang padaku sebelumnya?"
"Aku hanya mencari waktu yang tepat. Dan, aku tidak tahu bagaimana harus menyampaikannya padamu."
"Waktu yang tepat yang terpikirkan olehmu adalah sebulan sebelum keberangkatan?"
"Sebulan bukanlah besok. Tenanglah!"
"Hajime, aku─, sudahlah."
Aku mengurungkan kata-kataku karena tak ingin menahannya. Meski batinku terus berkata bahwa aku ingin ia tinggal. Namun, rasanya itu tak cukup adil ketika aku membiarkan Tooru pergi, sementara dia tidak untuk meraih apa yang ia inginkan.
Aku bukan siapa-siapa baginya meski kami melewatkan hampir seluruh umur kami bersama. Sudah seharusnya aku tak menghalanginya mencapai sesuatu yang ia kehendaki. Tapi, aku tetap merasa sesak. Dan aku tak perlu kesulitan menemukan apa penyebabnya. Karena dari dulu, aku yang paling tahu, bahwa aku selalu menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Antology] a Haikyuu!! Fanfiction |Bright and Clear|Various Characters x Reader
Fanfiction▶Haikyuu!! Male Characters x Reader ──うらら; 麗; urara : bright・clear. Before you read: ・Haikyuu!! dan karakternya milik Furudate Haruichi. ・Cerita ini milik saya. ・Mungkin OOC. ・Mostly fluff. ・Beberapa ada yang semi-mature (ditandai pake 🍋) ・Sebagian...