Diary 15| Cara Menolong Kami

236 49 2
                                    


Adiksi © Fukuyama12

.
.

Diary 15 Cara Menolong Kami
Nofap hari Ke-56

.
.
.

"Hey, ada pertanyaan menarik pada sesi tanya jawab di media sosial kita!" Kak Fayruz bergerak di atas kasurku, merangkak cepat, hingga menimbulkan suara deritan. Saat seluruh pasang mata tertuju padanya, ia melanjutkan, "Ada yang bertanya, 'Saya bukan pecandu, bagaimana caranya agar bisa membantu mereka untuk lepas dari candunya?'."

"Bagaimana caranya?" Aku balik bertanya. Pasalnya, aku adalah seorang pecandu yang mencoba untuk berhenti, bukan sebaliknya.

"Coba kita tanyakan saja pada Fayra. Bukankah dia yang membantu Fayruz untuk sembuh?" lontar Kak Afkar dan beralih menatap Kak Fayra.

Kak Fayra terdiam, matanya menatap langit-langit kamarku seraya berpikir keras. "Awalnya aku cari di internet, sih. Lalu menemukan istilah nofap. Setelah itu, kucari lebih banyak dan menemukan grup tentang itu. Jadi aku masuk ke sana, membaca beberapa unggahan tentang curhatan mereka dan mengajak Fayruz untuk masuk ke sana."

“Aku sangat bersyukur karena Kak Fayra tidak menjauhiku.” Kak Fayruz menghapus air mata gaibnya, berpura-pura terharu dengan apa yang dilakukan oleh kakaknya. “Meskipun awalnya terasa canggung saat Kak Fayra menemukanku sedang menonton bokep.”

“Kalian ingat tentang kuesioner yang kita bagikan kemarin, kan? Beberapa dari mereka menganggap jijik dan aneh pada orang-orang pecandu, bahkan ada kalanya ingin menghindar karena takut, tapi kupikir itu memang hal yang wajar dan normal karena mereka juga ingin melindungi diri mereka sendiri,” ucap Kak Afkar.

“Jadi, pemikiran tentang aku yang dianggap aneh itu tidak salah, ya? Biasanya seperti saat aku bertatapan dengan orang, aku merasa mereka tidak menyukaiku dan seperti menjauh begitu.”

Aku mengernyit saat mengingat-ingat wajah orang-orang yang mengerut saat melihat dirinya, ditambah dengan berat badannya yang kurus dan jerawat yang terus berdatangan sebelum yang lain sembuh. Untungnya saat ini sudah sedikit berkurang dan karena aku semakin rutin berolahraga---meski pernah libur sebentar saat flatline kemarin karena rasa malas yang menghantui---berat badanku juga mulai naik sedikit demi sedikit.

“Kalau itu, sebenarnya juga muncul karena perasaan bersalah pada diri sendiri dan menganggap orang lain menjauhi kita. Karena sebenarnya orang itu juga tidak tahu kalau kita pecandu, kan? Yah, kecuali kalau kamu menatap mereka tanpa berkedip dari atas sampai bawah, orang pasti akan merasa risih,” komentar Kak Afkar.

Kak Fayruz mengangguk. “Iya, tetapi di satu sisi, mereka juga memberikan jawaban berupa dukungan bagi yang ingin sembuh, kan? Mereka bilang, jika seorang pecandu datang pada mereka dan mengaku, banyak dari mereka akan membantu dengan senang hati, memberikan semangat, dan membantu para pecandu untuk menyibukkan diri. Entah kenapa aku jadi ingat jawaban ‘aku akan membakar tangan mereka untuk mengingatkan mereka tentang panasnya api neraka’.”

Kami tertawa mendengarnya. Miris memang, tapi ekspresi serius dari wajah Kak Fayruz yang membuat hal itu menjadi lucu.

Aku menyahut, “Menurutku, dari sudut pandang seorang pecandu, yang paling efektif adalah membantu menyibukkan diri, karena biasanya saat bosan, perasan ingin menonton itu akan muncul.”

“Iya, benar. Bisa mengajak ke hal-hal positif, seperti ikut seminar, kajian, bermain bersama, atau berolahraga,” tambah Kak Afkar. “Pokoknya jangan dibiarkan sendirian. Membantu mereka menyibukkan diri adalah hal yang juga sangat penting.”

Adiksi (SEX EDUCATION?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang