Diary 25 Sidang Pertama dalam Hidupku

194 49 0
                                    

.
.
.

Adiksi © Fukuyama12

Diary 25 Sidang Pertama dalam Hidupku
Nofap hari ke-79

.
.

"Jadi bagaimana? Apa kamu bisa menjawab pertanyaannya dengan lancar?"

Aku mengunyah kentang goreng yang dibawakan Kak Fayruz sesuai dengan apa yang dikatakannya sembari mengingat ingat-ingat pertanyaan yang tadi diberikan olehku. Aku ini tipe yang melupakan semua pertanyaan setelah keluar dari ruang ujian, tetapi demi ketiga orang yang sedang datang mengunjungiku, aku akan melakukan segala upaya untuk bisa mengingatnya kembali.

“Kurang lebih sama dengan yang kalian berikan, kok. Awalnya memeriksa identitasku, lalu bertanya apa aku tahu alasan kenapa dipanggil. Lalu, bertanya tentang kegiatanku selama tiga bulan terakhir, bagaimana aku di sekolah, apa yang aku lakukan saat itu, bagaimana aku bisa melakukan hal itu. Yah, intinya memang seputar kasus, sih,” ceritaku.

“Serem, nggak?” Kak Fayruz terlihat sangat penasaran.

“Deg-degan, sih,” singkatku. “Rasanya sama menyeramkannya dengan masuk ruang BK, tapi Pak Polisinya ramah, kok.”

“Elzar,” panggil Kak Fayra, “kamu tahu siapa korbannya?”

Aku menggeleng polos. “Pokoknya dia perempuan. Kalau tidak salah namanya Sofia. Sisanya aku tidak tahu. Oh, dia juga adik kelas Kak Fayra dan Kak Fayruz.”

“Sudah begitu saja?” Aku mengangguk mantap. Aku berani bersumpah kalau aku bahkan tidak ingat wajahnya. Pak Gilang juga bertanya hal yang sama tadi, dan aku juga menjawab seadanya. Bisa dibilang, Sofia hanya kurang beruntung saat bertemu denganku. Dia korban yang kupilih secara acak.

“Lalu setelah ini akan ada apa? terlalu banyak tata prosedurnya, aku tidak bisa menghafal semuanya.” tanya Kak Fayruz.

“Akan ada polisi yang datang untuk penggeledahan karena kubilang kalau tas Sofia ada di kamarku. Juga mungkin akan mengecek ini-itu dalam waktu sekitar tiga sampai tujuh hari lagi. Setelah itu baru akan ada penetapan tersangka," jawabku dengan berusaha berpikir keras, mengingat apa yang sudah diceritakan oleh Pak Gilang dan penasehat hukumku, Pak Hariyanto yang memintaku untuk memanggilnya sebagai Pak Har.

“Kau tidak berniat untuk kabur? Mungkin ke rumah saudara atau yang lainnya, begitu?” Kak Fayruz menatapku aneh.

Aku balik menatapnya seperti itu. “Kak Fayruz menyuruhku untuk melakukan hal itu?”

“Bukan! Maksudku biasanya orang-orang merasa takut dan kabur, kan? Sedangkan kamu malah melakukan sebaliknya.”

Aku tersenyum kecil. “Kabur tidak menyelesaikan masalah dan hanya menambah beban pikiran. Pokoknya aku cuma bersyukur saja karena hanya sampai percobaan pemerkosaan saja. Semoga tuntutannya tidak terlalu berat.”

Aku terdiam sembari mengingat kasus-kasus yang kubaca sebelumnya. Jika aku melakukan hal lebih dari itu, kemungkinan aku bisa dipenjara sampai tujuh tahun. Apalagi jika Indonesia menerapkan hukuman seperti yang ada dalam agama islam, mungkin aku akan mendapatkan hukuman cambuk seratus kali, bila aku sudah menikah dan melakukan perzinahan, aku bisa dirajam sampai mati. Menyeramkan, tetapi memang itu yang terbaik agar membuat orang lain jera.

“Semoga hukumannya tidak lebih dari tiga tahun,” ucap Kak Afkar yang sedari tadi hanya menyimak. “Tapi melihat dari ceritamu, sepertinya memang akan di bawah tiga tahun.”

Aku tersenyum lebar dan mengangguk. “Semoga saja begitu! Siapa juga yang mau di penjara. Ah, tapi saat aku dipenjara nanti, akun medsos kita tetap jalan, kan? Kira-kira aku bisa bantu apa, ya nanti?”

Adiksi (SEX EDUCATION?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang