Dua insan yang baru saja menyelesaikan makan malam mereka, sedang berjalan beriringan keluar dari ruangan VVIP di salah satu restaurant paling tinggi di Japan, menuju sebuah balkon.
Terlihat sang tuan dengan surai merah mudanya yang menggunakan setelan jas hitamnya terlihat begitu menawan dan berwibawa, sedangkan sang puan dengan surai hitam dan balutan dress satin merah yang juga tidak kalah elegan.
[Name] berdiri dan bersandar pada pagar kaca balkon tersebut, menatap pemandangan city lights kota Tokyo yang nampak sangat indah dari tempatnya berada sekarang.
"Cheers?" Ucap Sanzu yang tiba-tiba datang dengan dua gelas wine, mengajak [Name] bersulang. [Name] pun menerima wine tersebut, dan membalas dengan membenturkan sedikit gelasnya hingga bersuara ting. Sanzu menyeringai saat melihat [Name] meneguk wine miliknya.
"Wanna dance?" tanya Sanzu setelahnya, yang membuat pipi [Name] sedikit bersemu. Ia pun menerima ajakan Sanzu dan mereka pun menari bersama.
[Name] meletakkan dan melingkarkan kedua tangannya pada leher Sanzu, sedangkan kedua tangan Sanzu bertengger pada pinggul [Name].
Tidak ingin ambil pusing, [Name] tidak ingin memikirkan apa yang merasuki Sanzu. Dari mulai membantunya memusnahkan mantan kekasihnya, mengajaknya makan malam, dan kali ini berdansa bersama. Jangan ditanya, walaupun tidak menunjukkannya, tapi [Name] adalah wanita paling bahagia malam ini.
Masa bodoh jika pujaan hatinya sebelum ini selalu mencoba melubangi kepalanya dengan peluru, masa bodoh jika pujaan hatinya adalah pembunuh, masa bodoh jika pujaan hatinya adalah seorang kriminal. [Name] hanya ingin bersama Sanzu. Walaupun ia anak mafia sekalipun, hanya Sanzu yang dapat membuatnya bertekuk lutut.
Obsesinya kepada Sanzu, benar-benar membuatnya terbuai kehilangan akal.
Mereka berdua masih berdansa dengan lihai, saling menikmati pemandangan yang mereka tangkap pada netra masing-masing, tidak ingin melewatkan sedetikpun apa yang mereka rasakan.
"Do you like the view?" tanya Sanzu pada [Name] sambil berdansa.
"Hmm. Jelas aku suka. Tokyo jadi keliatan kecil banget. Rasanya cuma kita yang berkuasa disini." jawab [Name], lalu berputar sedikit mengikuti irama langkah Sanzu.
Namun seketika Sanzu menghentikan dansa mereka.
"But darling, gue emang berkuasa di Tokyo. Semua yang ada di Tokyo milik gue dan semua di bawah genggaman tangan gue—
termasuk lo." bisik Sanzu dengan nada sensual di telinga [Name]. Wanita itupun tersenyum kecil.
"I'm yours to tame." ucap [Name] yang tidak kalah menantang.
Sanzu menyeringai puas mendengar jawaban [Name]. Merasa dirinya menang telak kali ini. Wajahnya beralih, menatap wanita didepannya intens, jarinya menyentuh dan mengusap kecil dagu [Name].
"Kalo gitu, apa lo siap mati buat gue?" tanya Sanzu.
"I do." jawab [Name] tanpa ragu.
Namun seketika nafas [Name] terasa sesak. Yang awalnya tangan [Name] melingkar di leher Sanzu, ia langsung melepaskannya dan berpindah ke dadanya untuk menahan rasa sakit. Rasanya seperti ratusan pedang sedang menusuk tepat di jantungnya. Tubuhnya tiba-tiba terasa dingin dan bergetar.
"Good. Soalnya gue udah ngasih racun di dalem wine yang lo minum tadi." Ucap Sanzu penuh kemenangan, sambil berjalan mundur menjahui [Name].
"I want you to die." lanjut Sanzu.
[Name] yang mendengar ucapan Sanzu, membalas Sanzu dengan seringainya, masih tersenyum tanpa ada rasa takut sedikitpun, walau tubuhnya mulai melemas dan sudah terjatuh.
"Sanzu, kalo lo ngira gue sekarang lagi ketakutan, lo salah besar. Gue malah seneng mati di tangan lo." ujar [Name] kepada Sanzu dengan segenap kekuatannya yang tersisa.
Sanzu yang hendak berbalik dan meninggalkan [Name] sendirian, seketika langkahnya langsung terhenti mendengar kalimat [Name] yang membuat darahnya berdesir begitu hebat. Belum pernah ada wanita yang mengatakan hal seperti itu padanya.
Entah apa yang salah dengan perasaannya, padahal rencananya untuk membiarkan [Name] mati sendirian, sudah berjalan sesuai yang ia inginkan, namun sepertinya ia masih tidak mau membiarkan [Name] mati begitu saja. Sanzu pun sadar bahwa ia masih ingin bersama [Name].
"Fuck!!" geram Sanzu sambil terpaksa mengambil satu pil penawar racun dari kantungnya dan memasukkan pil tersebut kedalam mulutnya sendiri, namun tidak menelannya.
Sanzu langsung berjalan cepat menghampiri [Name] yang sudah hampir tidak sadarkan diri, menangkup kepala [Name], mengikis jarak wajah diantara mereka— dan menciumnya.
Bibir mereka berdua pun seketika bertemu dan beradu.
"hmmmpp." Lidah [Name] dan Sanzu saling bertukar saliva, Sanzu juga memasukkan pil yang ada di mulutnya ke dalam mulut [Name] dan memaksa [Name] untuk menelan pil tersebut.
"Itu pil penawar racun. Ternyata, gue emang mau lo mati, tapi gak sekarang." ucap Sanzu singkat menghentikan ciuman mereka, namun kembali menyergap bibir [Name] lagi lebih intens.
Sanzu menekan tengkuk [Name] untuk memperdalam ciuman mereka. [Name] sudah hampir kehabisan nafas, namun tidak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya benar-benar masih lemas, efek dari racun yang diberikan oleh Sanzu.
Seperti orang yang kerasukan, Sanzu tidak bisa mengontrol nafsunya. Wanita di dekapannya ini membuatnya menggebu-gebu dan menggila. Sadar [Name] yang kehabisan nafas, ia menghentikan ciumannya lagi dan berpindah mencium leher jenjang [Name].
"Seperti yang udah gue bilang sebelumnya, lo cuma milik gue." ujar Sanzu sambil membuat tanda kepemilikan di leher [Name].
"S-San-Sanzu, akhhh." [Name] benar-benar sudah tidak ada tenaga. Pil penawar yang diberikan Sanzu belum bekerja sepenuhnya.
Pandangan [Name] pun mulai mengabur dan menggelap. Entah apa yang dilakukan Sanzu padanya, ia sudah tidak dapat merasakan apapun. Sedikit demi sedikit matanya menutup.
I think this is my last time.
____
KAMU SEDANG MEMBACA
LET ME BE YOURS [ SANZU HARUCHIYO X READER ] ✔️
Fanfiction"Apakah kau siap mati untukku?" Bisik Sanzu ditelingamu. "I do." balasmu tanpa ragu. Sanzu menyeringai kecil, menatap bibirmu sejenak dan menyentuhnya sedikit, lalu ia mulai berjalan mundur menjahuimu. "Good. Karena aku sudah menaruh racun pada wi...