11. Too Precious To Let Go

1K 176 7
                                    

Jangan lupa di vote ya guys! Hihi!

Suasana taman bermain terlihat begitu damai. Terlihat beberapa anak kecil yang tengah bermain bersama, dan juga di sisi taman lainnya terdapat bebek-bebek yang berenang secara berjejer pada danau kecil.

[Name] yang tengah duduk disebuah kursi, menghela nafasnya kasar. Sepertinya ia harus segera memantapkan rencananya. Namun ia benar-benar tidak tahu harus memulai dari mana.

"Hei, there!" Sapa lelaki jangkung yang ternyata sudah duduk disebelahnya, mengagetkan dan membuyarkan lamunan [Name].

"Ran! You scare me!" ucap [Name] sambil memegangi dadanya yang berdegup kencang akibat kaget.

"Kayaknya lagi banyak banget pikiran nih?" tanya Ran yang hanya dibalas senyum oleh [Name].

"Kalo ada masalah tuh, bagi-bagi. Kenapa sih?" timpal Ran lagi.

"Ran, tadi gue baru aja nendang Sanzu gara-gara dia nanyain gue mulu, jangan sampe lo juga kena." Ran tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban [Name].

"Jadi gara-gara itu si Sanzu tadi ngomel-ngomel? HAHAHAH."

Ran benar-benar dapat mencairkan suasana hati [Name]. Mereka bersenda gurau bersama beberapa saat, membuat [Name] melupakan masalahnya sejenak.

"By the way, gue boleh nanya sesuatu gak?" tanya Ran lembut yang dibalas anggukan oleh [Name] pertanda boleh.

"Gue kemaren ketemu temen gue, alumni Harvard, tempat lo kuliah. Ternyata lo famous ya?" pertanyaan Ran membuat [Name] terdiam sejenak. Ia takut pertanyaan apalagi yang akan datang selanjutnya dari Ran.

Ran menyerahkan sebuah map kepada [Name]. Wanita itu menerimanya dan membuka map tersebut. Terdapat beberapa lembar berkas data dirinya yang bekerja sebagai agent di pemerintahan. Mata [Name] seketika membulat dan tubuhnya kaku seketika juga panik menyerangnya.

"Agent Zero-Four. Lo ternyata mata-mata dari pemerintah? Pantes aja gue gak pernah bisa akses data lo dari manapun. Turns out, you're a liar, [Name]."

"R-ran, please, I can explain every—"

"Explain, then. Gue bakal dengerin. Sebelum gue kasih data ini ke Sanzu dan biar Sanzu yang eksekusi lo. As a traitor." ucap Ran dengan penuh penekanan dan seketika intonasinya berubah menjadi serius.

"Pertama, I'm very sorry for being a liar. Gue bener-bener gak bermaksud untuk gitu.—
Kedua, yes. I'm an agent 04 dan kerja untuk pemerintah. Gue emang ditugaskan untuk curi data kalian—"

"Jadi selama ini data kita dicuri karna lo?!" tanya Ran memotong penjelasan [Name]. Dirinya mulai geram dengan wanita di depannya dan sudah diselimuti oleh rasa kecewa.

"Dengerin gue dulu! Gue gak pernah mencuri atau bocorin data kalian. Gue sengaja nerima misi ini, karena gue pingin ngelindungin kalian— semua yang gue hancurin, yang gue eksekusi, gue kenal mereka semua. Makanya, gue berusaha ngegagalin rencana mereka semua dari dalem Bonten.—

karena pemerintah mau ngejadiin data kalian sebagai senjata mereka." [Name] berusaha menjelaskan segalanya sambil menahan air matanya.

Ran masih diam, mendengarkan tiap kata dan penjelasan yang terlontar dari mulut [Name].

"Ran, asal lo tau, semua gang besar dan berpengaruh di Jepang, sekarang udah dibawah kendali pemerintah semua, kecuali Bonten. Karena Bonten yang paling kuat.— Kalau Bonten udah ditangan pemerintah, mereka akan manfaatin itu untuk mengecoh negara lain, agar memicu revolusi.—

Makanya gue selalu cari cara untuk masuk ke dalem Bonten, biar gue bisa ngelindungin data kalian, karena gue tau, cuma itu yang bisa gue lakuin untuk memperlambat rencana pemerintah. Gue juga gak mau kalau kalian jadi boneka pemerintah."

Air mata mulai menetes perlahan dari mata [Name] membasahi pipinya. Masa bodoh ia menjelaskan dengan tidak rapih atau berantakan, ia sudah tidak perduli. Bahkan sepertinya ia sudah tidak perduli jika Ran tidak mempercayainya.

Dalam hati, ia tahu semua ini akan terjadi.

"Intinya, gue sekarang lagi ngulur waktu dan menghindar dari pemerintah untuk ngasih data kalian. Sisa waktu gue kurang dari dua bulan.

Tapi tenang aja, gue punya rencana gue sendiri. Terserah lo mau percaya sama gue atau enggak, Ran. Tapi apapun itu, gue janji, gue akan selalu ngelindungin Sanzu, elo, Rindou, Mikey, Kakucho, Koko, Mochi, Takeomi, dan Bonten lainnya. Maafin gue kalo gue udah bohongin kalian."

Ran tidak bisa berkata-kata mendengar semua penjelasan [Name]. Hatinya begitu sakit melihat temannya ternyata menderita sendirian. Lelaki itupun langsung memeluk [Name] erat. Mengusap lembut surai wanita itu dan mencium ujung kepalanya singkat.

"Maaf udah ngeraguin lo, [Name]. Lo mikul beban banyak banget sendirian di pundak lo. Maafin gue, gue gak pernah tau. Makasih ya [Name], lo udah kuat banget selama ini. Makasih udah ngelindungin Bonten dengan cara lo." ucap Ran masih memeluk [Name].

Tangisan [Name] langsung pecah membasahi baju yang dikenakan oleh Ran. Rasa bersalah yang selama ini ia pendam karena merasa sebagai penghianat, kini setidaknya berkurang, mengetahui Ran percaya padanya.

"Jangan cengeng ah. Kan sekarang ada gue. Gue pasti bantuin lo." Ran melepaskan pelukannya dan menyeka air mata [Name] sambil tersenyum.

"[Name], tapi setelah tenggat waktu lo abis sama pemerintah dan lo gak bisa menuhin misi lo, apa ancaman mereka?" tanya Ran kembali serius.

"Gue di eksekusi sama mereka." Ran kaget mendengar jawaban [Name] yang begitu yakin dan mantap. Seolah wanita itu sudah siap menerima eksekusi tersebut.

"You know I wont let that happen, right?"

"Gue udah bilang kan? Gue udah punya rencana sendiri. Gue akan selesaikan semuanya. Walau gue emang harus ngerelain nyawa gue."

"Gak bisa. Kita harus bilang ke semua Bonten. Lo gak bisa gitu." Ran yang ingin beranjak dari kursinya, langsung dicegah oleh [Name].

"No! Please! Jangan, Ran. Termasuk Sanzu juga jangan. Tolong cuma lo aja yang tau."

"[Name]! Mereka semua akan ngira lo sebagai penghianat! Belom lagi Sanzu kalo tau, pasti langsung ngebunuh lo." debat Ran yang mulai meninggikan suranya.

"I know. Gue tau pilihannya cuma ada dua. Antara dibunuh sama pemerintah, atau dibunuh Sanzu. Dan gue gak masalah sama semua pilihannya. Gak masalah juga mereka ngira gue sebagai penghianat. Tapi please, kalo sampe gue harus dieksekusi sama Bonten, gue minta Sanzu yang ambil nyawa gue."

Ran benar-benar tidak habis pikir dengan wanita di hadapannya. Jika Sanzu selama ini selalu menjuluki [Name] dengan wanita gila, sekarang Ran setuju dengan pertanyaan Sanzu.

"You're so crazy." komentar Ran singkat lalu memeluk [Name] kembali.

"Tell me everything, [Name]. Ceritain semuanya. Gue mohon. Even rencana lo. Ask me anything. Gue pasti bantu lo." ucap Ran lagi.

Sore itu, berakhir dengan [Name] menceritakan segalanya. Dari mulai awal ia mengetahui rencana pemerintah, hingga rencana strategi yang sudah ia susun untuk menghentikan pemerintah.

[Name] juga menunjukkan semua berkas dan data pemerintahan yang ia punya, dan menyerahkannya kepada Ran untuk dibacanya.

Namun setelah kejadian itu semua, Ran akhirnya memahami, bahwa [Name] adalah sosok yang perduli terhadap sesama, dan begitu tulus juga sayang terhadap orang sekitarnya. Rela mati dianggap penghianat, walau kenyataannya justru ia yang melindungi.

Berbeda dengan seperti apa yang ia tunjukkan selama ini.

Sanzu, semoga lo gak sia-sia-in wanita hebat kayak [Name]. She's too precious to let go.

___

TBC

LET ME BE YOURS [ SANZU HARUCHIYO X READER ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang