Pernikahan kelabu

4.3K 93 2
                                    

Hari yang paling dibenci Angger akhirnya datang juga. Bukan hanya pria itu yang merasakan neraka, Bunga pun turut merasakan hal yang sama. Bisa dikatakan semua penderitaan Bunga berawal dari adanya hari ini. Jika kebanyakan pasangan pengantin begitu antusias dan senang saat menyambut hari berbahagia mereka.

Berbeda Angger dan Bunga karena mereka terpaksa menikah karena keadaan. Keduanya sudah duduk berdampingan di depan Pak penghulu yang akan menikahkan mereka.

Karena Bunga seorang yatim maka yang bertugas menjadi walinya hari ini adalah wali hakim. Anggoro Jaya Diningrat beserta istri, Nirmala Jaya Diningrat dan juga Bi Zaenab tampak duduk tenang di belakang putra dan putri mereka masing-masing.

Mengikuti setiap acara dengan penuh khidmad dan juga keharuan. Terlebih Bi Zaenab yang tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Mengingat keputusannya untuk membawa sang putri ke kota bersamanya adalah sebuah keputusan yang salah. Dan menimbulkan bencana untuk masa depannya.

Sampai hari ini pun Bi Zaenab masih tidak menyangka jika dirinya akan menyaksikan pernikahan putrinya di usia yang masih tergolong sangat muda. Niatnya mengambil sang putri dari desa agar dapat meneruskan Pendidikan yang lebih tinggi, malah membuat takdir lain pada hidup putrinya.

Apakah Bi Zaenab akan menyalahkan takdir? Tentu saja tidak, meski rasa kecewa itu masih hinggap di dalam hatinya. Sekarang dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk masa depan putrinya. Mengingat kedepannya jalan hidup Bunga tidaklah sama.

Bi Zaenab kembali menatap putrinya yang hari ini terlihat begitu cantik dengan balutan kebaya pengantin. Ada rasa haru, sedih dan bahagia di dalam hatinya.

Ya, Bunga memang terlihat begitu cantik dengan balutan kebaya berwarna putih gading. Kepala dan rambutnya banyak dihiasi bunga melati yang semerbak wanginya tercium hingga ke penjuru ruangan. Namun, semua itu tidak bisa menepis kegetiran hidupnya yang akan dinikahi oleh pemuda yang sama sekali tidak menginginkannya.

Setelah kata 'sah' terucap dari mulut para saksi dan semua orang yang berada di sana. Air mata Bunga langsung meluru tidak bisa dibendung lagi. Mulai detik ini dia sudah menyandang status sebagai istri dari putra majikannya sendiri. Yang tak lain adalah Angger Jaya Diningrat. Seorang pria yang sama sekali tidak menginginkan Bunga dalam hidupnya.

Lantunan doa terdengar begitu syahdu di telinga. Bunga dan semua orang yang berada di sana begitu khusu' mengaminkan doa tersebut, kecuali Angger yang merasa muak dan ingin segera mengakhiri drama pernikahan ini.

Akad nikah yang digelar dengan penuh kesakralannya, telah dianggap sebuah lelucon bagi Angger. Karena pria itu merasa telah kehilangan seluruh kebahagiaannya. Seperti itulah yang dipikirkan Angger atas pernikahannya dengan Bunga sekarang.

Hingga tanpa mereka duga, kehadiran sosok gadis cantik memecahkan keheningan yang ada.

"Laura ...!"

Angger begitu terkejut, saat melihat mantan tunangannya berdiri diambang pintu dengan bercucuran air mata.

***

Malam itu, setelah Tuan dan Nyonya Jaya Diningrat mengetahui kehamilan Bunga akibat dari perbuatan putra mereka. Langsung mendatangi kediaman keluarga Wardoyo untuk memutuskan tali pertunangan antara Angger dan Laura.

"Apa, dibatalkan? Tapi apa alasannya?" murka Wardoyo.

Anggoro Jaya Diningrat dan Nirmala Jaya Diningrat semakin menundukkan kepalanya. Karena merasa bersalah atas segala sesuatu yang telah terjadi, dan itu di akibatkan oleh putra mereka sendiri.

"Mama, hiks!" Laura merengek di dalam pelukan Ibunya seolah bertanya apa yang sedang terjadi.

Namun karena Nyonya Hesti juga sama shock-nya dengan sang putri. Membuatnya tidak bisa berkata apa-apa, selain mengusap punggung Laura dengan penuh kasih sayang. Mencoba untuk menenangkan putrinya dari kabar buruk yang mereka terima malam ini.

Seperti yang terjadi di kediaman Jaya Diningrat tadi pagi. Suasana mencekam juga terjadi di kediaman keluarga Wardoyo setelah kedatangan Angger beserta kedua orang tuanya yang secara mendadak.

Laura sempat mengira kedatangan mereka ingin memajukan hari pernikahan. Namun, ternyata ekspektasi yang ada di kepalanya tidak sesuai dengan realita. Bagai petir menyambar di siang bolong saat dia mendengar Angger telah membatalkan pertunangan mereka.

Tentu saja hal tersebut membuat Laura dan kedua orang tuanya tidak terima, karena selain harus menanggung malu mereka juga banyak dirugikan dalam hal ini.

"Berikan kami alasan yang tepat dan masuk akal kenapa pertunangan Laura dan Angger harus dibatalkan? Apa kalian tidak berfikir tentang akibat dari keputusan yang sudah kalian ambil ini? Bagaimana dengan nama baik keluarga kami yang sudah tercoreng akibat perbuatan kalian?!"

Suara Wardoyo semakin terdengar meninggi, karena tidak terima putri kesayangannya dipermainkan oleh Angger dan keluarganya. Bagaimana mereka bisa menghadapi kerabat dan juga kolega yang sudah terlanjur tahu tentang pertunangan Laura. Wardoyo merasa harga dirinya sebagai orang tua sudah diinjak-injak oleh keluarga Jaya Diningrat.

"Maaf, ini memang kesalahan kami sebagai orang tua. Karena tidak bisa mendidik Angger dengan baik."

Anggoro Jaya Diningrat rasanya tidak punya muka saat mengatakannya. Namun dia tidak punya pilihan lain, karena memang putranya telah bersalah. Meminta maaf adalah solusi yang tepat, mengenai dimaafkan atau tidak itu akan mereka pikirkan nanti.

Angger juga tertunduk lesu, mengingat jalinan cintanya dengan Laura kandas di tengah jalan. Tidak sanggup melihat kesedihan di wajah mantan tunangannya itu. Wanita yang sampai detik ini masih bertahta di dalam hatinya.

"Pertunangan putra dan putri kita terpaksa harus dibatalkan."

Anggoro jaya Diningrat menjeda ucapannya, merasa ragu untuk mengatakan kalimat selanjutnya.

"Karena Angger harus bertanggung jawab kepada gadis lain yang kini sedang mengandung cucu kami," sambung Anggoro Jaya Diningrat.

"Apa? Brengsek kalian semua!" maki Wardoyo yang sudah merasa sangat terhina. Pria itu sudah berada di ambang batas kesabarannya. "Kalian semua benar-benar binatang! Terutama kau Angger. Beraninya kau mempermainkan putriku hingga seperti ini!"

Wardoyo berupaya untuk menormalkan deru napasnya yang memburu akibat tersulut amarah. Dadanya tampak berombak dengan napas tak beraturan, menandakan dia sedang berusaha untuk menahan emosinya.

"Kamu jahat Mas, ternyata kau telah berhianat di belakangku!"

Akhirnya Laura angkat bicara, gadis itu meluapkan segala kekecewaannya kepada Angger. Sebelum dia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.

"Laura bukan seperti itu, Sayang. Kejadiannya tidak seperti yang kau fikirkan, aku tidak pernah menghianati cinta kita," jawab Angger dengan begitu frustrasi. Karena Laura sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasannya.

"Tutup mulut kotormu itu, berhenti memanggil putriku dengan sebutan Sayang. Sekarang kalian semua cepat tinggalkan rumah kami karena kami tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan keluarga bejat seperti kalian!" usir Hesti sebelum mengejar putrinya ke kamar.

Pasrah, hanya itu yang bisa Angger dan kedua orang tuanya lakukan. Mereka akhirnya pergi meninggalkan kediaman keluarga Wardoyo dengan kepala tertunduk.

Ingatan tentang malam di mana Angger diusir oleh kedua orang tua Laura langsung lenyap. Ketika suara tangisan Laura mengiterupsi pendengarannya. Hati Angger seakan tersayat melihat pemandangan di depannya. Angger tidak menyangka Laura akan datang di hari pernikahannya dengan Bunga.

"Laura tunggu!" teriak Angger saat Laura berlari pergi meninggalkan rumahnya.

Angger langsung berdiri berniat untuk mengejar Laura. Namun usahanya langsung dicegah oleh Anggoro Jaya Diningrat.

"Angger, mau pergi ke mana kau? Kau tidak bisa meninggalkan acara pernikahanmu!"

"Angger sudah menikahi Bunga seperti yang Ayah dan Bunda mau. Sekarang biarkan Angger mengejar Laura, dia pasti sangat bersedih sekarang, Angger harus menghiburnya!" tukas Angger yang membuat Anggoro Jaya Diningrat semakin murka.

"Jangan gila Angger, kau sudah menikah dengan Bunga. Kau harus bisa menjaga perasaan istrimu!"

Perdebatan Ayah dan anak itu membuat Nirmala Jaya Diningrat segera bangun dari tempat duduknya, berniat untuk melerai. Tetapi terlambat karena Angger sudah terlanjur pergi untuk mengejar Laura, tanpa mau menghiraukan larangan kedua orang tuanya.

"Angger berhenti!"

Bunga di Dapur Mama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang