Kenekatan Laura

271 23 0
                                    

Suara pintu dibuka membuat Angger yang sedang melamun di dalam ruang tamu akhirnya menoleh.

"Bunga, kau sudah mau berangkat ke kampus?" tanya Angger yang membuat Bunga langsung mengangguk.

"Iya Mas."

"Apa nggak kepagian?"

"Sekarang sudah jam delapan Mas. Kelasku dimulai setengah jam lagi. Mana ada kepagian."

Angger segera melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Bagaimana mungkin dia tidak sadar waktu sudah sesiang ini. Kebanyakan melamun karena banyak pikiran, membuat Angger terlihat seperti orang bodoh yang tidak mengenal waktu.

Bunga sendiri tidak memiliki banyak waktu untuk bisa meladeni suaminya.

"Maaf aku nggak masak Mas. Tapi aku sudah memesankan Mas Angger sarapan dari restoran langganan Mas Angger. Mungkin sebentar lagi datang. Aku berangkat dulu ya Mas."

Bungan mengulurkan tangan karena dia ingin bersalaman dengan suaminya. Namun Angger belum mau memberikan tangannya.

"Kau berangkat dengan siapa Bunga?"

Bunga merasa terkejut mendengar pertanyaan suaminya. Karena ini untuk yang pertama kali. Namun Bunga tidak menganggapnya sebagai bentuk perhatian. Mungkin hanya basa basi, begitu pikirnya.

"Ojek Mas. Abangnya sudah nunggu di depan," jawab Bunga agar semuanya cepat selesai.

"Kau naik ojek? Kau naik ojek dengan keadaan hamil seperti ini?" kaget Angger.

Sikap acuh tak acuhnya selama ini, membuat Angger tidak tahu apa pun tentang Bunga.

"Sejak awal aku memang memakai jasa transportasi itu Mas. Selain mudah dicari. Biaya ojek juga murah. Aku bisa melakukan penghematan," jawab Bunga yang membuat Angger merasa tidak terima.

"Apa uang yang aku berikan kepada mu kurang? Seharusnya tidak 'kan? Bahkan kau bisa naik taksi pulang pergi setiap hari tanpa perlu naik ojek."

"Maaf Mas, aku tidak mau menghambur-hamburkan uang kamu. Meskipun kamu sudah memberi ku jatah bulanan yang bisa dibilang sangat cukup. Bukan berarti aku bisa seenak hati menghabiskannya."

Angger terlihat sangat stress. Pria itu menyugar kasar rambutnya sebelum berkata.

"Mulai sekarang kau tidak boleh naik ojek lagi. Karena hal itu sangat rawan untuk kandunganmu. Aku tidak mau terjadi sesuatu kepada anakku. Aku yang akan mengantarkan mu," putus Angger kemudian.

"Tapi-"

"Batalkan orderan mu. Aku yang akan mengantarmu."

"Tidak bisa Mas. Aku sudah hampir terlambat."

"Bunga, turuti kata-kataku atau kau tidak usah pergi ke kampus!" tegas Angger yang membuat Bunga tidak bisa membantah lagi.

"Aku ganti baju sebentar. Tidak akan lama."

Angger berlari menuju lantai atas untuk berganti pakaian. Meninggalkan Bunga yang masih bengong di tempatnya. Merasa aneh dengan perubahan sikap Angger yang kini sering berubah-ubah.

Sepuluh menit kemudian Angger sudah kembali dengan penampilan berbeda.

"Ayo berangkat."

Bunga hanya mengangguk sebelum mengikuti langkah suaminya keluar dari apartemen.

Perjalanan menuju kampus mereka lalui dengan penuh keheningan. Sebab baik Angger maupun Bunga tidak ada yang bersuara. Mereka lebih memilih untuk tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Hingga tanpa terasa mobil Angger sudah berhenti di depan halaman kampus Bunga.

"Terima kasih Mas."

"Iya sama-sama."

Bunga di Dapur Mama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang