Angger berlari mengejar Laura yang sudah berada jauh di depannya, tanpa menghiraukan tatapan aneh tamu undangan yang datang untuk menghadiri acara pernikahannya.
"Laura tunggu ...!"
Pria itu semakin mempercepat langkah agar bisa segera menyusul perempuan yang dicintainya. Laura sudah akan membuka mobil jika saja Angger tidak menghalanginya.
"Laura dengarkan aku dulu," ucap Angger menghibah.
"Sekarang apa lagi yang ingin Mas Angger jelaskan? Kamu telah menghianati cinta kita, Mas!" hardik Laura yang berusaha untuk meluapkan rasa sakit di hatinya.
Sebenarnya gadis itu tidak ingin datang. Apalagi kedua orang tuanya juga tidak mengizinkan. Tetapi rasa cinta dan harapannya yang begitu besar kepada Angger, membuat Laura nekat meski tindakannya itu bisa semakin melukai hatinya sendiri.
"Sayang, aku mohon dengarkan penjelasanku dulu. Aku terpaksa menikahi gadis itu karena-"
Angger seketika diam tidak bisa melanjutkan ucapannya.
"Karena gadis itu sudah mengandung anak Mas Angger. Mas Angger jahat!" sahut Laura dengan cepat.
Laura kembali meraung dengan gerakan tangan yang terus memukul dada pria yang dicintainya. Suara tangisan Laura yang semakin mengeras membuat mereka jadi pusat perhatian orang-orang yang berada di sana. Sehingga Angger dengan sigap membawa Laura pergi dari tempat itu.
"Sayang, aku janji akan menjelaskan semuanya. Tapi tidak di sini."
Angger langsung membuka pintu mobil bagian penumpang depan, dan menyuruh Laura duduk di sana. Sedangkan dia sendiri segera berjalan memutar, kemudian duduk di belakang kemudi. Masih dengan menggunakan pakaian pengantinnya. Angger menjalankan mobil milik Laura dan pergi meninggalkan halaman rumahnya.
Tindakan yang dilakukan Angger tadi telah menjadi buah bibir di antara para tamu yang hadir. Mereka merasa miris dan kasihan melihat nasib sang mempelai wanita yang telah ditinggalkan oleh mempelai pria di hari pernikahannya.
"Ini acaranya dilanjutkan tidak sih? Kenapa pengantin prianya malah pergi dengan perempuan lain?" tanya salah satu tamu karena merasa bingung.
"Iya benar, kalau pengantin pria pergi lalu bagaimana dengan acaranya. Apa sudah stop sampai di sini saja?" sambung tamu yang lainnya.
"Kasihan pengantin wanitanya ya. Dia sama sekali tidak dianggap oleh sang pengantin pria. Coba anakku yang diperlakukan begitu, pasti sudah aku perkedel suaminya!" geram Ibu-Ibu bergincu merah.
"Sama, aku juga merasa kesal melihat kelakuan anak Pak Anggoro itu. Mentang-mentang orang kaya."
"Sudahlah jangan meributkan hal itu lagi. Lebih baik kita segera menikmati hidangan yang mereka suguhkan, takut acaranya dihentikan secara paksa dan kita tidak keburu makan," usul salah satu dari mereka karena takut tidak kebagian rendang.
Begitulah kasak-kusuk yang terdengar dari para tamu yang melihat drama pengantin pria kabur di acara pernikahannya. Meski tidak banyak tamu yang diundang, tapi hal tersebut sudah cukup membuat keluarga Jaya Diningrat menanggung rasa malu.
Sementara itu, di dalam mobil yang sedang dikemudikan oleh Angger, Laura masih belum juga menyudahi tangisnya. Mobil sudah memasuki kawasan taman yang tampak sepi pada siang hari ini. Angger segera mematikan mesin mobil kemudian menoleh ke arah perempuan yang dicintainya.
"Maaf," ucapnya lirih.
Permintaan maaf Angger ternyata mampu menghentikan tangisan Laura. "Sekarang jelaskan kenapa Mas Angger bisa menghamili gadis itu? Bukankah dia terlihat masih sangat muda? Atau karena itu Mas Angger tertarik padanya?"
Suara Laura terdengar serak karena terlalu banyak menangis. Karena tidak ingin perempuan yang dicintainya makin salah paham, Angger pun segera meraih tangan Laura untuk dikecupnya.
"Aku tidak sengaja melakukannya, Sayang. Percayalah, hanya kau yang aku cintai. Jika saja aku tidak terperangkap oleh obat sialan dan alkohol malam itu. Aku juga tidak sudi untuk menyentuhnya. Hanya kau pemilik hatiku satu-satunya," rayu Angger yang membuat Laura kembali terbuai dan melupakan kemarahannya.
"Apa benar yang Mas katakan tadi? Mas tidak sedang berbohong, kan?" tanya Laura sembari menatap kedua mata Angger, berusaha untuk mencari kebenaran di sana.
"Pernahkah aku berbohong kepadamu?"
Angger balik bertanya yang membuat Laura terdiam untuk beberapa saat. Sebelum kemudian perempuan itu menghamburkan pelukannya di tubuh Samudra. "Aku percaya padamu, Mas!"
Pria itu merasa lega karena Laura sudah memaafkannya. Keduanya berpelukan dengan cukup lama. Sebelum kemudian Laura yang lebih dulu melepaskan pelukan mereka.
"Tapi Mas Angger sekarang sudah milik perempuan lain. Kita tidak bisa bersama lagi seperti dulu," ucap Laura dengan kecewa.
Angger meraih dagu perempuan itu agar melihat ke arahnya. "Siapa bilang kita tidak bisa bersama?"
Laura merasa terkejut mendengar apa yang telah dikatakan oleh Angger kepadanya tadi. "Maksud Mas Angger?"
"Bunga memang istriku. Tapi dia tidak bisa memilikiku. Karena hati dan tubuhku hanya milikmu. Setelah bayi kami lahir nanti aku akan menceraikannya agar aku bisa menikahimu. Apa kau mau menunggu sampai waktu itu datang, Sayang?"
Binar kebahagiaan tampak tersorot dari kedua mata Laura yang berkilauan. Biarlah dia akan sabar menunggu, yang penting bisa bersama dengan orang yang dicinta.
"Tentu saja Mas. Aku akan selalu setia menunggumu."
Laura kembali membenamkan dirinya ke dalam pelukan sang kekasih. Tangisnya sudah berubah menjadi senyum penuh kebahagiaan. Tanpa peduli jika di sana ada hati seorang istri yang tersakiti akibat perbuatan mereka berdua.
"Terima kasih Sayang," ucap Angger sebelum melabuhkan satu kecupan di atas kening kekasihnya.
***
Ditinggalkan di hari pernikahan oleh suami sendiri membuat Bunga merasa terhina, dan menyedihkan di mata orang-orang yang menatapnya dengan penuh rasa iba. Namun tidak ada yang bisa Bunga lakukan selain bersabar dalam meratapi nasibnya sendiri.
"Sabar Nak," suara lembut sang Ibu membuat Bunga tersadar jika dirinya masih mempunyai orang yang bisa diandalkan dalam berbagai hal. Orang yang selalu ada untuk menjaganya, mampu berkorban jiwa dan raga demi untuk kebahagiaannya.
Pelukan hangat yang Bunga terima dari Ibu tercinta membuat Bunga sedikit melupakan rasa sakit hatinya. Bunga menutup mata karena tidak mau lagi melihat kekacauan di hari pernikahannya. Menolak kenyataan bahwa dirinya sama sekali tidak diinginkan oleh suaminya sendiri.
Sebelum dia merasakan ada sebuah elusan hangat yang menjalar di pundaknya. "Aku tahu kau gadis yang sangat kuat Bunga. Kau pasti bisa melewati ujian ini dengan baik."
Mengetahui siapa pemilik suara itu, Bunga langsung membuka mata dan mengalihkan perhatiannya. "Mbak Nisa-"
"Iya Bunga ini aku, yang sabar ya."
Dengan perlahan Bunga melepaskan pelukan Ibunya dan berganti memeluk perempuan yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri selama tinggal di kediaman Jaya Diningrat. Keduanya berpelukan dengan penuh kasih sayang, seolah saling menyalurkan kekuatan.
'Mbak Nisa benar, aku harus kuat. Aku harus bertahan demi anak yang ada di dalam kandunganku. Aku tidak boleh membiarkannya tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ayah. Sudah cukup aku saja yang merasakan bagaimana tidak enaknya tidak memiliki Ayah.' Bunga membatin.
Tekadnya sangat kuat. Hal itu semata-mata dia lakukan demi calon buah hatinya yang masih ada di dalam perut. Bunga akan memastikan anaknya tidak akan kekurangan sedikitpun. Cukup dirinya saja yang menderita selama ini. Bunga juga yakin suatu saat dia pasti bisa mencairkan hati suaminya yang sudah membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga di Dapur Mama
Romance~Kehormatanku terkoyak di tangan anak majikan Ibuku~ "Siapa kau?! Kenapa ada di dapur rumah ku?!" hardik Angger saat mendapati perempuan asing berada di dalam dapur rumahnya. "Ma-maaf Mas saya Bunga. Saya-!" "Mmmmmpphh ...!" Bunga tidak dapat melan...