Penyesalan Angger

191 19 1
                                    

Angger baru saja mengetahui apa yang terjadi kepada Bunga dan juga calon anaknya. Karena sejak siang tadi pria itu telah menonaktifkan ponsel miliknya. Sehingga dia terlambat mendapatkan informasi tersebut.

Dan di sinilah Angger sekarang. Berlarian di lorong rumah sakit menuju kamar operasi dengan sebuah penyesalan yang terasa menyesakkan dada.

"Bunga, aku harap kau baik-baik saja bersama dengan anak kita."

Rupanya Angger masih belum mengetahui jika anak yang berada di dalam kandungan Bunga telah meninggal dunia. Sebab Angger hanya mendengar informasi kalau Bunga mengalami kecelakaan. Sehingga langsung bergegas datang.

"Ayah, Bunda, bagaimana keadaan Bunga?"

Angger melihat kedua orang tuanya dan juga sang Ibu mertua sedang duduk di depan ruang operasi sambil menundukkan kepala. Mereka langsung mengangkat wajah saat melihat kedatangan Angger dengan kedua mata yang sudah memerah.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tuan Anggoro beranjak dari tempat duduknya. Pria itu berjalan cepat menuju ke arah Angger berada. Kemudian-

Plak!

Tuan Anggoro memberikan tamparan yang sangat keras di pipi Angger. Hingga wajah pria itu terlempar ke samping, karena saking kuatnya tamparan tersebut.

"Kau benar-benar suami yang tidak bertanggung jawab. Aku malu mengakuimu sebagai putraku. Mulai hari ini dan seterusnya jangan pernah lagi memanggilku Ayah!" murka Tuan Anggoro dengan wajah yang sudah merah padam karena emosinya yang tak terbendung.

"Ayah sudah."

Nirmala ikut berdiri dan langsung memeluk suaminya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hingga membuat Tuan Anggoro merasa tidak tega.

Melihat Ibunya yang terlihat begitu hancur, membuat penyesalan dan rasa bersalah Angger semakin dalam.

"Bunda, maafkan Angger. Angger tidak tahu kalau-"

Tuan Anggoro langsung mengangkat tangan. Memberi kode kalau Angger tidak perlu melanjutkan perkataannya. Sebab pria itu merasa hal itu sudah tidak penting lagi.

"Pergi dari sini. Kami tidak mau melihatmu!" usir Tuan Anggoro kepada putranya sendiri.

"Tidak, tolong jangan usir Angger, Yah. Angger tahu Angger salah. Angger minta maaf atas apa yang sudah Angger lakukan kepada Bunga. Tapi-"

Belum sempat Angger menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara pintu ruang operasi dibuka. Seorang perawat keluar dengan mendorong kereta kecil berisi calon anak Bunga dan Angger yang sudah meninggal dunia.

"Cucuku hiks hiks."

Tuan Anggoro, Nirmala, dan juga Bi Zaenab menangis melihat cucunya yang sudah tidak bernyawa lagi. Sementara Angger hanya bisa melungo, karena tidak mengerti akan situasi yang sedang dihadapinya saat ini.

Hingga kemudian pria itu baru menyadari, jika bayi yang ada di atas kereta itu sudah ditutupi dengan kain putih. Itu berarti bayinya sudah tidak ada lagi di dunia ini.

"Tidak! Tidak mungkin!"

Angger meraung, menangis hingga suaranya terdengar memenuhi ruangan saat pria itu melihat jenazah bayinya. Angger merasakan rasa sakit yang begitu dalam di hatinya.

Tidak terlukiskan bagaimana perasaan Angger saat ini. Setelah mengetahui bayi yang sudah ia tunggu sudah tidak bernafas lagi.

"Ya Tuhan, tidak mungkin. Ini tidak mungkin. Bayiku, bayiku!"

Rasa penyesalan dan merasa bersalah semakin menguat di hati Angger. Pria itu tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Sehingga nekat membenturkan kepalanya di dinding. Namun tidak ada yang berusaha untuk menghentikannya.

***

Dengan kepala yang di perban. Karena pria itu yang telah melukai kepalanya sendiri hingga terluka. Angger menggendong bayinya yang sudah tidak bernyawa menuju ke tempat peristirahatan terakhir.

"Maafkan Papa Sayang. Maafkan Papa. Papa sangat menyayangimu."

Angger menguburkan bayinya dengan air mata yang terus bercucuran. Pria itu benar-benar merasa tidak rela kehilangan bayinya. Namun semuanya sudah terlambat. Dan itu karena kesalahannya sendiri. Rasanya Angger tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Ayo Angger kita pulang," bujuk Arey karena tidak tega melihat keadaan Angger yang begitu terpukul atas kepergian bayinya.

"Aku bersalah Arey. Aku bersalah. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri. Aku yang sudah menyebabkan bayiku meninggal. Kesalahanku tidak termaafkan."

"Kau bukan satu-satunya orang yang kehilangan dan hancur atas kepergian bayimu. Tapi masih ada kedua orang tuamu dan juga Bunga. Apa kau tidak berpikir bagaimana hancurnya Bunga saat ini? Dia sudah kehilangan bayinya. Dan juga harus dirawat di rumah sakit. Bukankah dia lebih menderita darimu?"

Arey berusaha menyadarkan Angger. Membuka hati dan pikiran sahabatnya itu. Sehingga Angger semakin menyadari kesalahannya.

Akhirnya Angger beranjak pergi dari makam bayinya. Pria itu langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Bunga. Tanpa peduli dengan keadaannya sendiri yang sedang kacau balau.

Namun lagi-lagi kedatangannya langsung ditolak oleh Ayahnya sendiri. Tuan Anggoro tidak mengizinkan Angger masuk ke dalam ruangan untuk melihat Bunga.

"Sudah kubilang kau tidak perlu lagi datang kemari. Sekarang kau bisa bebas bersenang-senang dengan wanita itu. Jadi pergilah dari sini karena kedatanganmu tidak dibutuhkan," usir Tuan Anggoro.

"Tolong jangan usir Angger, Ayah. Angger menyesal. Angger minta maaf. Angger ingin melihat keadaan Bunga. Angger sangat mengkhawatirkannya," ucap Angger dengan begitu memelas.

Tuan Anggoro tersenyum mengejek mendengar apa yang dikatakan oleh putranya. Kalau dia baru menyadari kesalahannya sekarang.

"Khawatir? Kau sangat lucu ternyata. Sekarang kau baru merasa khawatir. Lantas selama ini kau di mana? Sudah terlambat Angger. Sudah terlambat," balas Tuan Anggoro dengan begitu dingin.

Tuan Anggoro benar-benar menutup akses untuk Angger bisa menemui Bunga. Sehingga Angger hanya bisa mondar-mandir di depan ruang perawatan Bunga. Tanpa tahu bagaimana keadaan istrinya itu. Apalagi Tuan Anggoro sudah mewanti-wanti kepada semua dokter dan juga perawat yang menangani Bunga, untuk tidak mengatakan apa-apa tentang kondisi Bunga kepada Angger. Agar putranya itu bisa menyadari kesalahannya.

Seperti malam ini, Angger tampak terduduk dengan lesu di sederet kursi tunggu. Penampilan pria itu berantakan tidak serapi biasanya. Lingkar matanya terlihat jelas, karena kurang tidur. Sejak Bunga dirawat di rumah sakit Angger tidak bisa tidur dan makan dengan normal. Pria itu mengabaikan kesehatannya sendiri.

Lorong tempat Angger duduk sudah mulai sepi. Karena malam yang kian larut. Tiba-tiba saja Angger mendengar suara ponselnya berdering. Melihat Laura yang menghubunginya, membuat Angger segera menutup panggilan tersebut. Kemudian menonaktifkan ponselnya agar Laura tidak bisa menghubunginya lagi. Angger tidak mau Laura mengganggunya untuk saat ini.

Kepala Angger terangkat saat mendengar suara pintu terbuka. Rupanya Bi Zaenab yang muncul. Sehingga Angger segera mendekat, karena ingin berbicara dengan Ibu mertuanya itu.

"Bu Zaenab."

Bi Zaenab membeku melihat kedatangan menantunya. Entah mengapa rasa sakit itu dia rasakan kembali saat melihat wajah Angger.

Angger yang merasa bersalah segera berlutut di depan Bi Zaenab untuk meminta maaf.

"Tolong maafkan saya Bu. Tolong maafkan saya. Saya sudah berbuat tidak adil kepada putri Ibu. Tolong ampuni saya."



Bunga di Dapur Mama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang