Story

185 34 16
                                        

Kini Jiyong dan Seungri duduk bersebelahan di bagian belakang kursi penumpang bis. Tidak terlalu padat, dan mereka saling diam. Pikiran keduanya melayang tidak tahu ke mana. Jiyong menggenggam kantong belanjaan, sementara Seungri meremas-remas tangannya sendiri.

Jiyong mencuri pandang ke arah tangan Seungri yang masih gugup. Jujur saja, dia ingin meraih tangan itu dan menggenggamnya. Hanya sekedar mengurangi rasa panik dan gugupnya. Tapi itu tak mungkin dia lakukan, terlebih di tempat umum.

Lamunan Jiyong terbuyarkan saat bis memberitahukan pemberhentian berikutnya dan itu tujuan mereka. Jiyong menepuk bahu Seungri pelan untuk menyadarkannya dari lamunan. Seungri memang sedikit tersentak saat menyentuhnya.

Mereka berjalan kaki menuju rumah Jiyong yang kebetulan siang itu cukup sepi. Jiyong masih juga didiamkan oleh Seungri atau lebih tepatnya bingung mau bicara apa. Jiyong beranikan diri meraih tangan Seungri saat itu juga. Menggandengnya dengan erat.

Seungri kaget dengan Jiyong yang tiba-tiba menggandeng tangannya. Dia menoleh ke arah Jiyong yang sama sekali tidak melihat ke arahnya, melainkan fokus ke jalanan. Seungri memandanginya heran dan lebih heran lagi Seungri tidak melawan. Jadi, mereka jalan sambil bergandengan tangan hingga tiba di rumah kecil Jiyong.

Di dalam rumah juga tak satu pun yang berbicara. Hanya sibuk memasukkan barang belanjaan pada tempatnya masing-masing. Setelahnya Jiyong pergi mandi sementara Seungri menyiapkan makan malam. Hanya makan malam sederhana saja, ramen. Seungri benar-benar tidak bisa berpikir jernih malam ini. Pikirannya masih kalut dengan kejadian di supermarket. Tindakan Jiyong di luar dugaan saja membuat Seungri terus kepikiran.

Ramen terhidang dan Jiyong juga selesai mandi. Keduanya masih sama, lebih banyak diam daripada berbicara. Hanya suara seruput, sumpit beradu dengan mangkok. Sesekali ngomong random hanya untuk memecah keheningan. Usai makan dan membereskan sisa makan, Jiyong yang membereskan sisa makan mereka. Sedangkan Seungri mandi.

Pukul 9 malam, Seungri duduk termenung di belakang teras rumah Jiyong. Dengan menekuk kedua kakinya hingga menempel di dada. Dia rengkuh kakinya dan menaruh dagu di atas lututnya. Layaknya seorang anak gadis yang sedang melamunkan percintaa. Memikirkan apa yang sudah terjadi selama ini. Apa yang salah darinya? Dia hanya seorang seleberiti, bertugas menghibur juga membuat para penggemarnya tersenyum bahkan ikut bernyanyi saat mendengarkan lagunya. Kenapa dirinya harus menanggung kesalahan yang bahkan dia sendiri tidak pernah merasa melakukan.

Tuk!

Sekaleng bir ditaruh tepat di sebelahnya yang tak lain oleh Jiyong. Seungri melirik sebentar lalu matanya mengarah pada Jiyong yang membuka kaleng bir miliknya sendiri setelahnya dia teguk isinya. Jiyong melirik ke taman kecil di belakang rumahnya. Berantakan. 

"Sepertinya aku harus membereskan rumput dan tanaman liar," ucapnya. Seungri meluruskan pandangannya pada taman yang dimaksud JIyong.

Setelah mengucap seperti itu Jiyong duduk bersila di sebelah Seungri yang kemudian melepaskan pelukan pada kakinya. Dia meluruskan kakinya dan mengambil bir di sebelahnya, Seungri ikut meminumnya. 

"Tidak mau menceritakan sesuatu?" tanya Jiyong tanpa menoleh pada objectnya.

Seungri menoleh, "Hum? Cerita apa?"

"Tentang tadi," Jiyong menoleh dan tersenyum, "itupun kalau kau mau."

Jiyong kembali meminum birnya sambil melihat lurus ke depan. Seungri memandangi pria yang lebih tua dua tahun darinya sejenak. Ada perasaan aneh ketika dia memandangi Jiyong dalam diam. Dia juga menimbang perlukah dirinya terbuka dengan Jiyong, karena faktanya Jiyong telah menolong Seungri saat dia kesusahan menghadapi mereka yang terus mencari tahu dirinya. Kemudian, Seungri juga memandang lurus dan menenggak bir sebelum mulai bercerita.

Hug and Love Me MoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang