Siswa itu tergeletak lemas di kursi panjang di pojok ruang tamu BK yang dikelilingi oleh lemari arsip sebagai divider dengan meja staff dan meja konseling.
Well, ini bukan pertama kalinya siswa itu berada di sini. Guru dan staff BK bahkan sudah tak kaget jika siswa itu datang dengan kehebohan teman-teman yang membopong tubuhnya.
Saking sudah terbiasanya, mereka tidak menggubris dan hanya bertanya seperlunya saja kecuali satu guru yang selalu menangani siswa ini.
"Gimana keadaannya, Ka? Udah mulai mendingan?" Tanya sang guru sambil menyentuh kening Taksaka, memastikan suhu tubuh muridnya itu sudah kembali normal.
"Udah kayaknya, Mom." Saka menerima air minum yang Mama nya beri dengan senyum tipis namun tulus diwajah pucatnya.
"Ini udah terlalu sering, Ka. Ada obat yang harus kamu minum ga sih kalau kayak gini?" Tanya guru BK bernama Jenny itu serius. Ia khawatir pada putra dari sahabatnya ini. Entah kenapa feeling (firasat) nya sebagai seorang ibu selalu merasa terusik tiap kali melihat sahabat putranya ini. Namun Saka, yang dikhawatirkan, hanya terkekeh sambil menggelengkan kepala.
Taksaka namanya. Taksaka Giovano. Putra bungsu dari pasangan Rosabelle dan Zafran Dewangga. Memiliki satu Kakak bernama Mikael yang Saka panggil Abang.
"Mom nelpon Mama kesini?" Tanya Saka yang Jenny jawab dengan anggukan kepala. Tangan Jenny terulur untuk membantu Saka duduk. "Terus Mom bilang apa aja?"
Sambil melepas dasi yang sudah terurai di leher Saka, Jenny menjawab. "Ya Mom bilang aja keadaan kamu gimana. Dan sekarang Mama kamu mungkin udah di jalan mau kesini."
Saka menghela nafas. Mamanya pasti khawatir. Semoga Mama tidak mengebut di jalan ataupun meminta supir mereka untuk mengebut agar cepat sampai sekolah.
"Papa tahu?" Saka bertanya khawatir. Ayahnya itu pasti akan bertindak berlebihan dan akan membawanya untuk melakukan checkup menyeluruh. Saka tak mau ke rumah sakit. Terlebih untuk melakukan medical checkup.
Medical checkup adalah hal paling mengerikan untuk Saka. Karena terakhir kali Saka checkup, nyawanya terancam karena hasil pemeriksaan itu.
Saka tahu ada yang salah dengan tubuhnya. Saka takut kalau keadaannya saat ini adalah lanjutan dari asil check up tahun lalu yang ternyata datang kembali. Pun dia tak ingin membuat khawatir keluarganya.
Menyimpan ketakutan dan rasa sakit yang mulai muncul sendiri dalam diam.
Selain itu, Rumah sakit menyeramkan karena seolah banyak malaikat pencabut nyawa berpangkal disana.
Jangan lupakan betapa membosankan dan menyebalkan tempat itu karena makanannya yang tak sama sekali enak. Sungguh, Saka heran. Bagaimana mereka berharap makanan yang mereka sediakan dimakan habis oleh pasien ketika rasanya hambar? Membayangkannya saja Saka mual. Atau setidaknya apakah mereka tidak bisa hire chef serta ahli gizi yang bisa membuat makanan sedikit lebih berasa?
Eh? Nanti kalau makanan dan suasananya menyenangkan, malah makin banyak pasien yang sukarela datang. Oke. Biarkan makanannya hambar kalau begitu.
Mari lupakan curhatan Saka akan Rumah Sakit. Karena lamunannya teralihkan dengan wanita berambut blonde bergelombang yang diikat rendah satu kebelakang dalam balutan blouse putih dengan rok selutut bermotif bunga yang nampak begitu elegan.
Suara ketukan heels yang ia pakai terdengar begitu langkahnya dipercepat untuk memeluk putra bungsunya erat. Pertanyaan penuh khawatir terlontar dari bibirnya yang terbalut dalam lipstik satin berwarna nude. "Kamu kenapa, nak? Mama khawatir, tau ga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, goodbye!
Romance"Aku ingin hidup." -Taksaka Giovano "Aku ingin mati." -Iris