H,G! | 17. Pelangi Yang Pudar

463 94 12
                                    

Kalut. Itulah yang Iris rasakan ketika mendapati Saka tak masuk karena alasan sakit. Keluarga Saka tak lagi berada di rumahnya. Dan penjaga rumah menolak memberi tahu dimana Tuannya di rawat.

"Tuan Saka collapse, jadi dia dibawa langsung ke Rumah Sakit kemarin malam." Begitulah keterangan Security rumah Dewangga.

Dan salah satu ART yang baru saja dipekerjakan karena Nyonya Rumah yang terlalu lemah untuk bangkit setelah mengetahui keadaan putra bungsunya, menangis ketika di tanya apa yang terjadi oleh sahabat Saka.

Keadaan rumah kacau, katanya. Saka yang mimisan parah dengan nyeri di perut yang tak tertahankan akhirnya pingsan saat rasa sakit itu tak lagi tertahankan.

Kepala keluarga Dewangga dibuat hampir mati karena istrinya juga ikut pingsan melihat putranya tak sadarkan diri.

Tangan Iris terkepal erat saat hujan masih mengguyur di luar Rumah tanpa ada niatan berhenti. Membiarkan kegamangannya ditemanioleh suara atap yang terhantam ribuan bulir air dari awan.

Ia tak sekolah hari ini. Yang ada di otaknya adalah merealisasikan apa yang sudah ia rencanakan sejak berumur sebelas tahun tepat ketika melihat Bik Inah menghembuskan nafas terakhir di hadapannya.

Rasanya....

Iris bahkan tidak tahu dan tidak mengerti bagaimana enjelaskan apa yang ia rasakan. Rasanya kosong namun menyakitkan. Tapi sakit yang ia rasakan untuk waku yang lama ini sudah membuatnya kebas. Karenanya tak ada airmata yang bisa ia tumpahkan. Hari ini, Iris hanya ingin menyelesaikan semua rasa sakit yang ia rasakan sebelum semuanya terlambat dan semakin banyak orang berkorban untuknya.

"Aku meminta-Mu tidak mengganggu Saka, Tuhan.. Aku hanya meminta waktu sebentar untuk mengucap perpisahan. Nampaknya Anda tak sesabar yang aku kira. Kau tak sabar menungguku disiksa di neraka rupanya..."

Matanya menyorot tajam pada satu objek simbol religius yang berada di atas meja belajarnya. Sudah. Iris sudah mengucap selamat tinggal pada setiap orang yang ia kenal. Ia sudah memohon maaf atas sikapnya selama ini.

Iris tidak perlu menunggu waktu lebih lama lagi sedangkan ada nyawa Saka yang di taruhkan.

Menyeret langkahnya untuk merealisasikan rencana yang terancang apik di benak, Iris keluar kamar sambil menggenggam surat yang Ibu kandungnya tulis.

Menuju dapur untuk mengambil pisau yang baru saja ia beli lalu melanjutkan langkahnya ke arah kamar orangtuanya. Menurut info yang ia ketahui, disinilah pria bejad itu melecehkan ibunya.

Disinilah awal mula ia tercipta. Manusia yang lahir sebagai dosa hanya memberi kesialan pada manusia di dunia.

Tak ada keraguan dalam diri Iris ketika ia mengisi bathtub putih itu hingga penuh. Matanya kosong dengan genangan airmata yang sudah menganak sungai. Mencoba mengingat Saka dan memori indah yang pria itu ciptakan bersamanya.

Perlahan ia mengisi bathtub yang sudah penuh itu. Membuat sebagian airnya meluber keluar dari tub akibat hukum archemedes yang berlaku. Lalu ia angkat tangannya juga pisau yang siap menjembataninya menghampiri kematian.

"Aku sudah siap pergi. Jangan sakiti Saka lagi." Lirihnya dengan darah mulai menetes menyatu dengan air di bath tub. Tak ada airmata untuk mengakhiri semuanya. Jadi di wajah pucat itu ada senyum tipis yang tak sama sekali cerah bagaikan pelangi. "Aku datang, Ma... Iris datang..."

***

"Lho kok lo masuk?! Lo udah sembuh?!" Seru sahabat Saka melihat pria itu datang ke Sekolah di jam yang hampir siang.

Saka menjawab dengan anggukan kepala. Ia tak datang untuk kembali bersekolah. Ia dan keluarganya datang untuk memberitahukan kalau ia tak akan datang lagi kesini untuk jaga-jaga kalau ia kalah berperang nanti.

Hello, goodbye!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang