Tangan itu masih tertaut erat. Karena baik si pria ataupun wanita tak berniat melepaskan genggamannya. Tawa mengudara lepas di bibir si gadis usai mendengar cerita dari pria yang ia cinta.
"Seriusan, Ai.. Aku taruhan jadi juara 1 dengan imbalan buah premium dari Abang Mikael. Aku ga bohong, sumpah!"
Iris dan Saka kini berada di salah satu pusat perbelanjaan. Tepatnya di fruit and veggies isle untuk membeli pesanan Mama.
"Aku percaya kok." Ujar Iris masih dengan wajah memerahnya.
"Berati kesalahpahamannya selesai, kan?" Saka memastikan.
"Iya, Saka.... Sekarang kamu kasih tau aku apa aja pesanan Mama yang harus kita beli."
Meski belum sepenuhnya puas menjelaskan dan meyakinkan, Saka memilih pasrah saja dan memperlihatkan list belanjaan dari sang Ibu.
Iris memperhatikan list itu secara seksama. Lalu memperhatikan sekitar untuk mencari keberadaan barangnya.
Pertama-tama yang ada didekat mereka adalah buah-buahan. "Apelnya beli berapa, Ka?" Tanya Iris.
"Yang banyak." Saka menjawab seadanya. Ia juga tak tahu sebenarnya. Dan sekarang si bungsu Dewangga itu tengah sibuk memilih buah favoritnya yakni, Melon.
"Ya banyaknya itu segimana, ganteeng?" Tanya Iris geram. Duh, kalau Iris masih dalam mode ratu es, sudah pasti kepala Saka akan mendapat satu sapuan dahsyat dari tangan magis Iris.
Saka nampak berpikir walau tak serius. Tolong maklumi saja. Dia memang seperti itu jika berjumpa dengan buah. "Ehm... Pokoknya cukup buat dimakan 24 orang."
"Apelnya mau apel apa? Fuji, malang atau washington?" Iris kembali bertanya pada Saka yang masih fokus pada melon. Padahal melon tak ada di list pesanan.
"Fuji sama malang aja." Ia suka kedua rasa apel itu yang tak melulu manis. Juga aromanya yang khas serta teksturnya yang benar-benar membuat susah terlupa.
Iris mulai mengisi kereta belanjaan dan membiarkan Saka masih fokus pada melonnya.
"Anggurnya mau beli anggur apa, Ka? Ini cuma ada anggur black panther, dixon sama baikonur aja." Iris kembali bertanya. Tapi yang di tanya hanya diam. Padahal jarak mereka tak terlalu jauh. Jadi Iris berbalik untuk memastikan. "Saka?"
Iris melihat Saka segera berbalik dengan ekspresi kaget yang begitu ketara.
Namun yang membuat Iris khawatir adalah wajah Saka yang pucat pasi. "Ka? Kamu... pucat. Kamu gapapa?"
Saka menjawab dengan senyum simpul lalu anggukkan. "Aku ke kamar mandi sebentar, ya?"
"Aku anter-"
"Jangan! Kamu cari pesanan Mama aja. Aku ga akan lama."
Saka berlalu meninggalkan Iris yang terpaku di tempat.
Jantungnya kali ini bertalu tak karuan seperti saat Saka menciumnya tadi. Perbedaannya adalah debar saat di ruang tamu keluarga Hartono itu terasa menyenangkan. Sedangkan debar yang Iris rasakan kini terasa janggal karena di sertai khawatir dan takut yang entah kenapa ikut menyusup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, goodbye!
Romance"Aku ingin hidup." -Taksaka Giovano "Aku ingin mati." -Iris