"Kamu ingat?" Tanya Iris yang tengah bernostalgia akan kejadian yang pernah ia dan Saka lewati. Kejadian indah penuh makna di Pasar Malam yang Iris angga sebagai kencan pertama mereka.
"Ingat." Suara berat bervolume kecil itu terdengar dari Saka dengan senyum lebar yang terpatri di bibirnya yang tak lagi memerah melainkan sedikit biru.
"Nanti kamu harus bawa aku kesana lagi, oke?" Ujar Iris antusias sambil mengangkat jari kelingkingnya ke hadapan Saka. Pura-pura sebenarnya. Keadaan Saka.... Tak kunjung membaik. "Makanya kamu harus sembuh." Iris menahan suaranya agar tidak bergetar. Pun ia tak menoleh pada Saka berusaha menghalau matanya yang mulai berembun.
Yang tak Iris ketahui adalah, senyum di wajah sang pria memudar. Juga tak kunjung membalas tautan jari kelingking yang Iris ajukan. Tapi tangan yang kesulitan memegang sendok sekalipun itu terangkat untuk melingkupi jemari Iris dalam genggamannya. "Aku cinta kamu, Ai."
Sangat....
Iris menggigit bibirnya keras. Mengendalikan emosi yang tak boleh menunjukkan sedkitpun kesedihan pada kekasih hatinya. "Aku cinta kamu juga, Saka." Kembali saling berbagi senyum ketika kedua netra mereka bertemu, Iris mengalihkan atensinya ke arah jemari mereka yang bertautan. "Nanti kita kesana wajib banget masuk ke rumah hantu. Aku juga penasaran tong setan isinya gimana. Apa kita harus bawa temen-temen aneh kamu ya? Biar rame? Kamu setuju?"
Suara tawa yang tadinya menemani cerita yang sedang Iris dongengkan tentang kenangan yang pernah terjadi sebelumnya perlahan menghilang. Iris menoleh pada prianya yang kembali memejamkan mata.
Harusnya Iris tidak panik.
Ia harusnya sudah terbiasa.
Tapi kali ini berbeda.
Saka tidak hanya memejamkan mata. Namun juga darah yang mengalir deras dari hidungnya mengisi rongga nassal oxygen cannula yang ia pakai.
"Saka..." Lirih Iris. Dengan gemetar, tangannya memencet tombol emergency untuk memanggil dokter.
"Mama!! Bang Mikael!! Om Zafran, Tolong!!" Teriak Iris panik. Dan di detik kemudian pintu ruangan yang tertutup dibuka paksa. Dan tiga orang yang Iris panggil memberondong masuk hanya untuk sama tecengangnya dengan apa yang mereka lihat.
"Iris, Saka..." Rosabelle mengerjapkan mata beberapakali. Tubuhnya ringan dengan detak jantung yang terjeda cukup lama melihat keadaan putranya. Tak satu tanyapun mampu ia utarakan.
"Kita harus ke ruang operasi sekarang!" Seru dokter yang baru saja datang dan memeriksa keadaan Saka.Lalu beberpa perawat mulai heboh melepas setiap alat medis yang menempel di tubuh ringkih Saka sampai akhirnya brangkar tempat Saka terbaring di dorong secara tergesa keluar dari ruangan.
Meninggalkan Iris yang terpaku di tempat. Terlalu kaget untuk bahkan mencerna apapun yang terjadi. Hingga tarikan di tangannya ia rasa. Mikael menarik tubuhnya mengikuti Zafran dan Rosabelle yang sudah terlebih dahulu pergi.
***
Di depan ruang operasi, Iris melihat hanya ada Rosabelle dan Zafran disana. Wajah keduanya yang layu semakin pucat. Gurat ketakutan tak bisa lagi di sembunyikan. Jejak airmata di wajah mereka masih terlihat jelas.
Iris tidak suka waktu seperti ini datang. Selama menemani Saka sakit, tak sekali dua kali pria itu masuk ke ruang dimana para ahli bedah dan dokter lain menunjukkan kelihaiannya dalam menangani suatu pasien.
Dan rasanya tetap sama. Iris membenci apa yang tengah ia rasakan. Degup ketakutan yang jantung talu denan gema yang membuat sekujur tubuh gemetar. Desir darah yang mengalir memastikan rasa takut ada di setiap jengkal tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, goodbye!
Romansa"Aku ingin hidup." -Taksaka Giovano "Aku ingin mati." -Iris