20. DILEMA

14 15 22
                                    

Cuaca hari senin pagi sangat menyejukkan, embusan angin menyibak setiap dedaunan yang hijau, menerbangkan dedaunan kering, begitu debu jalanan.

Arham dan Albab sudah berangkat sepagi ini,  mereka tak saling bicara, tak juga saling senyum sapa.

Arham tahu, Albab marah kepadanya soal semalam, Arham juga memikirkan bagaimana dan entah kenapa ia bisa menyukai Disa, orang yang saudaranya juga menyukainya.

"Al," Panggil Arham lirih.

"Hemm," Albab hanya mendengung sesaat.

"Loe..."

"Udah sampai, gue turun dulu." Albab menyela ucapan Arham.

Kebetulan juga sekolah Albab sudah terlihat didepan mata, hingga Albab bisa menghidari perkataan Arham, mungkin juga akan membuat Albab tak bisa berkata lagi.

Disa sudah berada di koridor kelas, duduk sendiri merenung dengan sepi.

Arham melihat dari kejauhan saat Albab sudah hampir sampai dikelasnya.

"KAK ALBAB!" teriak Disa memanggil nama Albab.

Albab hanya menoleh, wajah dingin ia nampakkan,  untuk menghindari keinginan hatinya untuk mengatakan sejujurnya.

"Bisa bicara sebentar?"

"Bisa," Albab menyaku tangan di jas hitamnya.

"Aku tahu kakak marah sama aku, tapi apa Kak  Arham baik-baik saja?" Tanya Disa ragu.

"Tanya aja sama orangnya." Ketus Albab, ia ingin segera berlalu dari hadapan Disa.

"Kak Arham?" Disa melihat Arham berjalan kearahnya.

"Syukurlah Kak  Arham udah membaik," senyum Disa mengembang.

Suasana sekolah sudah sedikit ramai karena memang sudah jamnya, ketertiban yang harus ditaati disekolah Albab adalah jangan terlambat masuk sekolah, kemungkinan masuk sekolah pukul 06:25 harus sudah sampai tapi hari ini Albab dan Disa berangkat lebih awal karena sebuah rencana.

"Boleh jujur sekarang?" tanya Arham.

Albab berdiri membelakangi mereka hanya mematung dia mendengarkan.

"Kak Albab, Disa tahu kita selalu sama-sama, dan Kak Arham aku tahu kita baru kenal tapi Disa merasa begitu menyukai kamu kak." Disa menunduk.

"Tatap mata gue Dis, tatap mata gue!" Arham memegang tangan Disa untuk meminta Disa menatapnya sekali saja.

"Sudahlah Dis, jangan lihat seberapa dekat kita tapi kejamkan mata dan lihatlah apa isi hati kita, loe gak bisa menyangkal lagi dan gue ikhlas untuk semua kejujuran ini." Albab menoleh menatap Disa.

"Al, biarkan Disa bicara."

"Gue tahu Ham,  Disa akan lebih memilih loe dibanding gue, gue ikhlas lihat loe berdua jadian, oke mulai sekarang gue gak akan ganggu Disa lagi." Albab jalan menjauh.

"Kak Albab!" Disa hendak melangkah membuntuti Albab.

"Udah Disa, loe gak denger Albab ngomong apa, sekarang loe masuk kelas gue juga mau kesekolah, nanti gue whatsapp loe jam istirahat."

PRAHARA CINTA ALBAB (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang