TiMar-5

985 69 5
                                    

(5)

Selama dalam perjalanan, seperti biasa suasana tenang dan hening terasa, membuat Maria bosan dan ingin rasanya meminta si manusia kulkas ini memutar balik agar ia bisa pulang dan tidur. Setidaknya itu pilihan terbaik daripada hanya berdiam diri di mobil ini.

"Hm, kita mau kemana ya Pak?" Tanya Maria mencoba membuka percakapan. Namun lagi-lagi hanya diam yang ia terima.

"Mendingan tadi gue tidur aja di rumah." Gerutunya berbisik membuat Tirta melirik ke arahnya dan secepat kilat pria itu memutar balik mobilnya hingga Maria terkejut dan memekik.

"Auwh! Bapak apa-apaan sih!? Kalau mau belok pelan-pelan kenapa sih!?" Omel Maria padanya sambil berpegangan.

Maria kebingungan saat melihat mobil mereka berbalik arah dan semakin bingung saat Tirta mengambil arah menuju rumah gadis itu.

"Loh-loh-loh! I-ini kan jalan kerumah Saya. Kok kita balik lagi, ada yang ketinggalan??" Tanyanya lebih kepada dirinya sendiri karena ia sambil mengingat apa yang ketinggalan.

Karena perjalanan belum terlalu jauh dari rumah Maria, jadi hanya beberapa menit saja mobil yang mereka naiki tiba di halaman rumah Maria yang memang tidak ada pagar itu, tepat di depan garasi.

"Turun." Ujar Tirta dingin tanpa menoleh kearahnya.

"Pak, Bapak baik-baik aja? Ada yang ketinggalan disini?" Tanya gadis itu.

"Turun Maria!" Kembali Tirta berucap kali ini dengan tegas hingga mau tak mau Maria menurutinya meski kesal.

Tanpa menunggu ucapan dari Tirta lagi, Maria merogoh tas kecilnya guna mengambil kunci dan membuka rumah lalu masuk dengan kesal. Saat hendak berbalik menutup pintu ia di kejutkan dengan kehadiran Tirta di belakangnya yang menutup pintu bahkan menguncinya.

Belum sempat Maria berucap, Tirta membungkam mulutnya dengan ciuman yang brutal.

"Mmmpphhh!! Pak-mmmppphh!!" Suaranya kembali terbungkam kala Tirta melesakkan lidahnya dan mengajaknya bertaut.

Maria berusaha memberontak dengan mendorong tubuh tinggi tegap itu, namun yang terjadi malah Tirta membalikkan keadaan dan mendorong tubuh gadis itu ke balik pintu dengan satu tangan menahan tengkuknya dan satu tangan menarik pinggang Maria agar semakin merapat padanya.

Maria menepuk bahu Tirta saat merasakan sesak dan dengan cepat Tirta melepas tautan mereka. Napas keduanya tersengal seolah oksigen di sekitarnya menipis.

"Bapak apa-apaan sih main nyosor aja kayak bebek. Emang Saya potong bebek angsa masak di kuali Nona minta dansa dansa empat kali???" Sembur Maria yang malah menirukan sebuah lirik lagu anak-anak.

Tirta mengernyitkan dahinya bingung mendengar ucapan Maria yang seperti menyanyikan lagu anak dalam versi rap.

"Ditanya malah bengong! Makanya jangan kebanyakan diem jadi bingung sendiri kan!? Sekarang mendingan Bapak pulang aja deh kalo emang gak jadi pergi! Capek Saya hadapin Bapak kalo kayak gini, gak jelas!!" Sembur lagi Maria yang emosi dengan kelakuan anak bos-nya yang susah di tebak itu.

Namun saat mendengar Maria seolah mengusir dirinya, egonya sebagai lelaki terusik dan dengan cepat ia kembali mendaratkan ciuman di bibir gadis itu yang sedikit membengkak akibat ulahnya tadi.

Terkejut, Maria mendorong dan tanpa sadar menampar wajah Tirta dengan keras hingga wajah pria itu tertoleh ke samping.

Seolah tersadar dengan apa yang telah ia lakukan, Tirta menatap Maria dengan tatapan yang sulit di artikan. Lalu ia berlalu dan duduk di sofa.

"Cepat kamu ganti baju kamu sebelum Saya mulai menerkam kamu lagi!" Ucapnya tegas dengan menyandarkan kepalanya di kepala sofa.

Tanpa berpikir dua kali, Maria segera melesat ke kamarnya dan mengganti bajunya. Ia memilih dress panjang dengan motif bunga lengan panjang.

Merasa seseorang menghampirinya, Tirta mendongak dan mendengus saat melihat tampilan baru Maria.
Ia teringat ucapan Vita saat mengatakan jika sebaiknya dirinya membelikan Maria baju gamis saja.

"Begini lebih baik." Ujarnya dan menarik tangan Maria, namun gadis itu menarik kembali tangan yang tergenggam oleh Tirta, membuat Tirta menoleh padanya.

"Maaf, Saya gak jadi ikut temani Bapak. Saya mau istirahat aja, capek." Ucapnya ketus. Mendengar itu, Tirta menganggukkan kepalanya dan merogoh ponselnya mencoba menghubungi seseorang. Maria mengambil kesempatan itu untuk berlalu ke dapur guna mengambil minum.

Sejujurnya jantungnya berdebar dengan keras. Meski bukan ciuman pertamanya, namun ciuman tadi adalah yang pertama setelah ia putus dengan kekasihnya 3 tahun lalu.

Maria hampir saja tersedak saat lengan Tirta memeluknya dari belakang, semakin terkejut saat pria itu merebahkan kepalanya di bahu kecilnya.

"Sebentar saja." Ucapnya berbisik dan gadis memilih membiarkan. Selang beberapa menit Maria menggerakkan bahunya pelan tanda ia lelah berdiri.

Perlahan, Tirta membalikkan tubuh itu hingga menghadapnya. Tirta memeluk sebentar tubuh Maria lalu melepaskan dan mengecup lembut kening Maria, membuat gadis itu menutup matanya dan kembali membuka matanya saat merasakan kecupan lembut di bibirnya.

Mata keduanya saling bertatapan sambil Tirta melumat pelan bibir yang telah menjadi candu untuknya itu. Setelahnya ia menyatukan kedua kening mereka dan berucap, "Mine."
Dan kembali mendaratkan kecupan di kening Maria.

"Masuklah ke kamar, istirahat. Saya akan jaga disini." Ujarnya lalu beranjak menuju sofa dan merebahkan dirinya.

Maria terdiam dengan semua kejadian barusan. Ia berpikir apakah dirinya sedang bermimpi apa tidak?

Namun kecupan di bibirnya masih terasa dan berarti semua itu bukan mimpi. Dengan langkah terburu ia memasuki kamar dan mengunci pintunya.
Mencoba memejamkan mata namun ia teringat jika Tirta tidur di sofa tanpa bantal dan selimut. Kembali ia keluar membawa bantal dan juga selimut untuk Tirta.

"Pak. Bapak menginap disini?" Tanya Maria sambil memberikan bantal dan selimut.

"Kenapa, gak boleh?"

"Ya gimana, kan Saya perempuan hidup sendiri disini. Kalau Bapak menginap disini dan ada yang tau kan gak enak."

"Bilang aja Saya calon suami kamu. Atau sekalian aja bilang suami kamu."

"Ih mana bisa begitu! Bapak aja gak ada omongan apa-apa sama Saya, lamar Saya aja gak ada sok-sokan ngaku jadi suami Saya." Protesnya lagi merengut dan tanpa bisa di elak, Tirta menarik lengan Maria hingga gadis itu terjatuh dan Tirta membalik tubuh keduanya dan jadilah Maria dibawah tubuhnya.

"Kalau begitu kita jadikan malam ini sebagai malam kita sebagai suami dan istri." Bisik Tirta di telinganya sambil mengecup leher Maria dan meninggalkan jejak merah di sana.

Dengan cekatan Tirta menggendong Maria menuju kamar gadis itu dan membaringkan tubuh keduanya.
Setelahnya ia menarik selimut guna menutupi tubuh Maria dan ia beranjak bangkit dan keluar kamar.

Tanpa sadar Maria menghela napasnya seolah terlepas sebagai 'mangsa' dan menuruti tubuhnya yang lelah akhirnya matanya pun terpejam.

Sementara diluar, Tirta mati-matian menahan gairahnya yang tiba-tiba menggeliat. Ia memilih memejamkan matanya dan mencoba menurunkan gairahnya dengan tidur meski sulit karena bayangan Maria juga lembut bibirnya masih terasa.






* * * * *


Tbc.





Up lagi sebagai ganti hibernasi ku selama ini😅😅





* * * * *







03032022

Tirta-Maria (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang