TiMar-12

601 53 2
                                    

Sejak awal Tirta tidak ingin membawa Maria bertemu keluarga Hadibawono, namun perintah sang Ayah tak dapat ia elakkan begitu saja. Dan kini, di sinilah mereka berada. Di kediaman keluarga Hadibawono.

Tirta meraih kembali jemari sang istri dan menggenggamnya erat ketika merasakan pergerakan dari Maria yang ingin kembali melepaskan tangannya.

Tirta berdehem dan kembali mengenalkan siapa Maria pada sang kepala suku. Namun ucapan Maria yang mengaku dirinya hanyalah sekretaris Tirta, membuat Tirta menatapnya geram.

Tirta menekan jemari lentik yang berada di genggamannya itu. Eyang Tomo hanya mengangguk. Sadar ada yang tak biasa dengan cucunya.

Lagi dan lagi, Maria mencoba menarik tangannya dari genggaman tangan Tirta. Ia merasa tak nyaman dengan keadaan ini. Terlebih lagi saat ada seorang wanita yang datang mengaku sebagai calon istri dari suaminya.

Seolah menyadarkan dirinya yang di nikahi Tirta hanya karena sebuah perbuatan tanggung jawab, bukan karena ingin menikahinya.

Tak lama seorang pria bule tampan datang menghampiri mereka dan mengiterupsi. Bahkan pria itu tak segan memukul kecil kepala pria muda tadi.

"Jangan dengarkan dia." Ujarnya dengan logat bulenya yang kental namun fasih mengucapkan kalimat bahasa Indonesia.

"Perkenalkan, Saya Andrew Smith suami dari Saraswati." Ucapnya lagi mengenalkan dirinya pada Tirta dan Maria.

Diam-diam Maria menghela napas lega, asumsinya salah.

Saras dan Dimas tergelak saat melihat reaksi Tirta dan Maria. Mereka sengaja mengerjai Tirta, karena penasaran siapa wanita yang di gandengnya. Karena Tirta tak pernah membawa wanita manapun di setiap acara keluarga besar mereka.

"Tenang aja Mas, aku udah bosen ngejar kamu tapi kamunya cuek aja. Jadi aku berpaling deh sama Andrew. Iyakan, Baby?" Ucapnya manja pada suami bulenya yang di amini oleh Andrew.

Tak lama Kusuma datang menghampiri mereka, menepuk bahu Tirta seolah sebuah kode dan menyentil kening Maria di hadapan semua orang. Mereka yang melihat aksi Kusuma sebagian ada yang terkejut, terkekeh, dan sebagiannya lagi saling berbisik.

"Ikut Papa dan Eyang ke dalam. Biarkan Maria disini, Mamamu yang akan menemaninya." Ucap Kusuma dan tak lama Aryani datang menghampiri dan menggandeng tangan Maria. Sadar tak ada celah untuk mengelak, akhirnya Tirta manut ikut sang ayah.

"Sayang, apakabarnya? Mama kangen loh. Udah sebulan kamu cuti tapi gak pernah kunjungi Mama." Seru Aryani pada Maria dan memeluk wanita itu sayang.

"Jangan panggil Ibu atau Nyonya Bos disini. Panggil Mama." Bisik Aryani saat ia memeluk erat Maria lalu melepaskan diri sambil tersenyum senang.

"Ma-maaf Ma. Maria cuti dadakan kemarin." Jawab Maria terbata mengikuti arahan Aryani.

"Tante kenal banget ya sama sekretarisnya mas Tirta?" Tanya salah satu dari mereka yang tadi berbisik sejak awal kedatangan Maria dan Tirta.

"Kenal dong, banget malah. Ya kan Sayang." Jawab Aryani mengedipkan matanya. Membuat Maria menunduk malu.

"Jangan pernah biarkan kepalamu tertunduk itu akan menandakan kamu lemah. Seorang Hadibawono tidak ada yang lemah!!" Tegas Aryani menaikkan dagu Maria dengan telunjuknya. Seolah menandakan jika wanita muda di hadapannya ini jugalah seorang Hadibawono.

Bisik-bisik semakin terdengar jelas bahkan ada yang terang-terangan menanyakan hubungannya dengan Tirta.

"Emang dia siapa, Yan? Kenapa kamu bilang begitu?"

"Ada yang kalian sembunyikan dari kami?"

Pertanyaan demi pertanyaan terus berdatangan seolah menyerang Maria dan Aryani.

Tirta-Maria (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang