TiMar-4

987 65 4
                                    

Aku mau jelasin meski ini sequel dr CLBK tp bukan berarti cerita atau dialog dr situ akan muncul ya, tp beberapa karakter dr sana mungkin akan jadi bintang tamu atau cameo aja.

Jadi, jangan berpatokan dr cerita lalu. Karena ini aku buat khusus utk dua love bird ini.

Yuk cekidot😄

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

Hari pun berlalu, penyambutan Banyu sebagai penerus Kusuma Wardhana pun telah lewat. Namun bukan berarti kehadiran Tirtayasa di perusahaan itu selesai.

Justru lelaki dingin, kaku namun juga menyeramkan menurut Maria itu malah semakin sering seliweran di kantor. Entah ada keperluan apa, karena tak ada instruksi lanjut dari Bos Besar.

"Jadwal Saya hari ini apa, Maria?" Tanya Kusuma padanya.

"Jadwal Bapak hari ini free dari pertemuan. Jadi Bapak bisa makan siang tepat waktu dan pulang lebih awal." Jawabnya setelah membacakan jadwal si bos besar.

"Hahaha! Syukurlah tidak ada pertemuan hari ini. Jadi kamu bersedia kan kencan dengan Saya?" Ujar Kusuma padanya.

"Siap bersedia. Kapan lagi kencan sama big bos."

"Bagus. Tolong kamu pesankan tempat untuk 6 orang ya. Kita makan siang bersama."

"Kok 6 orang, Pak? Bukan 4 orang?" Tanya Maria. Ia berpikir siapa saja yang akan ikut makan siang bersama hari ini.

"Iya 6, barusan Tirta ajak makan siang bersama. Oh ya reservasi atas nama Tirta aja ya. Hari ini dia yang traktir katanya." Seru Kusuma lagi sambil mengerlingkan sebelah matanya. Dan Maria tertawa melihat itu.

Bagi Maria, Kusuma bukan sekedar pemimpin di perusahaan saja. Tapi beliau sudah seperti Ayah baginya. Itulah sebabnya ia merasa nyaman bekerja bersama Kusuma di perusahaan ini. Meski banyak suara sumbang yang menggosipkannya sebagai simpanan Kusuma. Namun hal itu hanya di tanggapi dengan senyuman olehnya.

"Markonah! Makan siang bareng yuk." Seru Elmira padanya saat jam makan siang hampir tiba.

"Duh sorry El. Gue udah ada kencan sama big boss." Jawabnya sengaja mengencangkan dan menekankan suaranya agar terdengar oleh yang lainnya.

Tak ayal ucapannya itu mengundang pandangan menilai dan juga bisikan dari karyawan lainnya. Elmira yang paham segera menimpali.

"Wah tangkapan besar nih! Ajak-ajaklah." Sahut Elmira menimpali.

"Sip! Pokoknya lu baik-baik aja sama gue, di jamin aman!" Jawabnya lagi dan mereka tertawa.

Hal itu mengundang dengungan suara lebah di sekitarnya. Apalagi setelah berkata seperti itu, Kusuma keluar dari ruangannya dan mengasongkan tangannya. Dengan senang hati Maria mengaitkan tangan di lengan Kusuma dan bermanja ria.

"Gadisku sudah lapar rupanya." Ujar Kusuma sembari menepuk punggung tangan Maria.

"Iya, lapar banget Pak. Sampai rasanya mau makan orang!" Jawabnya menatap tajam mereka yang mencibirnya.

"Hahaha. Baiklah kalau begitu. Ayo kita makan!"

Dan mereka berjalan bersama dan bertemu dengan Banyu juga Elmira. Tepatnya, Banyu yang memaksa Elmira untuk makan bersama.

Sesampainya di restauran yang di pesan Maria, sudah menunggu dua orang lainnya. Tirta dan juga Aryani.

Maria sempat terdiam saat Aryani mengatur posisi duduk mereka. Dengan posisi Aryani-Kusuma, Banyu-Elmira, dan dirinya dengan Tirta, yang duduk berdampingan.

"Hari ini hari yang spesial, karena hari ini hari ulang tahun putra sulung Mama, Tirtayasa Kusuma Wardhana. Selamat ulang tahun Sayang." Ucapan pembuka di ucapkan oleh Aryani yang selalu menyebut dirinya Mama di hadapan Maria dan juga Elmira.

Kata selamat pun di ucapkan bergantian oleh mereka, dan Maria memilih yang terakhir mengucapkannya. Bahkan Tirta tak segan-segan meminta hadiah ulang tahun dari Maria.

Yang malah membuat gadis itu gelagapan karena ia tak mempersiapkan hadiah apapun karena memang tak tahu soal hari ulang tahun Tirta.

"Kalau begitu temani Saya makan malam dengan salah satu kolega Saya." Bisik Tirta padanya. Dan dengan terpaksa ia menyetujuinya. Hal itu diam-diam membuat Tirta tersenyum kecil.

Makan siang selesai dan kini Maria, Elmira, Banyu dan juga Kusuma kembali ke kantor.
Sementara Tirta mengantar sang ibu pulang lalu ia kembali ke kantornya sendiri.

Tirta meminta sekretarisnya untuk membelikan gaun malam yang sesuai dengan kepribadian Maria. Ia mengirimkan foto gadis itu yang di ambilnya diam-diam. Tirta bahkan meminta agar di pilihkan juga aksesoris beserta dalaman yang sesuai dengan gaun malamnya.

Beberapa foto masuk dalam galeri ponselnya, Vita sang sekretaris mengirimkan foto gaun malam yang sesuai dengan kepribadian Maria. Namun semua di tolak dengan alasan terlalu terbuka. Entah itu bagian dada, lengan bahkan punggung.

Dengan santainya Vita mengatakan, "Kalo gak mau yang terbuka beliin gamis aja Pak. Udah pasti tertutup dari atas sampai bawah, depan sampai belakang. Sekalian cadarnya biar gak keliatan wajahnya." Dumel Vita pada bos-nya yang terkenal dingin juga saklek pada wanita.
Menanggapi hal itu Tirta hanya terkekeh kecil dan menyerahkan segalanya pada Vita dengan catatan tidak terbuka.

"Emang siapa sih Pak yang mau di ajak dinner? Calon bubos ya Pak?" Tanya lagi Vita padanya. Tirta hanya mengendikkan bahunya acuh.

"Ish, punya bos begini amat sih! Gak pernah keliatan jalan sama cewek sekalinya ngajak jalan banyak banget aturannya." Lagi-lagi Vita mendumeli Tirta.

"Saya dengar!" Seru Tirta dari belakangnya membuat Vita terkejut.

"Astaga! Ish, si Bapak kalo ngagetin jangan diem-diem dong, bilang-bilang dulu kek!" Ujar Vita yang mengusap dadanya karena kaget.

"Jangan bawel, cepetan cari gaun yang bagus dan kirim ke alamat ini. Tulis juga 'pakai ini' pake huruf besar semua!" Titahnya dan berlalu dari sana.

"Ngedumel lagi gaji kamu Saya potong dan bonus di tunda!" Seruan Tirta membuat Vita gelagapan dan dengan cepat mencari pesanan Tirta.

"Eh iya gak kok Pak! Jangan potong dan tunda ya Pak gaji sama bonus Saya!!" Teriaknya yang hanya di tanggapi lambaian tangan dari Tirta.

Malam menjelang dan acara makan malam hampir tiba. Maria sedang menatap cermin di depannya dengan gaun merah panjang yang begitu indah dan pas di lekukan tubuhnya. Gaun tersebut memiliki belahan sepanjang lututnya dan juga bagian punggung yang sedikit terbuka. Risih dengan pakaiannya ia menambahkan outer berupa cardigan miliknya warna putih gading senada dengan warna clutch bag juga heels yang di berikan beserta gaun, clutch bag, heels, juga dalamannya.

Ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Tirta. Dengan enggan ia menerima panggilan itu dan hanya satu kalimat yang keluar dari mulut Tirta.

"Saya sudah di depan."

Jelas, singkat dan padat. Dengan enggan Maria meraih semua keperluannya dan berjalan keluar menghampiri anak dari bos besarnya.

Tirta yang melihat penampilan Maria terpana, namun ia berhasil menyembunyikan keterpanaannya dengan memasang wajah dingin dan juga juteknya. Tanpa banyak kata ia membukakan pintu mobil dan begitu mereka duduk di dalam mobil tanpa basa basi lagi Tirta melajukan kendaraannya menuju tempat acara.







☆☆☆☆☆

Tbc.

Maaf atas keterlambatanku karena sekolah anakku kembali daring dan aku juga sedang merintis usaha sendiri jadi perhatianku sedikit teralihkan.

Semoga suka dengan alurnya😊

Tirta-Maria (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang