TiMar-6

979 69 2
                                    

(All scene 21+)

¤ ¤ ¤ ¤ ¤

Tirta berusaha menahan gairahnya yang tiba-tiba menggeliat sesaat setelah ia menyentuh Maria. Namun beberapa menit bolak-balik di sofa tetap saja ia tak bisa tenang. Akhirnya ia melangkahkan kaki ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin, berharap gairah itu mereda. Beruntung di dalam kamar mandi itu terdapat handuk baru dan juga bathrobe bersih. Untung saja besok hari Minggu, jadi ia bisa sedikit santai.

Keesokan paginya Maria menggeliatkan tubuhnya namun mendadak ia merasa seluruh tubuhnya kaku dan perutnya terasa berat. Menatap ke arah perut dan terkejut karena sebuah lengan kekar memeluknya dari belakang.

Tanpa mau menoleh ia sudah bisa menduga siapa pemilik tangan itu.

"Selamat pagi." Sapa sebuah suara serak yang terdengar seksi di belakangnya.

"Se-selamat pa-pagi, Pak. Tolong le-lepas tangan Bapak, Saya mau turun."

Namun bukannya melepaskan, justru semakin mengeratkan pelukannya sembari mengecup kecil leher belakang Maria. Maria yang menegang berusaha melepaskan dekapan hangat Tirta sambil matanya memindai tubuhnya. Diam-diam ia menghela napas lega saat melihat pakaiannya masih sama dengan yang semalam ia pakai.

"Pak tolong lepasin!" Pintanya sambil melepaskan tangan Tirta di pinggangnya.

"Jangan gerak-gerak, nanti ada yang bangun. Dan jangan panggil Pak saat kita diluar kantor begini." Ujar Tirta menahan pergerakan Maria yang hampir saja mengenai tubuh bagian sakralnya.

"Lepas dulu tangannya, Pak!"

"Panggil Mas, baru lepas." Ucap Tirta santai sambil menghidu aroma tubuh Maria, memberikan kecupan di lehernya.

"Apaan sih Pa-aah!" Desah Maria saat merasakan hisapan kuat di lehernya.

"Panggil Mas, atau kita gak akan keluar dari kamar ini sampai besok pagi!" Ancam Tirta dengan suara rendahnya.

"Gak mau! Kenapa Saya harus panggil Bapak dengan Mas!?"

Geram dengan penolakan Maria, Tirta membalikkan tubuh gadis itu hingga ia kini berada di atas tubuh sang gadis yang bayangannya belakangan ini selalu menghantuinya.

"Karena kita tidak berada di kantor dan karena kamu sekarang milik Saya!" Ujarnya menahan kedua tangan Maria di atas kepala dan menginvasi leher gadis itu sambil sesekali menekan tubuh bagian bawahnya. Membuat Maria terdiam, paham apa yang baru saja ia rasakan.

Tirta melebarkan kedua kaki Maria dengan sebelah kakinya dan semakin menekan pinggulnya hingga keduanya melenguh saat milik keduanya berada di tempat yang tepat.

"I'm crazy over you Maria. What did you do to me, why I always thinking 'bout you?" Bisiknya bertanya pada Maria dan semakin menggerakkan pinggulnya dengan cepat sampai keduanya mencapai puncak bersama.

Napas keduanya memburu, Tirta mengecup cepat bibir merona milik gadis di bawahnya ini dan kemudian ia merosot ke bawah, masuk ke dalam selimut. Maria yang bingung hendak menanyakan apa yang ingin di lakukan pria itu hingga ia tiba-tiba menjerit dan melenguh.

"Pak, ngapain Bapak ma-aahh!! Pak ja-aah, mph...!" Desahnya tertahan saat ia menyadari apa yang di lakukan Tirta.

Maria bukan anak kemarin sore yang tak paham pada apa yang kini di lakukan oleh putra dari atasannya itu.

Kepalanya menggeleng ke kanan ke kiri, menggigit bibir bawahnya menahan desahannya hingga ia mendesah panjang saat mencapai puncaknya.

"A-aaahh...!!"

Ia pikir segalanya telah berakhir dan memejamkan mata sambil mengatur napasnya. Dan lagi-lagi ia mendelik saat merasakan tusukan di miliknya yang masih basah akibat cairannya tadi.

Tirta menggesekkan miliknya pada milik Maria, merasakan sensasi nikmat yang baru pertama ia rasakan. Sementara Maria hanya bisa terdiam dan mendesah di bawahnya. Ia bahkan tak mampu membuka kedua matanya. Antara malu dan juga nikmat bersamaan.

"Kamu mau lebih atau cukup seperti ini, aah!" Tanya Tirta di sela-sela kegiatannya pada Maria.

Maria yang ditanya tak mampu mengatakan apapun akibat serangan nikmat yang Tirta berikan. Ia menggenggam bantal dan mengangkat pinggulnya saat gelombang itu kembali datang.

"Aa-aahh!!" Desahnya panjang menikmati pelepasan keduanya hingga kembali jatuh lemas.

"Cu-cukup." Lirihnya pada Tirta dan matanya memberat hingga kegelapan menyambut.

¤ ¤ ¤ ¤ ¤

Tirta menundukkan wajahnya dan mengecup kening dan bibir gadis yang hampir saja berubah menjadi wanita.

Wanitanya. Gadisnya. Miliknya.

Tirta turun dari ranjang guna membersihkan diri setelahnya ia memesan makanan melalui aplikasi online. Ia membuat kopi untuknya sambil menonton televisi di ruang tamu itu. Ketika jarum jam menunjukkan pukul 10 pagi barulah gadisnya keluar dari kamar dengan wajah segar.

Aroma lavender tercium saat gadis itu berjalan melewatinya dan dengan cepat Tirta menarik tangan Maria hingga gadis itu jatuh terduduk di pangkuannya.

"Pak, lepasin ih!" Pintanya yang terkejut dan kesal karena ulah pria itu. Sebenarnya dirinya malu bertemu dengan pria ini setelah apa yang terjadi di antara mereka sebelumnya.

"Panggil Mas! Mulai sekarang panggil Mas saat kita sedang berdua!" Geram Tirta saat lagi-lagi ia mendengar kata Pak dari mulut gadisnya.

"Gak mau! Bapak mendingan pulang aja deh, lagian ini hari Minggu waktunya Saya istirahat." Elak Maria lagi. Membuat Tirta menggeram kesal.

"Setelah apa yang kita lakukan dan kamu masih bisa panggil Saya, Pak?? Jangan bikin Saya tertawa Maria!" Tukasnya dingin.

Maria menggigit bibirnya saat tangan Tirta menggoda miliknya di bawah sana. Meski terhalang kain tapi jari lihai Tirta mampu membuat Maria mendesah kecil.

Tirta kembali membaringkan tubuh Maria di sofa menurunkan dalaman gadisnya dan membelai area sensitifnya. Dengan gerakan lihai ia memasukkan jari ke dalam lubang inti dan bergerak menggoda. Membuat Maria mendelik dan mencoba menahan tangan Tirta saat pria itu menggerakkan tangannya keluar masuk di dalam sana.

"Aakh, mmphh." Lenguhnya saat gerakan Tirta menggoda miliknya dan semakin belingsatan ketika ibu jari Tirta menekan daging kecil yang membuat Maria menggelinjang.

"Ja-jangan aah! Oh mmpphh!" Tubuh Maria bergerak gelisah dengan pinggul terangkat saat jari itu semakin bergerak cepat keluar masuk.

"Oh oh ah aah..."

Semakin cepat hingga ia merasakan sesuatu akan meledak dari tubuh. Saat itu Tirta menunduk dan kembali menghisap ketika Maria mencapai pelepasan untuk kesekian kalinya.

Setelahnya ia kembali membawa Maria ke dalam kamar. Melucuti semua pakaian mereka dan tanpa perlu menunggu waktu lebih lama lagi ia menyatukan tubuhnya dengan tubuh gadisnya.

Pekikan kesakitan terdengar dari mulut Maria yang terbungkam bibir Tirta. Airmata mengalir deras dari sudut kedua matanya, merasakan sakit saat miliknya di masuki oleh Tirta.

"Maaf, Saya tak bisa menahannya lagi. Setelah ini kita akan menikah dan kamu akan jadi milik Saya. Selamanya!" Ucapnya dan menggerakkan pinggulnya maju mundur. Maria hanya bisa menganggukkan kepalanya pasrah. Ia sudah tak bisa lagi berpikir untuk menolak atau merima.

Yang ada di kepalanya saat ini adalah, pria di atasnya ini mewujudkan janjinya untuk menikahinya setelah ia merenggut harta miliknya.



¤ ¤ ¤ ¤ ¤




Tbc.

Seperti pembukaan di awal bertuliskan 'all scene 21+' jadi jangan ada lagi yang bertanya kenapa begini kenapa begitu.
Dan kemungkinan typo bertebaran meski sudah di periksa ulang.



Maret 2022.

Tirta-Maria (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang