TiMar-7

1K 62 0
                                    

Sesuai dengan janjinya, Tirta meminta Dani orang kepercayaannya untuk mengurus semua keperluan pernikahan.

Tirta memilih menikahi Maria secara resmi atau melakukan akad nikah di KUA lebih dulu dan hanya di ketahui oleh mereka berdua. Karena pernikahan ini mendadak dan ia tak mungkin mengingkari janjinya.

"Saya sudah perintahkan Dani mengurus surat untuk pernikahan kita. Maaf mendadak seperti ini." Ujarnya pada Maria setelah kegiatan mereka.

"Siapa aja yang tau soal ini?" Tanya Maria yang masih dalam dekapan Tirta.

"Hanya kita berdua. Saya janji akan secepatnya memberitahu yang lain. Tidurlah." Ucapnya lagi dan mengecup pelipis kiri Maria.

"SAH!!"

Akhirnya dua sejoli itu resmi menjadi suami istri, meski hanya di hadiri oleh Dani yang bertindak sebagai perwakilan dari pihak Tirta dan Vina bertindak perwakilan dari pihak Maria. Dengan di nikahkan oleh wali hakim karena Maria anak yatim piatu yang besar di panti asuhan.

Tirta menyematkan cincin berlian di jari manis sang istri di ikuti Maria yang juga menyematkan cincin emas putih di jari Tirta. Setelah menandatangani berkas pernikahan, Tirta memboyong Maria ke rumah baru mereka. Tepatnya ke apartemen yang baru di beli Tirta bulan lalu.

"Ini apart siapa, Mas? Kok kita kesini?" Tanya Maria sesampainya mereka di tempat.

"Apart kita. Mulai sekarang kamu tinggal disini." Ucap Tirta seraya membawa koper istrinya ke dalam kamar utama.

"Sendirian? Terus rumah aku gimana??"

"Denganku, Sayang. Rumah kamu bisa kamu jual atau kamu kontrakan." Ujarnya memeluk pinggang sang istri dan menghirup aroma tubuh istrinya.

"Gak mau ah. Aku gak mau tinggal disini, terlalu mewah ini buatku, Mas. Lagian rumah ku masih layak huni kok." Maria menolak permintaan suaminya saat mendengar ucapan Tirta terkait soal rumahnya.

Mendengar penuturan istrinya sontak saja membuat Tirta mengetatkan rahangnya, geram.

"Sekarang kamu istri Saya. Dimana pun Saya dan apapun yang Saya ucapkan wajib kamu turuti, Maria!" Desisnya dan melepaskan pelukannya.

"Bersiaplah, kita akan belanja keperluan dapur juga beberapa barang untuk disini." Titahnya tanpa mau mendengarkan keinginan Maria.

"Dan mulai sekarang, kemanapun kamu pergi harus beritahu Saya dan di antar supir. Dan tidak ada penolakan!" Lagi, Tirta mendiktenya dengan tegas, Maria hanya bisa diam.

Seminggu sudah pernikahan diam-diam mereka berjalan dan selama seminggu ini intensitas komunikasi mereka sangat terbatas. Bahkan terkadang Tirta tidak pulang ke apartemen mereka.

Meski Maria tidak pernah membayangkan akan menikah dalam waktu secepat ini atau menikahi anak dari atasannya, namun ia juga tidak menginginkan pernikahan yang terasa hambar seperti ini.

Bahkan ia seolah tak memiliki hak untuk berbicara atau menyuarakan keinginannya.

Tirta

Bersiaplah.
Saya akan jemput kamu malam ini.
Kamu temani Saya hadiri acara klien.

Maria

Jam berapa & kemana?

Tirta

Jam 7, Saya datang kamu sudah rapi.
Jangan pakai gaun yang terbuka!
Saya sudah kirim gaunnya.

Maria

Iya.

Maria menatap datar ponselnya, ia mendengus saat membaca perintah sang suami agar tak memakai baju yang terbuka.

Tirta-Maria (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang