#O8: Rest well, cantik.

1.5K 163 0
                                    

Lagi, Gabriella harus menahan rasa kesalnya, ketika Jeffrey datang kerumah Arabelle untuk menjenguk gadis itu.

Ia tak bisa apa-apa. Memang sudah seharusnya, kebahagiaan Arabelle ada pada laki-laki itu.

Gabriella membuka jendela kamarnya, kemudian, ia mengambil sebatang rokok serta pemantiknya.

Ia memulai kebiasaan buruknya.

"Jeff, anjing lo beruntung banget bisa dapetin cewek gue," gumam Gabriella kesal.

Arabelle only belongs to her. But, should she give up her source of happiness with someone else?

Jeffrey, contohnya.

Gabriella menghembuskan asapnya ke udara, satu batang rokok dapat ia habiskan dengan cepat.

Satu habis, ia langsung membakar yang baru.

No. Gabriella loves Arabelle. She couldn't just let her go.

***

"Kenapa lo? Kusut bener itu muka."

Gabriella menoleh, menatap temannya tidak santai.

"Anjrit, kenapa sih? Sensi amat," ucap temannya.

Disinilah Gabriella berada, dirumah temannya, Riley. Cewek itu sibuk dengan game di ponselnya, sedangkan kedua temannya asyik bercengkrama.

"Nih pasti ada sangkut pautnya sama Arabelle, ya nggak?" celetuk Riley. Gabriella diam, tak menjawab.

"Iya lah, udah pasti. Galaunya dia kan, cuma karena Arabelle," sahut Gema, temannya yang lain.

Gabriella mengernyit, ocehan kedua temannya membuat fokusnya menjadi buyar.

"Ck, berisik," ketusnya. Riley dan Gema terkekeh.

"Iya-iya, sorry. Silahkan dilanjut, sobat," sahut Gema sedikit meledek. Gabriella memutar bola matanya jengah.

Cewek itu mencoba untuk kembali fokus pada game-nya, tapi sialnya, kedua temannya itu super nyebelin. Terus saja menerka-nerka apa yang membuatnya seperti itu.

Padahal, mereka sudah tahu jawabannya.

"Anjing ah, kalah gue!" seru Gabriella frustasi. Riley serta Gema malah tertawa tanpa beban.

"Lagian ape sih, lo galau-galau begini, nggak cocok ama muka," celetuk Gema.

Gabriella menatap tajam Gema. Sungguh, kalau bukan teman, sudah ia smack down sedari tadi.

"Eh, Gab, gini ya. Emang susah kalau suka sama yang straight. Lo jelas bakal kalah sama saingan lo," ucap Riley.

Gabriella berdecak, "Gue juga tau. Tapi ya, gimana ya, gue sayang sama dia juga dari lama. Dari jaman kita SD ada kali."

"Nah itu, lo salah, Gab. Apa lagi, Arabelle anaknya begitu, kan? Lugu, telmi pula," sahut Gema.

Ucapan Gema memang ada benarnya. Arabelle anak yang lugu, polos, telmi, mudah dipengaruhi orang lain.

Tetapi, sifatnya itulah yang membuatnya gemas. Membuat dirinya merasa harus selalu ada untuk Arabelle, harus selalu menjaganya dari siapapun.

Karena, masa kecil Arabelle bisa dibilang cukup kelam. Ia menjadi korban bullying teman-temannya semasa SD.

"Justru karena itu, Gem. Karena dia begitu, gue merasa harus selalu ada buat dia, harus selalu ngelindungin dia. Nggak taunya, gue malah baper sendiri, padahal Abel-nya nggak ngapa-ngapain," sahut Gabriella.

Riley dan Gema mengangguk paham, setelah mendengar alasan temannya menyukai sahabat kecilnya sendiri.

Wajar. Hal itu sangat wajar. Terlebih, Arabelle memiliki paras yang cantik. Entah apa yang ada dipikiran anak-anak yang mem-bully-nya dulu, sampai hampir menghancurkan mental Arabelle kecil.

"Emang sekarang anaknya lagi ada dimana, Gab?" tanya Riley.

"Dirumahnya, lagi sakit dia," jawab Gabriella.

Gema mengernyit bingung, "Lah, terus lo ngapain ada disini? Bukannya di jenguk."

"Ck, udah semalem. Bahkan, gue nginep dirumahnya karena dia mau gue temenin terus. Tapi tadi pagi, ada gebetannya ngejenguk, gue dilupain deh habis itu," sahut cewek itu dengan ketus.

Riley dan Gema tertawa, sungguh teman laknat.

"Bangke." Maki Gabriella, merasa sedikit kesal dengan kedua temannya.

***

Arabelle menggoyangkan kedua kakinya yang melayang di udara, sebab dirinya tengah duduk di atas ayunan.

Sembari menikmati semilir angin sore yang sejuk, lengkap dengan permen batangan ditangannya.

Ia menunggu Gabriella pulang, ingin mengajaknya bermain. Ia bosan, kalau hanya terus bergelung dikasurnya seharian.

For your information, Arabelle masih mengenakan plester penurun demam pada dahinya. Kali ini, plesternya berwarna merah muda, senada dengan piyama yang dikenakannya saat ini.

"Gaby lama banget pulangnya, dia kemana sih?" gumam gadis itu.

Arabelle mengulum permen perisa stroberinya, sesekali ia membuka ponselnya, barangkali ada pesan masuk dari Gabriella.

Namun nihil, tak ada sama sekali.

Setelah beberapa menit menunggu, Arabelle tersenyum girang begitu melihat Gabriella bersama sepeda motornya.

Tetapi, ia tidak sendiri. Arabelle mengenali seseorang yang sedang bersamanya.

Itu gadis tempo hari, teman dari sahabatnya.

"Gaby!"

Arabelle berseru, ia berlari kecil menghampiri Gabriella.

"Heh, ngapain diluar?? Kan masih sakit!" seru Gabriella cemas.

Arabelle terkekeh, ia menggelengkan kepalanya, "Udah nggak!"

Gabriella mengelus kepala Arabelle, menyelipkan sedikit anak rambutnya kebelakang daun telinganya.

"Pulang aja, ya? Istirahat. Gue lagi ada temen nih, mau main dirumah," ucap Gabriella sembari tersenyum lembut.

"Padahal, gue nungguin lo daritadi, mau main sama lo," sahutnya, bibirnya mengerucut lucu.

Gabriella tertawa kecil. Tak ada cara lain agar Arabelle mau pulang kerumahnya.

Ia mengangkat tubuh mungil Arabelle, membawanya kembali ke kediamannya yang hanya berjarak beberapa senti.

Arabelle sempat histeris, namun, Gabriella dapat membuatnya berhenti bersuara.

"Istirahat, nanti malem, gue kerumah lo, nemenin lo tidur lagi. Oke?" ucap Gabriella, begitu mereka sudah berada di kamar Arabelle.

Arabelle tersenyum senang, lantas ia mengangguk dengan semangat.

"Oke, janji ya! Kalau sampe ingkar, gue bakal marah."

Gabriella tertawa, merasa sangat gemas oleh tingkah Arabelle ketika sedang sakit.

"Rest well, cantik."

tbc.

Happiness.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang