Sudah hampir dua minggu Arabelle menetap di ruang rawat inap rumah sakit.
Sungguh, ia sangat bosan. Ia ingin cepat-cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit yang lebih terasa seperti penjara.
Belakangan hari ini, cuaca sedang sangat ekstrim. Kadang panas, kadang dingin bahkan sampai menyentuh tujuh belas derajat celsius.
Sore ini, Arabelle tengah menonton film bersama Gabriella. Kedua anak manusia itu saling memeluk satu sama lain didalam selimut tebal berwarna merah muda milik Arabelle.
Ditangannya, Arabelle menggenggam botol berisi susu vanila hangatnya.
"Kamu ngantuk, ya?"
Arabelle menoleh, menatap Gabriella yang baru saja mengajaknya berbicara.
"Sedikit," jawab gadis itu.
Gabriella menjeda film yang terputar di ponselnya, "Mau bobo aja?"
Arabelle mengangguk sebagai respon, Gabriella tersenyum gemas. Ia meletakkan ponselnya diatas meja nakas, lantas ia segera memeluk erat gadis mungil di hadapannya itu.
"Gaby,"
"Iya, cantik?"
"Kita ini masih sahabatan, atau apa?" tanya Arabelle, yang mampu membuat Gabriella terdiam seribu bahasa.
Apakah hubungan seperti ini bisa disebut sebagai friendzone?
"Kamu maunya kita jadi apa?" Gabriella berbalik melontarkan pertanyaan.
"Mau nya kamu jadi punya aku aja," jawab gadis bersurai panjang itu.
Gabriella tersenyum penuh arti. Jujur saja, ia sendiri pun tidak ingin berlama-lama tanpa adanya kejelasan.
Baik Arabelle maupun Gabriella, mereka sudah tahu perasaan masing-masing. Lantas, tunggu apa lagi?
"Look at me," ucap Gabriella. "Arabelle Gauri Oriana Swastika. Nama kamu panjang, tapi Bunda Tiff pinter kasih nama yang sesuai sama kamu. Kamu cantik, kamu baik, kamu apa adanya, kamu gemesin. Kamu mau tau sesuatu nggak?"
Arabelle mengerjapkan matanya berkali-kali, "Apa, Gaby?"
"Setiap lihat kamu, aku selalu pengen disamping kamu. Aku selalu pengen bisa jagain kamu, kapanpun dimanapun. Aku pengen selalu peluk kamu, mastiin kamu aman di sisi aku."
Gabriella menatap kedua obsidian legam gadis di dekapannya, lantas ia tersenyum teduh, menikmati setiap lekuk wajah cantik Arabelle yang di pahat dengan sempurna.
Ia selalu suka gadisnya. Apapun tentang Arabelle, ia suka.
Gabriella mulai mendekatkan wajahnya, mengikis jarak antara wajah masing-masing. Sebelum akhirnya, bibir mereka pun bertemu.
Kedua anak manusia itu refleks menutup mata, deru napas mereka seakan berlomba ketika mereka memulai gerakan pada bibir masing-masing.
Gabriella menarik tubuh Arabelle mendekat, tangannya beralih mengusak surai gadisnya dengan lembut. Ibu jarinya pun ikut membelai pipi gadis mungil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness.
Teen FictionThere is only one happiness in this life; to loved, and be loved. Warn GxG❗