Rasanya, Arabelle ingin tertawa ketika mengingat kembali masa kecilnya bersama Gabriella.
Arabelle kecil yang cerewet, cengeng, penakut, selalu berlindung dibalik Gabriella, masih ada sampai sekarang. Bahkan diumurnya yang sudah menginjak angka tujuh belas.
Ia bersyukur sebab dipertemukan lagi oleh cewek itu. Masa-masa SMP-nya, tidak seindah yang ia harapkan.
Arabelle dan Gabriella sempat berpisah selama tiga tahun lebih. Di karenakan tuntutan pekerjaan ayah Arabelle, keluarga itupun harus pindah keluar kota.
Tentu saja, Arabelle kembali merasa hampa. Ia kembali menjadi Arabelle yang dulu, jauh sebelum mengenal Gabriella.
Ia tengah mengingat memori enam tahun yang lalu. Ia selalu ingat, dimana tempat ia pergi ketika ingin menangis sendirian.
Sebuah taman dengan sungai, tempatnya yang asri dan sunyi, dapat memberikannya ketenangan saat itu.
Sekarang, ia sudah menduduki kelas sebelas SMA. Selepas ia pindah keluar kota, Ibunda nya mengajak keluarganya kembali kerumah lamanya.
Sebab ibunya bisa merasakan, bahwa anak perempuannya tidak mendapatkan kebahagiaan barunya dikota tersebut.
Sang ayah menyetujuinya. Mereka pun kembali ke kota asal. Kembali kerumah yang telah lama memberikan kenyamanan.
Dan, Arabelle kembali dipertemukan dengan Gabriella.
Saat itu, pelukan erat langsung Arabelle berikan ketika mata mereka bertemu kembali setelah sekian lama.
Arabelle kembali menjadi gadis yang ceria, karena Gabriella.
Banyak sekali hal-hal yang gadis itu lalui dikota barunya, ia menceritakannya pada Gabriella. Senang, sedih, susah, tanpa ia tutupi satupun.
Gabriella memandangi Arabelle sembari tersenyum. Setelah sekian lama, ia kembali memandang wajah cantik Arabelle yang ia rindukan.
"Terus, sekolah kamu gimana?"
"Kan aku bisa pindah sekolah bareng kamu, gitu aja kok susah."
Gabriella tersenyum semakin lebar, lantas ia memeluk Arabelle sekali lagi. Menyiratkan rindu yang tak dapat lagi dibendung.
Sederhana. Kebahagiaan mereka berdua sangat sederhana.
Arabelle hanya butuh Gabriella disisinya, pun sama halnya dengan Gabriella.
***
"Gaby!"
Arabelle tertawa kecil, melihat reaksi Gabriella yang terkejut karenanya.
"Kebiasaan ya, suka ngagetin hobinya," gerutu Gabriella.
"Sibuk banget lagian, ngapain sih?" tanya Arabelle.
Gadis itu melihat sekaleng kopi, serta sebungkus rokok lengkap dengan pemantik api dan asbak.
Arabelle sudah sangat hapal oleh kebiasaan Gabriella yang satu ini.
"Lo tuh ya, ngerokok terus deh. Udah habis berapa bungkus bulan ini?" tanya Arabelle sembari berkacak pinggang.
Gabriella terkekeh, "Berapa, ya? Nggak tau deh, kayaknya baru tiga bungkus." Jawabnya tanpa beban.
Arabelle melotot terkejut, tiga bungkus, dan ia bilang baru?! Sungguh, apa harus Arabelle menyembunyikan pemantik apinya supaya Gabriella tidak lagi merokok?
"Ih! Tiga bungkus lo bilang baru?! Ada-ada aja deh! Nggak sehat, tau! Nanti sakit lagi deh dadanya!"
Lagi-lagi, Gabriella hanya tersenyum jenaka. Sangat menjengkelkan.
Arabelle menghampiri Gabriella yang tengah berada di meja belajarnya, "Ngapain sih? Ngerjain tugas?"
Gabriella mengangguk singkat, "Ngejar tugas sih sebenernya. Rapot gue kacau nilainya, gara-gara sering bolos."
Arabelle mencebikkan bibirnya kesal, ia memandangi Gabriella dengan tatapan malas.
"Lo niat sekolah atau nggak?" tanya Arabelle.
"Nggak. Kalau gue sekelas sama lo, baru gue niat, niat banget malah," jawabnya dengan watados.
"Yeuu, dasar."
"Nggak boleh emang?"
Arabelle terkekeh, "Ya boleh, lah!"
Gabriella kembali fokus pada kegiatannya, sedangkan Arabelle hanya memerhatikannya sembari memainkan rambut pendek Gabriella.
Lucu. Baginya, potongan rambut temannya itu lucu. Apa ya, namanya? Ia lupa dengan nama potongan rambut itu.
"Gaby, nama potongan rambut lo apa? Gue kok lupa," tanya Arabelle.
"Mullet," jawabnya tanpa menoleh.
Arabelle mengangguk-angguk, ah, mullet ternyata. Batinnya.
Beberapa menit berlalu, Gabriella selesai dengan tugas-tugasnya. Ia meregangkan tulangnya yang terasa kaku, sebab terlalu lama duduk disana.
Arabelle fokus dengan ponselnya, sedang menonton acara favoritnya. Gabriella tersenyum simpul, memerhatikan Arabelle dengan wajah lucunya ketika tengah fokus.
Merasa diperhatikan, Arabelle mengalihkan pandangannya, lantas ia melihat Gabriella yang tengah memerhatikannya.
Alisnya terangkat bingung, "Kenapa? Kok ngelihatin?"
Gabriella terkekeh, "Gapapa. Udah makan belum?"
"Belum lah, mau makan apa gue dirumah. Bunda belum pulang, terus dia nggak masak pula tadi pagi. Gue kan laper!" gerutu Arabelle sebal.
"Yaudah, yuk makan disini aja. Mau makan apa?" tanya Gabriella, membuat Arabelle tersenyum senang.
"Mau mie! Mie goreng! Ada, kan?"
"Ada. Yaudah, ayok kebawah."
Kedua gadis itupun beranjak dari tempatnya. Namun, belum ada lima langkah, Gabriella menahan Arabelle.
"Kenapa?" tanya gadis itu.
Gabriella mengecup pucuk kepala Arabelle, lantas ia tersenyum teduh sembari mengelus surai panjang Arabelle lembut.
"Lo lucu. Gue suka."
Arabelle tersenyum, ia terkekeh pelan selepas menerima perlakuan manis dari sahabatnya.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness.
Ficção AdolescenteThere is only one happiness in this life; to loved, and be loved. Warn GxG❗