Kalau boleh jujur, Gabriella sangat tidak menyukai Jeffrey, bukan tanpa alasan.
Tentu, karena cowok itu semakin dekat dengan Arabelle.
Sebungkus rokok sudah ia habiskan dalam waktu singkat. Kalau Arabelle tahu ia merokok padahal dirinya masih sakit, cewek itu pasti akan marah.
Ah, masa bodoh. Toh, Arabelle sedang sibuk bersama cowok itu. Ia mana peduli.
Gabriella meraih ponselnya, lalu menelepon seseorang yang tanpa menunggu lama, telepon langsung tersambung.
"Halo? Kesini bisa nggak?"
***
Arabelle menderita anemia akut, dirinya tengah berada dirumah sakit sekarang bersama sang Bunda.
Jeffrey pun berada disana, karena ia telah banyak membantu Arabelle dari sekolah hingga membawanya ke rumah sakit.
Bunda sangat berterima kasih kepada cowok itu, yang dengan senang hati mau membantunya menjaga anak perempuannya.
"Masih pusing nggak nak?" tanya Bunda. Arabelle menggeleng pelan.
"Nggak kok, Bunda. Nggak terlalu pusing kayak tadi siang. Oh iya Bun, Gaby nggak kesini, ya?"
Bunda terdiam, lalu ia menggeleng, "Nggak, nak. Gabriel belum kesini daritadi. Dia udah tau belum, kalau kamu masuk rumah sakit?"
"Nggak tau, deh, kayaknya dia belum tau, makanya dia nggak kesini. Apa aku telepon dia aja ya, Bun?"
"Terserah kamu. Coba aja di telepon, siapa tau dia emang belum tau kalau kamu disini,"
Arabelle mengangguk, menyetujui ucapan sang Bunda. Ia meraih ponselnya, lantas segera ia menelepon sahabatnya.
Nada deringnya tersambung, namun, tak ada tanda-tanda Gabriella ingin mengangkatnya.
Arabelle mengernyit heran, ketika suara operator menginterupsi.
Nomornya sedang sibuk.
"Ditolak teleponnya, Bun," keluh Arabelle.
"Lagi sibuk mungkin dia, udah gapapa, kan ada Jeffrey tuh," sahut Bunda.
Arabelle mengangguk pasrah, ia pun meletakkan kembali ponselnya diatas nakas.
Ia belum mendengar kabar Gabriella lagi seharian. Kira-kira, Gabriella sudah sembuh atau belum, ya?
***
Nyatanya, Gabriella malah asyik dengan dunianya. Ia sedang bersama Kirby, teman dekatnya.
Gabriella menghembuskan asap rokoknya, sudah batang ke delapan ia hisap, sembari bersandar pada Kirby.
"Kenapa sih? Lagi ada masalah, ya?" tanya Kirby.
Gabriella menggeleng, "Nggak. Lagi pengen aja manja-manjaan kayak gini."
Kirby terkekeh, lantas ia memeluk Gabriella sembari tersenyum. Gabriella menerima pelukan tersebut dengan senang hati, sambil masih menghisap rokoknya.
Kirby, cewek cantik bersurai hitam legam sebahu. Katanya, mereka hanya sebatas teman. Namun nyatanya, mereka lebih pantas disebut sebagai friend's with benefit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness.
Teen FictionThere is only one happiness in this life; to loved, and be loved. Warn GxG❗