"Syaa.. Besok sabtu jadi pergi kan?" Karin terus menanyakan hal tersebut. Ya, kita memiliki rencana pergi nonton berdua.
"Iya iya rinn.. Nanya lagi gue gaplok juga lo." Kesalku.
"Oke ini terakhir." Hanya ku balas dengan anggukan,
Bel pulang sekolah berbunyi, tandanya jam pelajaran selesai. Tetapi jelas aku tidak langsung pulang, melainkan keruang sekretariat osis.
15 menit berlalu, yang ku tunggu tak kunjung datang. Tak lain dan tak bukan Kyle, pacarku satu minggu ini.
Dia menepati janjinya, anggota TREAZ sama sekali tidak mengetahui hubunganku dengan kyle, hanya kita berdua. Aku juga semakin nyaman bersama Kyle. Travis? Tentu saja semakin renggang. Seperti yang kalian pikirkan, Karin selalu mengerjarnya namun tak ada respon dari Travis.
"Udah lama nunggu?" Aku langsung berbalik, mencari arah suara datang.
"Yaa... Kurang lebih udah setengah jam.." Aku pura-pura ngambek didepannya.
"Eemmm?? Maaf ya, tadi bantuin Bu Susi dulu soalnya... maaf maaf.." Lihatlah, dia bertingkah seperti bayi dan aku mengacuhkannya.
"Oke oke, ngambek nih.. Mau aku nyanyiin?" Aku hanya menggeleng.
"Terus kamu maunya apa??" Aku hanya mengendikkan bahu.
"Aku traktir nonton deh besok sabtu gimana? Baru ada film bagus loh.." Tentu saja aku langsung sumringah, "Eh, tapi udah ada janji sama Karin." Hampir saja aku lupa.
"Yaudah, pergi sama aku aja." Pintanya.
"Ga enak sama Karin, sama kamu minggu depan deh gimana?"
"Kalo gitu.. Kamu gaboleh ngambek lagi ya?" Aku mengangguk mantap.
"Mau pulang kapan?" Tanyanya,
"Sekarang aja, tugasku dah numpuk dirumah." Akhirnya aku dan Kyle meninggalkan sekolah.
Sesampainya dirumah, aku langsung bergegas masuk karena melihat ada yang janggal. Jendela samping pintu utama terbuka. Bibi sedang tidak masuk kerja karena sakit. Orang tua ku juga bercerai dan Mama kembali kerumah nenek. Sedangkan Papa hanya akan pulang dua hari sekali atau bahkan tidak sama sekali.
Dengan memberanikan diri, aku segera membuka pintu dan terkejut bukan main. Seluruh perabotan dan peralatan rumah berantakan tanpa tersisa.
Bahkan aku mendengar suara langkah kaki dari arah lantai dua. Aku benar-benar ketakutan, Kyle mungkin sudah jauh dari sini. Lalu aku harus meminta tolong kepada siapa.
Aku langsung mencari tempat sembunyi dibawah tangga, diam sembari menunggu siapa orang yang telah melakukan semua ini. Derap langkahnya semakin terdengar. Satu persatu anak tangga mulai ia turuni. Tentu saja degup jantungku lebih cepat dari biasanya.
"Terus ini semua gimana?" Samar aku mendengar percakapan.
"Yaudah biarin aja, lagian nanti diberesin sendiri." Ujar lawan bicaranya. Aku tidak bisa melihat siapa mereka, mereka ada berapa, bahkan mereka sedang apa.
"Bentar, gue telpon adik gue dulu." Aku berusaha mengintip dari sela-sela, terlihat jelas 2 orang lelaki bertubuh tegap dan tinggi semampai.
Sebenarnya yang satu hanya menggunakan jaket, topi dan masker hitam, sedangkan yang satu menggunakan hoodie biru tua serta masker hitam. Aku ingin memfotonya tapi sayang ponselku lowbat.
Setelah beberapa saat yang berjaket selesai menelpon, dia pergi ke belakang. Aku rasa teman yang satunya pergi kelantai dua. Bergegas aku lari kecil menuju kamarku, tapi pintu ruang kerja Papaku terbuka lebar.
Sembari meneguk ludah, aku masuk dan melihat pria yang berhoodie mengobrak abrik lemari Papaku. Tentu aku marah, karena semua itu adalah surat penting.
"Hentikan." Intrupsiku tegas. Pria itu menghentikan aktivitasnya dan menoleh kearahku sebentar.
"Gue bilang berhenti! Lo gak punya kuping apa?!" Mungkin aku sudah gila, tapi jika tidak begini semuanya bisa raib.
"Lo siapa?" Dia bertanya kepadaku dengan suara seraknya.
"Gue yang punya rumah! Harusnya gue yang tanya lo siapa?!!!!" Dia berdecih dan berjalan lurus kearahku.
"Jadi ini yang punya rumah, diliat-liat cantik juga .." Matanya melihat dari atas sampai bawah diriku. Aku perlahan memundurkan langkah dan meraba apapun dibelakangku, Namun.
BRUK!! Aku menabrak seseorang.
"Kalo jalan liat-liat," Aku membisu ditempat,
"Lo inget gue?" Pria berjaket membuka maskernya, dan dia adalah Noa.
Aku mengangguk dan bersembunyi dibelakangnya.
"Udah lo tenang aja," Ujar Noa.
"Lo udah kenal ama dia?" Tanya pria berhoodie kepada Noa.
Apa maksudnya? Noa kenal dengan pria ini?? Astaga aku baru sadar bahwa Noa adalah partnernya. Segera aku menjauh dari Noa. Tapi apa daya dia meraih tanganku lebih dulu.
"Lepasin gue!!!!" Aku meronta dihadapannya.
"Lo tenang dikit dong, kalo gamau kenapa-napa diem." Ucapnya namun aku masih ketakutan.
"Gak, gak, gue bilang lepasin atau gue teriak dari sini..."
"TOLONGGGG!!! TOLONGG!!!!" Aku berteriak sekuat tenaga.
"ANJING! Lo jadi cewek berisik banget!" Pria berhoodie kini menutup kedua telinganya.
"Kalo lo gabisa diem, terpaksa gue harus lakuin ini."
Kalimat terakhir yang diucapkan Noa membuatku tak sadarkan diri. Aku pingsan ketika ia membungkam mulutku dengan sesuatu. Kini semuanya gelap.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Treasure
Teen FictionAwalnya berjalan dengan baik-baik saja. Hingga akhirnya semua berubah. Karena, suatu pengkhianatan. Dia kecewa. Dia Marah. Dia tak berdaya. Bahaya mengancamnya saat ini. Copyright © 2021 by selvanitiana