Author pov
Malam tiba, suasana menjadi lebih dingin. Travis hanya mengotak-atik ponselnya dari tadi dikamarnya. Entah apa yang dia cari, tapi dia tampak begitu resah.
"Kok perasaan gue ga enak ya," monolognya.
Tanpa sengaja, Bunda masuk kekamarnya untuk mengantarkan susu seperti biasanya.
"Bun, Bunda dari tadi sore ngeliat Caca gak?" Bunda menggelengkan kepala, "Memangnya kenapa?" Travis semakin khawatir. Dengan cepat dia mencoba menghubungi ponsel Caca, tapi nihil nomornya tidak aktif, pesannya juga tak terbalas sama sekali.
"Bunda liat pintu rumahnya dari tadi juga kebuka, Bibi lagi sakit, mamanya juga pulang, papanya gatau kemana, kalo Caca dirumah harusnya ditutup pintunya. " Mendengar itu, sontak Travis bergegas mengambil jaketnya dan melebarkan langkah keluar kamar.
"TRAVISS, INI SUSUNYA DIMINUM DULU. KAMU MAU KEMANA?" Travis menepuk jidatnya lalu kembali masuk kekamar. "Iya bun, ini Travis minum."
"Kamu mau kemana malam-malam begini?" Bunda tak habis pikir dengan kelakuan anak muda jaman sekarang. "Travis mau cari Caca bun, Ga bisa dihubungin daritadi. Travis khawatir." Tentu saja ucapan Travis membuat sang Bunda ikut khawatir. "Bukan waktu yang tepat kalo bunda tanya-tanya, yaudah kamu pastiin Caca gapapa ya. Hati-hati."
Travis tersenyum hangat dan tak lupa berpamitan.
Melihat keadaan rumah Vasya benar-benar membuat degup jantung Travis semakin menjadi. Gerbang bahkan pintu utama terbuka lebar begitu saja. Ruang tamu begitu berantakan bahkan semua lampu belum menyala. Setelah menyalakan saklar dia bergegas berjalan kelantai dua dengan kamar Vasya sebagai tujuan. Tidak ada. Ia terus menyusuri tiap-tiap ruangan dirumah Vasya. Tidak ada jejak sama sekali, rumahnya bak rumah kosong yang sudah ditinggalkan.
Frustasi. Satu kata yang menggambarkan keadaan Travis sekarang. Hingga terlintas dipikirannya untuk menghubungi seseorang.
"Halo? Kenapa vis?"
"Anjing! lo bawa Vasya kemana?!"
"Maksud lo apa?"
"Lo yang terakhir kali pergi sama dia, sekarang gue tanya lo bawa dia kemana?!"
"Vis, sabar dulu dong. Lo kenapa sih? Iya emang gue yang nganter Vasya pulang. Tadi udah gue anter sampe depan rumahnya. Ya gue langsung pulang lah."
"VASYA GA ADA BANGSAT! GA ADA DIRUMAH! RUMAHNYA BERANTAKAN!"
"Ga ada gimana? Lo jangan bikin gue khawatir, ga becanda kan?"
"Disaat genting gini lo bilang gue bercanda?"
"Gue kesana sekarang!"
"Bawa anak-anak sekalian."
Travis memutus telepon secara sepihak. Terduduk disofa sambil mengacak rambutnya kasar. Dia berusaha mengatur napasnya yang sedari tadi menggebu.
"Kalo lo sampe luka, sedikit apapun itu. Gue gak akan maafin diri gue sendiri Ca. Gue khawatir sama lo. Gue gabisa jauh dari lo."
"Gue cupu banget perasaan, kegedean gengsi apa ya? haha. Gue sayang sama lo! Tapi gue gabisa ngungkapin semuanya, gue terlambat."
Bukan soal menyatakan perasaan, tapi Travis merasa bahwa semuanya akan sia-sia karena Vasya hanya menganggapnya sebagai pelindung dan kakak baginya.
Netranya menangkap suatu benda tak asing. Ponsel Vasya. Segera bangkit dari sofa, ia mengambil ponsel itu dan mencoba membukanya. Tak bisa, karena ponselnya mati. Tak kehabisan akal, Travis mencari charger dikamar Vasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Treasure
Teen FictionAwalnya berjalan dengan baik-baik saja. Hingga akhirnya semua berubah. Karena, suatu pengkhianatan. Dia kecewa. Dia Marah. Dia tak berdaya. Bahaya mengancamnya saat ini. Copyright © 2021 by selvanitiana