Ketika kedua kelopak matanya terbuka, pandangan Ravika disambut oleh sebuah ruangan yang di dominasi oleh warna putih. Indera penciuman nya di penuhi dengan bau obat-obatan. Walaupun belum bisa mencerna semuanya dengan baik, Ravika tahu dimana ia berada saat ini, rumah sakit.
"Shh.." Sebuah ringisan keluar dari mulutnya begitu Ravika berusaha menggerakkan kepalanya.
Dan hal itu juga mampu membangunkan tidur lelap seorang pria di sisi Ravika.
"Ravika,"
Ravika kembali memejamkan mata ketik jari jemari kekar itu mengusap pelipisnya. Rasanya begitu menenangkan.
"Apa yang kau rasakan saat ini, hm?" Leionelle bertanya serata menekan bel di kepala ranjang, memanggil doker untuk memeriksa keadaan wanitanya.
"Hei," Leionelle kembali bersuara begitu Ravika tidak merespon ucapannya. Wanita itu terdiam sambil memejamkan matanya.
"Aku merasa jauh lebih baik," Ravika membuka mata, menatap tepat pada kedua netra Leionelle, "Entah berapa kali aku harus mengatakan bahwa aku berterimakasih untuk bantuan mu, Leionelle."
Bukan pertama kali Ravika mengalami keadaan yang begitu mengenaskan dalam hidupnya. Selama ini Ravika selalu melaluinya seorang diri, tanpa ada topangan apapun dari siapapun. Tetapi begitu Leionelle perlahan masuk ke dalam hidupnya, pria itu selalu ada ketika Ravika membutuhkan pertolongan.
Sejak awal bertemu, Ravika memang sudah bisa melihat tatapan penuh ketulusan yang pria itu layangkan ketika menatapnya.
Jujur saja, perlahan Ravika mulai percaya pada pria itu.
Tetapi salahkan ia jika memang hanya ingin melindungi dirinya sendiri?
Bagaimanapun Ravika belum lama mengenal sosok Leionelle, dan dimata Ravika pun Leionelle masih orang asing yang harus di batasi, di batasi agar tidak lancang memasuki hatinya begitu saja.
"Aku tidak ingin mendengar hal seperti itu darimu sekarang," Protes Leionelle, tangannya masih setia mengusap pelipis Ravika, "Yang terpenting sekarang adalah kesehatanmu, jangan berpikir terlalu berat. Aku mohon,"
Belum sempat Ravika merespon perkataan Leionelle, pintu ruang rawat itu terbuka. Seorang dokter paruh baya menghampiri Ravika dan memeriksanya dengan teliti.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" Leionelle bertanya.
"Nona Ravika sudah baik-baik saja, Tuan. Luka di kening dan lututnya tidak terlalu parah, beberapa hari ke depan akan segera sembuh," Papar dokter tersebut.
Ravika melihat Leionelle mengangguk. Pria itu menoleh sejenak menatap Ravika, sebelum kembali melihat dokter paruh baya yang memeriksa Ravika.
"Terima kasih, dokter." Ravika bersuara membuat kedua pria berbeda generasi itu membuyarkan tatapan penuh arti satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wild Butterfly [End]
RomanceRavika Estelle berpapasan dengan Leionelle Archiles di gang pertokoan yang kumuh. Hanya tatapan beberapa detik yang terjadi di antara mereka. Namun hal tersebut membuat kobaran obsesi dan gairah terpendam di dalam diri Leionelle muncul. Untuk perta...