71. Destiny Line

17.7K 495 38
                                    

Hari persidangan tiba, hukuman sudah di depan mata menyambut Alysse

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari persidangan tiba, hukuman sudah di depan mata menyambut Alysse.

Sepanjang berjalannya persidangan, Ella hanya bisa menatap Ibunya dengan sedih. Tidak bisa melakukan apapun, hatinya sakit karena menerima semua kebohongan dan kepalsuan, namun ia masih begitu menyayangi Alysse.

Beruntung tangan Leionelle terus menggenggam jemarinya, jadi Ella bisa menahan tetesan air mata yang hendak mengalir deras.

Begitu mendengar palu di ketuk dan hukuman di tetapkan, Ella menunduk, bahu nya mulai bergetar. Getir mendengar hukuman penjara seumur hidup bagi Alysse.

Persidangan selesai. Jaksa maupun saksi mata mulai meninggalkan tempat. Menyisakan sederet orang dengan keluarga Archiles dan Alysse termasuk di dalamnya.

Setelah menenangkan diri, Ella berdiri dan berjalan menghampiri Ibunya.

Ia tersenyum kecil mendapati wajah datar itu. Alysse di apit oleh dua orang polisi juga tangannya yang sudah di borgol, pemandangan itu membuat hati Ella sakit.

"Hi, Bu." Sapa Ella. Ia mencoba mendekat namun lengan Leionelle menahannya.

"Ella tidak tahu harus mengatakan apa," Alysse masih senantiasa diam, wajahnya pun datar, tidak menunjukkan emosi apapun.

"Tetapi, terima kasih untuk segalanya dan maafkan Ella."

Tangis wanita itu pecah saat kedua polisi membawa Alysse meninggalkan tempat persidangan. Menyisakan hati Ella yang remuk redam.

Bagaimanapun Ella pernah melalui tahun dan masa bersama Alysse. Pernah begitu menyayangi wanita itu bahkan hingga saat ini.

Walaupun luka yang Alysse berikan begitu besar. Memanfaatkan gadis kecil korban kecelakaan demi lepas dari para rentenir, memalsukan identitas, dan memeras tenaga dan uangnya demi keserakahan.

Namun berat rasanya melihat Ibunya mendekam di dalam penjara seumur hidup.

"Tenangkan dirimu, sayang. Ingat baby," Bisikan lembut itu membuat Ella menghembuskan nafas.

Ia mengusap air mata dan mendapati raut khawatir dari seluruh keluarga Archiles.

"Maaf."

Abigail memeluk putrinya, "Tidak, sayang. Putri Mommy berhak merasa sedih, tidak apa-apa."

Ella kembali meneteskan air mata di pundak Abigail. Ia pun merasakan usapan lembut di punggungnya, "Daddy tahu Ella kuat. Benar-benar kuat."

Luka memang Ella hadapi saat ini, namun ada keluarganya yang senantiasa menyediakan bahu dan peluk hangat.

Ya, hidup perlu berlalu. Apapun keadaannya.

-----

Roda kehidupan selalu berputar. Terkadang ada titik di mana kita berada di bawah dan ada titik di mana kita berada di atas.

Wild Butterfly [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang