"Lean!"
Cowok yang baru saja di panggil namanya itu mendengus kesal saat hendak memakai helm nya ia kembali mendengar teriakan dari gadis itu. Lantad Lean menatap Jenna yang sudah berada di hadapan nya.
"Pagi"sapa Jenna melambai kecil"Gue ikut lo ya? Kan kita satu sekolah"
"Ga"
Jenna mengerjab dengan kening yang mengernyit"Kenap-"
"Gausah sekolah, di kamar aja. Lo sakit"ujar Lean cepat dan menaiki motornya"Biar gue yang bilang ke temen lo itu"
"Loh? Tapi gue udah siap loh ini gimana toh masa suruh balik ke kamar lagi?"
Lean menyalakan mesin motornya dan menatap Jenna"Udah keharusan, asam lambung lo baru kumat semalem dan gue gamau sampe di repotin lo lagi di sekolah"
"Ihhh enggak kok! Udah gue mau sek-"
"Enggak!"final Lean menatap Jenna dengam tajam"Di sini aja diem!"
"Lean tap-anak anjing"umpat Jenna sesaat setelah Lean melegang pergi dengan menunggangi motornya"Trus gue ga sekolah ngapain!"
Belum ada semenit ia berujar seperti itu tiba tiba saja ponsel di genggaman nya berbunyi membuatnya melihat siapa yant sudah menelfone nya di pagi pagi seperti ini, setelah tahu siapa yang menelfone ia pun mengangkat nya.
"Hallo"
"Jen, bu Vivi minta kamu ke sini ya. Di tunggu di ruangan nya"
"Oh iyah kok, kebetulan emang aku mau ke temu sama Bu Vivi."
"Kalo gitu saya tutup telfone nya, terimakasih"
"Iyah"
Jenna segera memasuki kembali kamar nya dan mengganti seragam nya dengan pakaian lain lalu menaiki taxi yang sudah ia pesan sesaat mengganti seragamnya. Jenna pergi menuju gedung perusahaan model majalah remaja tempat dimana ia bekerja menjadi seorang model majalah remaja.
Telah tiba disana kaki kecil nya melangkah memasuki area loby dan menaiki lift yang mengantar nya langsung ke dalam ruangan atasan Jenna. Pintu lift terbuka langsung di dalam ruangan tersebut dan menatap seorang wanita dengan tampilan elegant yang duduk di atas kursi kebanggaan nya.
"Pagi bu"sapa Jenna dingin dan melangkah mendekat"Ibu ada urusan sama saya?"
Wanita bernama Vivi itu mendongakkan tatapan nya dan mengangguk sambil menunjuk kursi di sebelah Jenna.
"Duduk"ujarnya yang di patuhi "Kenapa belakangan ini nomor kamu susah di hubungi? Ada konflik?"
Jenna dengan wajah dingin dan elegant nya namun tetap menyiratkan rasa sopan dan hormat pada atasan nya mengangguk.
"Beberapa hal menjadi alasan saya untuk Istirahat sejenak dari pekerjaan saya"jawab nya "Dan saya mohon maaf jika sebab hilang nya saya tanpa kabar membuat perusahaan ini hampir terkena masalah"
Wanita itu tertawa sinis "Bukan hampir Jenna, tapi memang sudah. Itu karena kamu yang tidak konsisten dalam bekerja"ujarnya"Bisa kamu jadikan ini sebuah pelajaran? Dimana kamu harus menyampingkan masalah kamu dengan pekerjaan kamu agar kamu tidak memunculkan konflik baru di hidup kamu"
Jenna mengangguki itu dengan sopan dan terus mendengarkan ujaran atasan nya.
"Jika kamu seperti ini terus mungkin perusahaan kami akan benar benar di tutup, kamu tau kamu bagian penting di bagian model remaja? Saya mengambil kamu dan mempekerjakan kamu bukan dengan cuma cuma"
"Saya paham"jawab nya "Tapi saya hadir disini bukan cuma karena panggilan dari ibu, tapi ada keperluan lain"
"Ada apa?"
Jenna memberikan amplop berwarna choklat di atas meja tersebut.
"Saya, mengundurkan diri"
"Jenna?"
Jenna mengangguk"Saya bersungguh sungguh bu, maaf karena ini terlalu mendadak tapi saya sudah memikirkan semua nya"
"Jenna ini adalah pekerjaan yang bagus untuk kamu! Dan kamu ga bisa mengundurkan diri begitu saja disaat kamu adalah peran penting disini"ujar Vivi sedikit marah. Namun Jenna tetap pada pendirian nya.
"Maaf bu saya tidak bisa lagi bekerja di bidang ini karena pekerjaan ini justru membuat saya merasa hidup bukan menjadi diri saya melainkan karena keterpaksaan"
"Tapi itu ga penting, Jenna! Uang adalah hidup kamu"
Jenna tertawa kecil mendengarnya dan mengangguk"Uang memang dibutuhkan di jaman sekarang bu, tapi saya cuma mencoba menempatkan diri saya di tempat yang membuat saya nyaman dan di hargai. Bukan disini tempatnya"
Vivi terlihat geram dengan gadis di hadapan nya"Apa masalah kamu disini?"
"Disini bukan tempat saya, orang orang selalu memaksa dan menuntut saya tanpa tau perasaan saya sendiri"
"Kamu terlalu kekanakan Jenna, bukan kah orang dewasa tidak memikirkan perasaan?"
Jenna mengangguk"Manusia memang memiliki hati, tapi tidak semua manusia bu yang hati nya selalu berfungsi. Apa ibu pernah berfikir saat di pekerjakan dengan sikap yang sangat tidak ramah perasaan orang bisa sensitif? Ibu tau norma dan cara kerja kita? Model ini terlalu menuntut dan memaksakan saya untuk menjadi orang lain, bakat dan impian saya bukan disini"
Vivi tak bisa lagi menahan diri nya untuk bersabar ia lantas mengambil sesobek kertas check dan menuliskan nominal uang di sana lalu menyerahkan pada Jenna dengan kasar.
"Ambil dan pergi!"
Jenna menatap kertas check tersebut dengan senyum kecil.
"Terimakasih, memperkerjakan saya disini. Ibu sangat ramah dan berpendidikan"ia mengambil kertas tersebut dan bangkit beranjak pergi dengan langkah indah nya.
Jenna memang terlalu berharga untuk di lepaskan begitu saja dari dunia model bahkan seharusnya gadis itu tidak menyia nyia kan pekerjaan yang sangat berharga ini, tapi seperti yang Jenna bilang gadis itu hanya mencoba menempatkan diri nya di posisi nyaman dan di tempat dimana ia di hargai.
Tidak seperti selama ia bekerja yang selalu mendapatkan sifat kasar dari para staf dan teman teman nya, mungkin karena Jenna terlalu professional dan berharga di dunia model majalah remaja ini? Bisa jadi karena Jenna bagian terpenting disana.
Jenna tidak mau memperdalam kebencian mereka ia memang sudah seharusnya keluar dari pekerjaan yang menguras tenaga fisik dan mental, capek hati dan fisik nya tidak dapat terbayarkan dengan uang sebesar apapun.
Satu tetes butiran bening meluncur begitu saja di wajah Jenna yang menunjukkan expresi datar tanpa perasaan apapun tetapi gadis itu menangis dalam diam nya. Mengingat selama ini ia merasa di bodohi semua orang bahkan keluarga nya yang secara nyata adalah keluarga kandung nya tetapi ternyata tidak.
Jenna merasa di bohongi dan di bodohi, kemana saja ia selama ini? Mengapa semua baru terbongkar setelah ia beranjak dewasa?
Menghela nafas sambil duduk di kursi belakang, Jenna menyerahkan semua nya pada yang berkuasa ia menganggap semua ini adalah proses pendewasaan versi diri nya sendiri.
Ketika sedang menghapus air mata nya yang tak dapat berhenti ia melihat sebuah tangan yang menyodorkan sebuah kain kecil berwarna hitam
_Passio!_
Note:
Seperti binasa! Aku ga akan ambil konflik berat karena aku ga akan bisa selesai nya :)
So, segini aja konflik nya mungkin di chapter selanjutnya bakal ada lagi tapi tetap pada konflik ringan atau biasa aja? Yash begitulah.
Di vote dulu yaa, see u next time good bye.
KAMU SEDANG MEMBACA
PASSIO'
Teen Fiction"Seseorang yang menjelma menjadi cahaya yang sulit tertampik dan sukar tergapai" "Aku nyata, kamu pun nyata. Yang tak nyata hanyalah fikiranku yang mengharapkan untuk memilikimu" 'Bukan tentang persamaan tapi hanya sebuah kebetulan' **** ⚠️WARNING...