09.USG

36K 1.4K 13
                                    

Jam menunjukan pukul 07:00 pagi. Di rumah sakit dengan posisi yang sama Ardan tertidur sambil duduk di samping ranjang rumah sakit El sambil terus menggenggam tangannya.

Padahal Ardan memindahkan El ke ruangan suit dan pastinya ada ranjang satu lagi untuk yang sedang menunggu. Tapi Ardan malah tertidur disana.

El menjerjapkan matanya, silau karena sinar matahari masuk dari jendela depannya. Ia merasakan keram di tangan kirinya yang tak bisa ia gerakan karena genggaman seseorang. Saat ia melirik ke arah tangannya itu dan melihat Ardan tertidur pulas disana.

Perlahan ia melepaskan genggaman tangan Ardan dari tangannya, setelah berhasil ia pun membawa selimut di ranjang sampingnya dan memakaikannya pada Ardan.

"Kenapa malah tidur disini?" lirih El, mengusap rambut Ardan.

Lalu ada seseorang yang membuka pintu, yaitu Bi Imah yang datang membawakan makanan dengan Dhika yang mengantarnya.

"Nyonya sudah bangun?" katanya sedikit keras.

"Ssstttt!!!" El menempelkan jari telunjuknya di bibir, bertanda untuk mempelankan suaranya karena Ardan masib tidur.

"Maaf maaf." ucap Bi Imah sekarang dengan pelan-pelan. Lalu ia menaruh makananya di meja dan memberikan minum pada El.

"Pak Ardan masih tidur? Nggak biasanya dia masih tidur jam segini?" ucap Dhika terkekeh dengan kedua wanita disana.

El menatap Ardan yang masih terlelap. "Mungkin semalam dia gak tidur."

Tak lama suster masuk hendak memeriksa El. Saat suster tengah menensi tekanan darah El, Ardan menggeliat dan terbangun. Ia mengucek-ngucek matanya terlebih dahulu, lalu melihat jam di ponselnya. Ia mendongkak dan terkejut melihat semua orang ada disana.

"Selamat pagi tuan." Bi Imah dan Dhika menyapa dengan ramah dan diangguki Ardan mencoba untuk menetralkan expresinya.

"Kalian sudah datang. Maaf saya ketiduran tadi." katanya entah meminta maaf pada siapa. Dokter datang untuk memeriksa El.

"Selamat pagi semuanya." Dokter pun langsung memeriksa El."Hari ini kita akan melakulan pemeriksaan USG untuk tau bagaimana janinnya dan melihatnya. Nanti sekitar jam 9 ya. Dan ini resep obat yang harus nyonya Elisa minum sekarang." Dokter wanita itu memberikan secarik kertas yang langsung di bawa Dhika.

"Saya permisi." setelah selesai Dokter dan suster itu pergi.

"Kalau begitu, saya juga pergi untuk menebus obatnya. Permisi." Dhika juga pergi. El pun bangun dari tidurannya dan sekarang terduduk, masih di ranjang.

"Ini, Bibi buatin bubur tadi pagi buat kamu. Tuan juga kalau mau, Bibi bawa lebih kok." kata Bi Imah sambil menaruh mangkuk bubur di meja yang menyatu dengan ranjang rumah sakit di depan Elisa itu.

"Saya nggak sakit bi, saya juga nggak mau makan bubur, Makasih" ucapnga ketus. Saat Elisa menyuapkan langsung bubur panas itu tanpa ditiup, otomatis ia kepanasan dan terbatuk.

Ardan dengan sigap langsung memberikan El air minum.

"Pelan-pelan makannya!!" bentak Ardan pada El refleks karena ia sangat terkejut sekaligus khawatir. Membuat El juga refleks memegang perutnya karena terkejut dengan suara Ardan yang menggema.

"Kenapa? Kamu gak papa kan? Dokter!!" khawatir Ardan sambil mengelus perut El.

"Nggak, nggak. Saya nggak papa kok Pak. Saya cuman kaget Bapak bentam" lirih El pelan di akhir katanya.

Ardan kembali duduk. "Sini. Biar saya suapin." Ardan sambil mengambil alih sendok dan mangkuknya.

"Nggak papa biar saya aja, saya bisa kok pak-"

"Bisa apa? Nanti kamu kepanasan lagi karena buru-buru. Udah biar saya suapin aja." keukeuh Ardan lalu disetujui El tanpa bisa mengelak lagi dan Ardan pun menyuapinya.

Bi Imah yang menjadi orang ketiga diantara pengantin baru ini hanya bisa tersenyum geli melihatnya.

Akhirnya, Ardan bahagia.

•••

Sekarang sudah jam sembilan.

Ardan menggendong El untuk berpindah ke kursi roda. Karena dokter bilang El harus bedrest total jadi Ardan menggendong El saat mau kemana pun, tak terkecuali ke kamar mandi.

(Ardan cuman nunggu diluar ya ges😁)

Di ruangan pemeriksaan, El berbaring dan bajunya sedikit di naikan oleh dokter untuk mengoleskan gel ke perutnya yang masih rata itu lalu ia menempelkan sebuah alat dan menggerakannya kesana kemari.

Ardan yang berdiri disamping kiri El sambil terus memperhatikan layar besar yang menempel pada dinding di hadapan tempat tidur El.

"Sekarang kita coba mencari, mencari dimana letak janinnya... Oh ini dia. Kalian bisa lihat?" tanpa berkedip pasangan itu memperhatikan layar monitor dengan seksama, yang menampilkam gambar calon buah hati mereka yang masih terlalu kecil, bahkan nyaris tak terlihat.

"Kalian lihat kan? Dia masih sangat kecil, kira-kira ukurannya sama dengan ukuran buah plum. Sekecil itu aku ayah, ibu." ucap bu dokter dengan antusias.

Tanpa sadar bibir Ardan mengembangkan senyuman takjub melihat benih nya yang berkembang di rahim Elisa.

Tanpa sadar juga Ardan menggenggam tangan kiri El yang membuat El terkejut sekaligus senang dan membalas genggamannya sembari terus menatap lurus kedepan ke layar monitor dan tersenyum bahagia.

"Kondisi janinya sehat untuk diusianya yang mau beranjak tiga bulan ya Pak, Bu. Tapi saya sarankan untuk ibu bisa lebih tenang, mau pikiran ataupun fisiknya ya bu ya? Karena di trimester awal ini sangat rawan untuk geguguran. Baru nanti sudah memasuki trimester ke dua disaat usia kandungan memasuki lima bulanlah kandungan bisa dibilang kuat ya." Bu bidan menjelaskan panjang kali lebar.

"Dan untuk pak Ardan. Hmm, Pak Ardan harus manjain dan sayangin terus istrinya ya, nggak cuman itu. Pak Ardan juga harus ajak ngobrol sang jabang bayi sambil di elus-elus, karena elusan dari suami itu penting untuk seorang istri yang lagi hamil. Seperti meredakan stress, membuat mood ibu hamil baik, bahagia dan lain-lainnya." Ardan dan El hanya bisa tersenyum dan mengangguk mendengar perkataan bu Bidan ini.

"Ada pertanyaan?" ucap dokter lagi-lagi, mempersilahkan untuk mereka bertanya.

Ardan dan El saling melihat.

"Eee... Itu dokter, apa ada pantangan tentang makanan yang boleh dan tak boleh saya makan?" El bertanya.

"Mmm... Kalau masalah itu tergantung ibu memakannya secukupnya saja dan jangan terlalu berlebihan memakan apapun.. Ada pertanyaan lagi? Bapak tidak mau bertanya?" kedua wanita itu menatap Ardan yang terlihat tengah bingung akan menanyakan apa.

"Ah,., Saya tahu. Pasti pertanyaan ini yang mau ditanyakan pak Ardan kan? Pasti pak Ardan mau menanyakan kapan bisa berhubungan suami-istri di saat istri sedang hamil kan? Pertanyaan itu memang sudah maruk dipertanyakan para suami saat berkonsultasi pak, tidak usah malu-malu." Bidan itu terkekeh, sementara El dan Ardan hanya tersenyum kecut.

"Berhubungan boleh, tapi nanti kalau usia kandungan sudah aman di lima bulan sampai tujuh bulan ya pak. Dan juga kenyamanan dan posisi ibu yang harus di perhatikan disini.. Kalau begitu nanti saya salinkan hasil USG nya ya pak, bu. Dan kalian bisa kembali ke ruangan kalian." Dokter pun sudah selesai memeriksa daritadi sebenarnya, barusan di lanjut dengan sesi konsultasi yang menurut Ardan tidak penting.

•••

Hamil Anak Boss(REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang