El memegang perutnya karena terkejut akan tendangan Aldy tadi barusan.
"Aldy!!!" Bi Imah langsung menurunkan Aldy dari kursi dan sedikit melemparkannya, untung saja Risa tepat waktu dan menangkapnya sebelum sang Anak menyentuh lantai.
"Non nggak papa?" tanya Bi Imah khawatir melihat istri sang majikan memegang perutnya.
"Nggak papa kok bi. Elisa nggak papa." terang El dengan tenang lalu duduk lagi sambil menetralkan nafasnya.
"Mbak Elisa beneran nggak papa?? Maaf mbak maafin Aldy ya..." Risa menunduk di depan El sambil menggendong Aldy dan menangis, Aldy juga ikut menangis karena terkejut.
"Kamu itu ya nggak becus jaga anak. Gimana kalau terjadi sesuatu sama non Elisa dan bayinya?? Kamu mau tanggung jawab??" Bi Imah marah pada Risa. "Bagaimana kalau tuan tau? Kamu pasti bakal langsung dipecat Risa!!"
"Udah-udah bi, jangan bikin keributan. Saya nggak papa kok, nggak usah kasih tau pak Ardan ya?" Elisa berusaha menenangkan Bi Imah yang marah.
"Maaf non saya teriak-teriak." ucap bi Imah. "Udah sana kamu mendingan pergi kebelakang, bawa anak kamu juga." Risa pergi membawa Aldy yang masih terisak.
"Non beneran baik-baik aja kan?" pastinya sekali lagi.
"Iya gak papa kok bi, nggak usah khawatir." jawab El sambil mengelus dan menatap perutnya.
"Kalau tidak mau memberitahu tuan Ardan, bibi panggilin dokter aja ya, biar diperiksa dan bibi juga tenang."
"Yasudah. Asalkan jangan kasih tau pak Ardan ya bi. Nanti takutnya dia malah marahin Aldy sama Risa. Kasian mereka."
"Non terlalu baik. Emang udah seharusnya mereka dimarahin,"
"Aldy kan cuman anak kecil yang gak tau apa-apa bi." tenang El lagi.
"Yaudah kalo begitu. Non tunggu di kamar biar bibi telpon dulu dokternya ya." El mengangguk dan pergi ke kamarnya menunggu bi Imah menelpon dokter.
•••
"Janinnya baik-baik saja.. Tapi, apa ada yang sakit, bu Elisa?" tanya dokter sambil memeriksa El.
"Nggak ada yang sakit dok. Tadi saya cuma kaget aja."
"Kalau seperti itu, semua baik-baik saja. Bu Elisa harus lebih berhati-hati ya jangan sampai terjadi hal seperti ini lagi." El mengangguk, Dokter itu membereskan peralatannya.
"Nggak harus di kasih obat kan dok?" Bi Imah yang berdiri disana.
"Nggak perlu kok bu, kalau begitu saya permisi." Dokter itu pun pergi di antar Sinta ke depan. El yang hendak berdiri di halangi Bi Imah.
"Non mau kemana?" tanyanya.
"Saya mau ke dapur, saya mau masak in makan siang buat Pak Ardan bi." ucap El sambil tersenyum.
"Nggak usah, nggak perlu. Biar bibi aja non ya? Non kan lagi sakit sekarang."
"Saya gak papa kok bi. Bibi denger sendiri dokter bilang apa tadi?" El pun berdiri.
"Kalau begitu saya bantu ya?" El pun mengangguk dengan permintaan Bi Imah. El dan Bi Imah pun berbelanja sayuran pakai kurir pesan antar, supaya praktis mereka tinggal bayar saja.
Setelah sayuran sampai mereka pun memulai memasak di dapur. Setelah selesai, El menaruh makanan nya di sebuah rantang modern.
Jam menunjukan pukul 11:30 siang, pertanda waktu makan siang sebentar lagi.
"Yaudah bi, kalau gitu saya mau ganti baju dulu terus anterin ini ke kantor nya pak Ardan."Antusias El sambil melepaskan apron yang sebelumnya ia pakai. Lalu ia pun pergi ke kamarnya.
||
Tidak lama El pun datang dengan memakai baju rajut terusan selutut berwarna abu-abu.
"Kalau gitu El permisi ya bi,"El membawa rantang makanan itu.
"Perginya nggak sama supir non?"Bi Imah pun mengikuti El yang berjalan ke depan.
"Nggak, saya udah pesen taksi online kok bi."
"Tapi kenapa? Kan supir ada,"
"Gak papa kok bi. Kalau gitu saya pergi ya. Assalamualaikum!!"El pun pergi.
"Waalaikumsalam. Hati-hati bu!!"Teriak Bi Imah tak di jawab El karena El sudah di luar gerbang tak terlihat.
||
Di kantor.
El baru saja sampai di depan kantor Ardan, yang dimana ini adalah tempat kerjanya dulu.
El pun melihat para temannya yang keluar kantor, tentu saja mereka keluar karena mau pergi makan siang. Disana juga ada Caca.
"Elisa!!!! Eeehh!!! Nyonya!!!"Caca berlari menghampiri El yang berjalan ke arahnya.
Lucunya Caca meralat nama panggilan untuk bestienya itu, membuat El terkekeh, termasuk para pegawai.
Caca pun memeluk Elisa yang dibalas hangat olehnya.
Para pegawai lain pun menunduk pada El memberi hormat.
"Apa kabar semuanya? Aku kangen sama suasana ini."Kata El mengingat masa lalu saat ia masih bekerja disini dan bergabung dengan mereka.
"Baik. Kabar ibu gimana sama bayinya??"Kata Dito menekankan kata ibu.
"Jangan panggil ibu deh Dit. Geli dengernya,"Semua orang terkekeh.
"Oh iya, lo mau ngapain kesini? Mmmm,,, pasti mau ketemu pak suami ya."Goda Caca pada El yang tersipu.
"Dia,,, masih ada di kantor kan??"
"Iya dia masih ada di dalem kok El."Kata pegawai lain.
"Yaudah kalau gitu, kalian mau makan siang kan? Gue duluan ya masuk."Kata El lalu berpamitan.
"Kalau sempet susul kita di warung biasa ya."El mengangguk dan mereka pun pergi.
Dan El masuk ke dalam kantor lalu naik lift untuk ke lantai 5 lantai ruangan sang suami.
Lift pun terbuka, saat El dengan bersemangatnya untuk memberikan makanan ini untuk sang suami.
Ardan pun tengah berjalan ke arah lift dengan Dhika di belakangnya terkejut melihat Elisa ada disini.
El tersnyum, sebaliknya dengan Ardan. Ia malah menatap tajam El.
"Ngapain kamu disini?"Kata Ardan ketus.
"Ini,,, saya.. "
"Atas izin siapa kamu kesini?"Ucapan Ardan membuat nyali El menciut.
Yang tadinya ia ingin memberikan rantang itu, sekarang urung ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hamil Anak Boss(REVISI)
RomansaWalaupun Ardan sudah mau menikahi Elisa yang tengah berbadan dua karenanya. Tapi itu hanya sebatas tanggung jawab saja. Yap, tanggung jawab untuk anaknya. Bukan karena ia ingin menikahi Elisa. Bagaimana kehidupan Elisa setelah dinikahi bossnya? Apak...