Hamil Anak Boss
||
"Sus. Saya boleh minta bantuan nggak?" ucap El pada suster saat El sampai di rumah sakit, mengantar pria yang kena serempet itu.
"Tolong telpon nomor ini, terus bilang kalau saya, Elisa kecelakaan ya." El meminta suster itu untuk menelpon Ardan dan yah, sedikit berbohong.
El ingin menguji sang mantan suaminya itu, jika benar dia sudah mencintainya Ardan pasti akan sangat khawatir dan dengan cepat datang kesana untuk memastikan Elisa baik-baik saja.
Suster pun mencoba menelpon nomor handphone Ardan memakai telpon rumah sakit dan menyalin nomor nya dari ponsel Elisa.
Semoga saja, semoga aku benar.
El sangat berharap kalau Ardan memang sudah mencintainya.
"Hallo, dengan pak Ardan?" ucap suster resepsionis di sebrang telpon sana.
Ardan yang tengah di dalam mobil sedang mencari keberadaan El mendapatkan telpon. "Iya saya sendiri. Ini siapa ya?" Ardan mulai khawatir.
"Saya suster dari rumah sakit ******. Saya mau mengabarkan kalau seorang wanita bernama Elisa mengalami kecelakaan. Bapak walinya, benar?"
"Apa? Kecelakaan? Iya iya, iya. Saya suaminya sus." kepanikan Ardan semakin menjadi. "Saya langsung kesana sekarang, tolong beri dia perawatan terbaik sus." Ardan menutup telponnya sepihak dan langsung tancap gas.
Suster menaruh kembali telpon itu.
"Bagaimana sus?" tanya El kini khawatir.
"Dia terdengar sangat khawatir bu. Suaminya pasti sangat cinta, dia langsung mematikan telpon dan pergi kesini sepertinya." ucap Suster membuat senyum El mengembang.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih ya suster." Elisa pun tak henti-hentinya tersenyum ia duduk di kursi tunggu sembari memperhatikan pintu masuk. Sampai saat Ardan datang pun ia masih tetap tersenyum bahagia, apalagi melihat kilat kepanikan di wajah tampannya itu.
"Kenapa? Jawab saya. Kenapa tadi suster itu bilang kalau kamu kecelakaan?" tanya Ardan dengan tegas.
"Kan memang aku ngalamin kecelakaan pak. Mobil taxi yang aku tumpangi nyerempet orang yang ada di sepeda motor itu." elak Elisa masih dengan senyum gelinya.
"Ya nggak gitu juga dong, itukan beda lagi. Saya pikir kamu yang terluka, kamu yang kena serempet." Ardan emosi. "Buat saya khawatir aja. Dahlah, saya mau balik ke kantor lagi." Ardan pergi.
"Iih! Bapak nggak mau anter saya pulang?" Elisa sedikit berlari mengikuti Ardan yang sudah berjaln di depannya.
"Naik taxi aja." jawabnya dengan cuek tanpa melirik ke arah Elisa.
"Gimana kalo aku kecelakaan lagi nanti?" Ardan tiba-tiba menghentikan jalannya. Membuat Elisa yang berjalan tepat di belakang badan tegap Ardan menubruk punggung kokoh itu.
Ardan berbalik. "Bisa diem nggak. Nyawa bukan untuk main-main kamu tahu?" Ardan pun berbalik dan melanjutkan jalannya keluar rumah sakit. "Cepet naik ke mobil saya." ucap. Ardan sedikit berteriak pada El yang tadinya terpaku dan sekarang mengikutinya dengan senyuman.
*
Di mobil suasananya begitu hening. Tak ada yang bicara, ataupun musik yang di nyalakan. Elisa sesekali tersenyum menatap wajah Ardan yang memasang muka datar dan dinginnya ke arah jalan raya.
"Kenapa kamu dari tadi senyum-senyum terus? Udah nggak waras kamu? Orang lain yang kena serempet, otak kamu yang geser." ucap Ardan masih fokus ke jalanan.
"Tadi, di telpon. Aku belum selesai bicara." El mengalihkan topik pembicaraan. Mengingat tadi ia belum sempat mengatakan sesuatu pada Ardan. "Aku mau bilang, kalau aku nggak pernah sama sekali selingkuh sama siapapun. Apalagi sama pak Dhika, aku sama sekali nggak ada hubungan apapun sama dia, pak." El mencoba meluruskan.
"Apa maksud kamu?" Ardan mencoba menetralkan expresinya. Ia lupa kalau El juga sempat bicara tentang hal ini tadi di telpon. "Saya nggak peduli. Mau kamu selingkuh sama Dhika kek atau sama orang lain kek, saya nggak peduli." tak terasa tangan kanan Ardan yang di kemudi terkepal. Kesal.
El hanya tersenyum dengan sikap Ardan sekarang yang tak bisa menyembunyikan fakta kalau ia memang lega, kalau El selama ini tak berselingkuh.
"I love you." ucap Elisa secara tiba-tiba. Membuat Ardan mengerem mendadak. Untung saja ini tepat di lampu merah. "Aku cinta padamu, bapak Ardan wijaya saputra." ucap El lagi-lagi.
Ardan menatap El tak percaya.
"Aku tahu, pak Ardan juga merasakan apa yang aku rasakan kan?" Elisa berharap Ardan mengiyakannya, mata mereka bertemu.
Ardan kembali menatap lurus ke jalan raya. "Jangan kegeeran kamu. Saya tadi khawatir bukan berarti saya cinta sama kamu. Saya cuma khawatir sama Aresa, kalau kamu nggak ada terus gimana dia bisa makan?"Ardan kembali melajukan mobilnya karena sudah lampu hijau.
"Jujur pak. Aku nggak mau kita berpisah, setelah semua yang kita lalui bersama. Meskipun itu mungkin hal sepele dan hal biasa untuk bapak, tapi bagi aku, itu semua segalanya dan bapaklah yang pertama untukku. Dan aku ingin bapak juga yang terakhir."El mengutarakan isi hatinya pada Ardan.
Ardan hanya menyimak sambil menyetir.
Mereka pun sampai di depan rumah Ardan. Elisa melepaskan selfbelt nya.
"Kamu.." ucap Ardan, masih memegang setir mobil dengan kepalannya. "Kamu juga yang pertama." lanjutnya.
El menghadap kearah Ardan. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang Ardan bilang.
"Kamu pikir saya laki-laki macam apa? Saya nggak pernah main-mainkan wanita. Kalau kita nggak mabuk malam itu juga, mungkin sekarang saya masih perja-ekhem, lajang." katanya tanpa melihat ke arah Elisa. Ardan pun turun dari mobil terlebih dahulu, meninggalkan Elisa yang mulai tersenyum-senyum lagi.
Sepertinya aku sudah mendapatkan jawabanya
El keluar dari mobil dengan tersipu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hamil Anak Boss(REVISI)
RomanceWalaupun Ardan sudah mau menikahi Elisa yang tengah berbadan dua karenanya. Tapi itu hanya sebatas tanggung jawab saja. Yap, tanggung jawab untuk anaknya. Bukan karena ia ingin menikahi Elisa. Bagaimana kehidupan Elisa setelah dinikahi bossnya? Apak...