El tengah duduk di ranjangnya, ia tengah mencoba headseat pendengar musik untuk sang jabang bayi yang instruktur itu berikan beberapa waktu lalu.
Ia menempelkan beda melengkung itu di sekitar perutnya dan menyambungkan dengan handponenya dan memutarkan musik dari aplikasi yutup. Musik yang menenangkannya dan sang bayi tentunya.
El tersenyum merasakan tendangan-tendangan kecil di perutnya yang bergerak. Ia pun mengelusnya dengan lembut.
"Anak mamah suka? Iya?" lirih El. Ardan keluar dari kamar mandi kamar Elisa.
For information.
Dari saat Elisa pingsan Ardan memutuskan untuk sekamar dan seranjang dengan El karena itu perintah dokter. Tapi memang hanya tidur saja tidak lebih dari tidur.
Dan karena ia yang memutuskan untuk tidur bersama, jadi Ardan yang pindah ke kamar El karena seperti kalian tahu kalau Ardan tak mau siapapun masuk ke kamarnya yang bernuansa gelap gulita itu.
Entah ada rahasia apa yang ia tutupi disana, siapapun tak tahu termasuk author.
Ardan meletakan handuk setelah mengeringkan rambutnya dan menghampiri El, duduk di ranjang sampingnya.
"Biar saya saja." Ardan mengambil alih headseat itu dan memegangnya agar tetap di perut El. "Sekarang kandungan kamu sudah memasuki tiga puluh minggu kan?" katanya antusias, menatap perut buncit El.
"Dua puluh delapan minggu pak. Baru aja enam bulan kok. Bapak nggak sabar ya buat ketemu dia?" ucap El sambil menatap lekat wajah Ardan yang tersenyum kikuk karena ia salah mengira usia anaknya yang ada di perut El, tapi secepat mungkin ia menetralkan lagi expresinya yang kembali datar.
"Sayang kamu suka sama musiknya?" Ardan mengubah topik dan memilih berbicara dengan sang anak. Lalu dibalas tendangan oleh sang anak yang membuatnya tersenyum.
Begitu menawan.
El menelan ludahnya dengan susan payah, melihat rambut Ardan yang basah karena habis mandi dan beberapa airnya menetes dari sana.
Entah kenapa setelah memasuki usia kandungan lima bulan, hormon sexsual El meningkat. Dari awalnya merasa ia bodo amat tapi entah kenapa setiap melihat sang suami didekatnya seperti sekarang, Elisa seperti ingin lebih. Tidak hanya mengelus perutnya saja.
Karena dari saat pertama kalinya malam itu mereka tidak pernah melakukannya lagi, pada malam itu saja mereka tidak mengingatnya karena mereka sama-sama tidak sadar karena pengaruh alkohol.
Saat Ardan dengan fokus sambil tersenyum bak orang gila, memegang headseat yang ditempelkan di perut El, tiba-tiba El menangkup wajah Ardan lalu mencium bibirnya. Ardan yang mendapat serangan itu sedikit terkejut, disaat El melumat bibirnya Ardan hanya diam.
Karena terkejut, headseat di perut El terlepas dari tangan Ardan yang tidak menahannya lagi.
El pun melepaskan tautan bibir mereka setelah tersadar akan kelakuannya, wajahnya merah padam karena malu sekarang dan ia menundukan wajahnya sepertimya ia menyadari kesalahannya.
Sedangkan Ardan masih terpaku di posisi tadi.
"Maaf, aku... Entah kenapa aku,, tiba-tiba...." El meminta maaf dengan suara yang terbata-bata, tapi tanpa aba-aba Ardan pun juga langsung menyerang balik bibir tipis Elisa. Dan perlahan Ardan mendorong tubuh El untuk tertidur di atas ranjang.
"Ayo,,, ayo kita lakukan perintah dokter." ucap Ardan saat ia melepas tautan bibir mereka, dengan nafasnya yang memburu. Suaranya lirihnya membuat sesuatu dalam diri El yang dipendam pun mencuat. Mereka pun melanjutkan malam ini dengan menyenangkan, beralasan untuk memenuhi semua perintah dokter kandungan...
•••
Keesokan harinya.
Jam 8:00 pagi. El membuka matanya, ia lihat ke samping ternyata Ardan sudah tidak ada. Memang sudah biasa Ardan pergi ke kantor jam 7:00 pagi setelah pulang jogging di sekitaran rumah.
El mendudukan dirinya dan menyenderkan badannya di kepala ranjang. Sedari tadi ia terus saja tersenyum tanpa henti, mengingat kejadian semalam.
"Ahh Elisahh!!"
Ucapan Ardan semalam disela kegiatan mereka terus saja terngiang di telinga El, membuatnya malu dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tok tok!!
Suara ketukan pintu membuat El tersadar akan lamunannya.
"Masuk!!" El pun mencoba menetralkan expresinya kembali walau tak sepenuhnya bisa ia lakukan.
Risa pun masuk.
"Mbak udah bangun?" semenjak beberapa bulan lalu El menyuruh Risa untuk memanggilnya mbak saja karena jujur El sama sekali tak suka di panggil nyonya. Katanya tu terlalu formal dan membuatnya risih. Termasuk Bi Imah dan suaminya juga, sama halnya dengan Dhika.
"Iya, baru aja."El menyikap selimutnya, memakai sandal rumahannya lalu berdiri. Ia sudah bebersih saat tadi subuh, tapi ia tidur lagi karena masih mengantuk. "Saya laper. Tapi sebentar, saya mau cuci muka dulu."
"Iya saya tunggu disini."
Di meja makan bi Imah sudah memasakan makanan yang sehat untuk El, tentu saja sesuai perintah sang majikan.
Elisa dan Risa datang. El duduk di meja untuk makan sedangkan Risa kembali bekerja. Ia lihat Aldy yang tengah main menatapnya sambil menelam ludah beberapa kali.
"Risa!" panggil El pada Risa yang tengah beberes.
"Iya mbak?" Risa pun langsung menghampiri Elisa di meja makan.
"Kamu udah kasih makan Aldy belum?"
"Udah tadi pagi mbak.. Kenapa emangnya?"
"Nggak papa. Kamu bawa Aldy kesini deh, kayaknya dia laper lagi. Biar saya suapin." perintah El.
"Eh, nggak usah mbak Elisa. Kalau dia laper lagi biar saya nanti kasih dia makan." tolak Risa merasa tak enak.
"Stt!! Nggak papa. Itung-itung saya belajar nyuapin anak kecil hm?" alasan El karena sebenarnya ia tak mengharapkan itu terjadi di masa depan, mengingat kontrak itu.
'Jika saja nanti semua itu terwujud' Batin El.
Risa pun membawa Aldy dan mendudukannya di kursi sebelah El.
"Aldy laper? Iya?" El pun menyiapkan piring yang berisi lauk dan nasi.
"Iya" kata bocil 2 tahun itu. El pun tersenyum dan merasa gemas melihat bocah cilik ini.
El pun menyuapi Aldy senang.
"Mbak Elisa, sini biar saya aja yang suapin." ucap Risa masih merasa tak enak, takut sang anak merepotkan.
"Nggak papa. Kamu kan lagi kerja, sana lanjut in kerjanya." perintah El tak bisa ditolak Risa.
"Kamu jangan ngerepotin Ibu Elisa ya. Awas jangan nakal, mamah liatin darisana." Risa pun kembali melanjutkan kerjanya yang membersihkan pernak-pernik di rumah besar itu.
El menyuapi Aldy lagi dan anak itu sangat senang sampai-sampai ia mengayun-ayun kakinya di dekat kaki Elisa. Karena posisi mereka berhadapan dengan kaki Elisa yamg sedikit mengangkang.
"Non!!" Bi Imah pun datang dari dapur.
"Kenapa bi?" tanya El santai.
"Non kok nyuapin Aldy sih?? Risa!!" panggil Bi Imah pada Risa.
"Ih, gak papa bi. Jangan panggil-panggil Risa, dia lagi kerja. Gpp kok biar saya suapin Aldy." El pun berdiri hendak membawa air minum untuk Aldy.
"Aahh!!!" tanpa sengaja Aldy menendang perut El dan membuat El terkejut dan agak sakit di perutnya.
"Aldy!!!!"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Hamil Anak Boss(REVISI)
RomansaWalaupun Ardan sudah mau menikahi Elisa yang tengah berbadan dua karenanya. Tapi itu hanya sebatas tanggung jawab saja. Yap, tanggung jawab untuk anaknya. Bukan karena ia ingin menikahi Elisa. Bagaimana kehidupan Elisa setelah dinikahi bossnya? Apak...