Elisa pun sudah di perbolehkan untuk pulang setelah 1 minggu di rawat di rumah sakit. Sebenarnya keadaannya tak separah itu, sampai harus dirawat 1 minggu. Tapi kalian tahu bagaimana protektif nya Bapak Ardan Wijaya kepada Bayinya kan?
Di rumah pum tetap saja Elisa tidak di bolehkan untuk berjalan oleh Ardan yang lagi-lagi terlalu protektif itu.
Ardan menurunkan El di atas ranjang kamar El setelah dia gendong dari parkiran mobil. Bi Imah membawakan buah-buahan untuk El makan.
"Sini, biar saya kupaskan buahnya." Ardan menerima piring buah yang Bi Imah serahkan.
"Kalau begitu bibi izin pergi ke dapur untuk memasak makan siang dulu tuan, nyonya."
"Tunggu, kamu mungkin mau makan sesuatu? Kamu nggak ngidam apa gitu?" ucap Ardan sambil terus membuang kulit dari buah Apel menggunakan pisau.
"Saya?? Mmm.. Kayaknya nggak deh, saya nggak lagi mau apa-apa." ucap El lirih.
"Baiklah kalau begitu, jika ingin sesuatu bibi ada di dapur. bibi permisi" Bi Imah pun pergi. Ardan bermaksud untuk menyuapi El dengan sepotong buah apel, tapi El malah mengambilnya dan memakannya sendiri.
"Kenapa? Kenapa kamu stress dan banyak pikiran?" ucap Ardan masih berkutat dengan pisau dan apel di pangkuannya.
"Bapak tanya apa? Bapak bahkan tau alasannya." El membuang muka kearah sebaliknya dari Ardan duduk
"Maksudnya?"
"Bagaimana bisa aku tenang tanpa ada pikiran dan rasa stress, disaat anakku terancam jauh dariku. Disaat dia lahir nanti." mata El mulai berkaca-kaca
Flashback On
Pagi hari setelah acara pernikahan kemarin dan resepsi semalam, Elisa baru saja selesai menunaikan sholat Subuh, sedangkan Ardan masih tidur di sofa kamar hotel yang ia pesan. Karena ia tak mau satu ranjang dengan Elisa meskipun ini malam pertama pernikahan mereka.
Terlihat sekali, entah karena sofanya yang kecil atau badan Ardan yang tinggi, sehingga kakinya pun opset, keluar dari sofa tersebut sambil melipat kedua tangannya di dada. Elisa tak sempat memberikannya selimut semalam.
Setelah melipat mukena dan sejadahnya El pun menghampiri sang suami, bermaksud untuk membangunkannya untuk sholat subuh. Wajah Ardan terlihat sangat tenang saat tidur, tapi kerutan di dahinya masih ada.
El terkekeh pelan.
'Dia pasti capek banget karena acara kemarin.. Karena aku juga merasakannya, Capek banget setelah acara kemarin. Sampai-sampai aku nggak tau Pak Ardan masuk ke kamar dan tidur.' El berbicara dalam hati sambil menunduk menatap wajah tampan Ardan dengan menumpukan dagu di tangannya.
"Pak!! Pak Ardan,, Bangun pak udah subuh." bangun El tanpa menyentuh dan dengan suara pelan. Namun Ardan tak merespon, Malah ia sekarang dengan enak nya mendengkur. El kembali terkekeh menahan tawanya. Tak punya pilihan Ia pun memberanikan diri untuk membangunkannya dengan sentuhan. El meletakan tangannya di tangan kiri Ardan yang dilipat dengan tangan kanannya.
"Pak,, Bangun pak. Udah subuh sholat dulu." ucapnya sambil sedikit menggoyangkan tangannya dengan masih suara pelan.
Ardan pun menggeliat setelah merasakan ada yang memegang tangannya. Setelah ia membuka mata ia pun langsung melepaskan tangan El dan memposisikan tubuhnya menjadi terduduk disana. El pun berdiri di hadapan Ardan.
"Maaf menganggu tidurnya pak. Tapi ini udah subuh, sudah waktunya untuk sholat subuh." kata El dengan sungkan.
Ardan mengangguk. "Kamu boleh pergi." Kata Ardan, Ia pun hendak membawa ponselnya di meja namun tak jadi setelah ia melihat sebuah map berwarna hitam di samping benda pipih itu.
"Tunggu," El yang hendam pergi pun berbalik.
"Iya?"
"Baca map itu." suruh Ardan pada El, lalu El pun membawa dan membuka map itu sambil berdiri.
"Apa,,, Ini pak?? Ini semua. Apa maksudnya?" uvap El sambil terus membaca isi map itu dengan seksama dan sekarang matanya mulai berkaca-kaca.
"Itu perjanjian pernikahan. Sebenarnya saya mau kasih dokumen itu sebelum pernikahan, tapi karena waktu mepet jadi saya tidak sempat." ucap Ardan dengan datarnya, Sementara mata kanan El sudah mengeluarkan air mata satu tetes. "Saya mau kamu tanda tangani perjanjian itu, sekarang juga."
Alangkah terkejut dan sedihnya El saat membaca perjanjian yang di buat oleh Ardan sepiham, tanpa ia ketahui sebelumnya. Terlebih lagi saat dia melihat tanda tangan ayahnya tertera di kertas dokumen kesepakatan lain.
Ardan menulis kesepakatan yang menyatakan kalau setelah Elisa melahirkan mereka akan bercerai dan hak asuh bayi harus ada di tangan Ardan. Yang berarti kalau Elisa harus menyerahkan anaknya bersama Ardan nanti setelah mereka bercerai. El pun melemparkan dokumen itu ke meja. Ia sangat marah sekarang.
"Saya tidak mau menandatangani berkas itu!" ucap El sambil mengepalkan tangannya dan air matanya mengalir. Ardan berdiri menatap El dengan datar tapi tegas
"Kamu wanita rendahan, Sudah berani menantang saya ya??" nada bicara Ardan masih tenang.
"Ya,, saya memang wanita rendahan, Lalu kenapa bapak mau menikahi saya!!!"
"KARENA SAYA PRIA YANG BERTANGGUNG JAWAB!!!! SAYA INGIN BERTANGGUNG JAWAB UNTUK BAYI SAYA YANG SEDANG KAMU KANDUNG SEKARANG!!!" Ardan meninggikan dan membentak El, membuat Elisa kembali mengeluarkan air dari matanya.
"Saya nggak pernah sama sekali meminta untuk bapak bertanggung jawab atas bayi yang saya kandung... Saya bisa urus anak saya sendiri tanpa bantuan bapak!!" kata El dengan nafasnya yang memburu.
"Pokoknya saya tidak mau tahu,, kamu harus menandatangani berkas itu sekarang juga atau kalau tidak, saya akan menuntut bapak kamu. Dan di hari dimana kamu melahirkan. Maka disitu juga, saya akan langsung menalak kamu dan membawa anak saya bersama saya." kata Ardan tak berperasaan sambil menunjuk-nunjuk wajah Elisa.
Sedangkan mata El memanas dan terus saja mengeluarkan air mata.
"Seharusnya kamu berterima kasih pada saya. Kamu akan menjadi seorang janda terhormatnya seorang Ardan Wijaya Saputra nanti, karena saya sempat menikahi kamu dan bertanggung jawab. Bagaimana jadinya kalau semua ini tak terjadi hah?? Kamu akan dipandang sebelah mata oleh semua orang. Karena hamil tanpa menikah." setelah mengatakan hal menyakitkan itu, Ardan pun langsung pergi ke kamar mandi. Meninggalkan El yang makin terisak.
Ia tak menyangka, hanya karena sebuah rumah mewah sang ayah rela menjauhkan seorang anak yang bahkan belum lahir dari ibunya.
Tertulis jelas disana kalau setelah Elisa melahirkan nanti hak asuh sang anak harus ia relakan begitu saja kepada Ardan sebagai ayahnya, dan itu sudah pasti kalau sang suami tak akan membiarkannya bertemu sang anak nantinya.
"Aku harus bagaimana?"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Hamil Anak Boss(REVISI)
RomanceWalaupun Ardan sudah mau menikahi Elisa yang tengah berbadan dua karenanya. Tapi itu hanya sebatas tanggung jawab saja. Yap, tanggung jawab untuk anaknya. Bukan karena ia ingin menikahi Elisa. Bagaimana kehidupan Elisa setelah dinikahi bossnya? Apak...