Harap untuk para pembaca meninggalkan jejak dengan Vote, Komen + Follow ya, sebelum ataupun sesudah membaca..
****
Ardan sampai di rumah sakit denga Bi Imah dan Aresa. Dokter langsung memeriksa Aresa begitu mereka sampai, karena sebelumnya Ardan telah menelpon kalau anaknya sakit.
"Gimana dok? Putri saya gak papa kan?" Ardan sangat khawatir, sementara Aresa masih saja menangis kencang.
"Dia mengalami alergi susu sapi pak." terang Dokter.
"Terus, saya harus apa dok?"
"Tentu dia harus minum asi, dari ibunya." ucap Dokter. "Tapi dimana ibunya? Dia baru lahir kan? kenapa di pisahkan dari ibunya? Terus juga kenapa dia minum susu formula?" Dokter bertanya-tanya kemana Elisa.
"Itu,, itu masalah pribadi dok.. Saya tidak bisa kalau biarkan wanita itu menyusui putri saya." ucap Ardan datar lalu mendekati Aresa.
"Saya tidak tahu apa permasalahan anda dengan istri anda. Tapi kalo saya jadi anda, saya akan menurunkan ego dan lebih mementingkan kepentingan anak. Daripada permasalahan sendiri." perkataan Dokter itu membuat Ardan merenung dan menatap Aresa lama.
"Kalau anda tetap tidak akan mengalah, ada solusi lain." ucap Dokter lagi.
"Apa?"
"Anda bisa memberinya donor asi." yang dimaksud dokter adalah, kalau Aresa bisa menerima asi dari ibu menyusui lain selain ibunya.
"Tapi dimana saya bisa dapat donor asi?" katanya.
||
El, Dhika dan Risa yang membawa Aldy sampai di rumah sakit dimana El melahirkan dan juga Ardan membawa Aresa.
Elisa pun mencoba bertanya pada suster. Dan suster mengajak mereka ke suatu tempat.
Dari arah lain Ardan terlihat berlari ke meja resepsionis.
"Dimana saya bisa medapatkan asi?"
||
Ternyata suster mengajak mereka berempat ke ruangan ibu menyusui dan disana juga ada lemari es untuk mengawet kan asi kurang lebih sampai 2-3 harian, asi akan awet jika dimasukan kesana.
"Ibu sudah menyapih asinya kedalam botol?" El mengangguk sambil memperlihatkan kantong yang dibawa Dhika
"Oh, ini" Dhika menyerahkannya.
"Sebelum menandatangani lebih baik asinya di simpan di lemari pendingin, supaya tidak basi. Dan hanya perlu tanda tangan ibu Elisa saja, karena data-data kesehatan ibu masih ada di rumah sakit ini." suster pun menyimpannya di lemari pendingin.
Disana ada ibu yang tengah menyusui dan juga menyapih asi disana.
"Mmm. Kalau gitu aku tunggu diluar ya?" kata Dhika pada mereka.
"Eh tunggu pak." Suster menghentikan Dhika. "Ini formulirnya harus ada tanda tangan suami yang mau menyumbangkan asi.. Bapak suaminya ibu kan?" lanjut suster membuat El dan Dhika saling lirik.
"Emang,,, tidak bisa ya kalo tidak ada tanda tangam suami??" El mencoba menegosiasi.
"E em,, Nggak bisa bu, soalnya suami juga harus menyetujui dan berkontribusi di dalam kesepakatan. Dan di formulir juga dianjurkam untuk mendapatkan tanda tangan suami." jelasnya. Lalu ia memberikan secarik kertas pada El.
"Ahh, kalau begitu tentu saja.. Sini." Dhika pun membawa kertas formulir itu daru tangan El dan menandatanganinya. Membuat El bingung.
'Kenapa dia berbohong?' Batin El.
"Ini. Tanda tangan suaminya sudah ada, selesai kan? Saya tunggu diluar kalau begitu." Dhika pun pergi meninggalkan El dan Risa yang kebingungan dengan sikapnya itu.
'Aku menunggu penjelasanmu nanti.' batin El. Lalu El pun menandatangani formulir itu.
Lalu seorang suster datang. "Apa ada stok asi di lemari pendingin?" katanya.
"Iya ada, baru saja aku simpan asi yang ibu ini kasih," kata suster satunya.
"Itu. Ada seorang anak yang baru lahir, entah kenapa dia tidak mendapatkan asi dari ibunya. Sedangkan dia alergi susu sapi. Jadi, ayahnya memilih untuk menerima donor asi." El yang mendengar itu tidak tau kenapa jadi teringat dengan sang putri.
'Apa putriku baik-baik saja dengan susu sapi?' El khawatir.
"Dari saat dia datang dia tak henti-henti nya menangis dan juga kulitnya berwarna merah karena alergi. Kasihan sekali." lanjutnya.
"Yasudah kalau begitu, ambil saja asinya yang di lemari pendingin. Jadi ibu mulai hari ini ibu akan mendonor asi untuk anak ini ya. Karena kami juga tidak memberikan asi dari berbagai ibu untuk 1 anak. Hanya 1 ibu untuk donor asi anak." kelasnya.
"Iya... Semoga saja dengan saya mendonor asi saya, bisa membantu anak itu." El pun tersenyum.
Suster membawa asi itu pergi.
"Kalau begitu kami permisi." El, Risa dan Aldy pun keluar tanpa melihat Ardan yang tengah di meja resepsionis.
||
Kini Bi Imah sedang memberikan susu pada Aresa, tanpa tau kalau itu adalah donor asi dari Elisa.
Aresa sangat tenang sekarang. Mungkin memang ia alergi susu sapi.
'Bodoh!!! Kau memang ayah yang bodoh Ardan!!! Bisa-bisanya kau memberikan susu formula pada putrimu yang alergi!!!' Ardan yang duduk di samping ranjang tempat Aresa berbaring pun menggerutu dalam hati. Memaki dirinya sendiri, karena merasa gagal jadi seorang ayah.
Ardan yang tengah memegang gelas pun merekatkan genggamannya, sampai-sampai gelas itu pecah dan kini darah bercucuran dari tangan kanannya.
"Ardan, kamu gak papa?" tanya Bi Imah masih memegang botol susu Aresa. "Suster!!! Suster!!" panggil Bi Imah dan suster pun datang.
"Suster tolong obati lukanya. Tangannya terluka karena gelas pecah sus." Ardan masih melamun.
"Mari pak, ikut saya. Biar saya obati lukanya."
"Tidak usah..."
"Ardan!!! Cepet kamu ikut suster sana, obati luka kamu." perintah Bi Imah kini sebagai ibu bukan art.
"Semua ini pantes buat Ardan bi. Ardan udah jadi ayah yang nggak peka dan bodoh." katanya.
"Terus dengan kamu melukai diri semuanya akan membantu? Justru itu akan makin menyusahkan diri kamu. Kalau kamu terluka, terus siapa yang mau gantiin jaga Aresa? Bibi nggak mau urus anak kamu terus ya. Kamu urus dia sendiri, setelah kamu jauhkan dia dari ibunya." Bi Imah marah pada Ardan dengan sikapnya.
Ardan pun memilih ikut dengan suster dan mengobati lukanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hamil Anak Boss(REVISI)
Storie d'amoreWalaupun Ardan sudah mau menikahi Elisa yang tengah berbadan dua karenanya. Tapi itu hanya sebatas tanggung jawab saja. Yap, tanggung jawab untuk anaknya. Bukan karena ia ingin menikahi Elisa. Bagaimana kehidupan Elisa setelah dinikahi bossnya? Apak...