20. Kontak Batin

34K 1.3K 7
                                    

Harap untuk para pembaca meninggalkan jejak dengan Vote, Koken + Follow ya, sebelum ataupun sesudah membaca..

***

Dhika keluar dari kamarnya dengan masih memakai baju tidur berwarna biru dongker garis-garis dan muka bantal. Ia pun berjalan sambil mengucek-ngucek matanya karena silau.

Dhika mencium bau sedap dari arah dapur. Ia pun berjalan ke dapur dan sedikit terkejut melihat El tengah memasak. Ia lupa kalau El, Risa dan Aldy ada di rumahnya. Dhika pun tidak sadar kalau ia baru bangun tidur dan masih memakai baju tidur, apalagi mukanya yang bengkak khas bangun tidur

Mana bisa ia memperlihatkan keadaannya seperti ini pada Elisa setelah pernyataan cinta kemarin.

Ia pun berniat untuk kembali ke kamar namun semua itu terlambat, karena El sudah melihatnya.

"Pak Dhika sudah bangun? Ayo sini, kita sarapan." El mempersiapkan meja makan.

"Eee,, kalau gitu aku mandi dulu." katanya Gugup sekaligus malu.

"Sarapan dulu aja pak, takutnya nanti omelete nya dingin lagi." bujuk El.

"Tapi, aku terbiasa mandi dulu sebelum sarapan." yakin Dhika.

"Oh. Yaudah kalau gitu. Cepetan mandinya ya pak." El kembali mempersiapkan sarapan.

Sementara Dhika terpesona dengan El. Baru kali ini ia melihat seorang wanita memasak di dapur rumahnya. Apalagi dia wanita yang ia cintai. Dhika mulai membayangkan ia dan El di kala sudah menjadi suami istri nanti di dapur yang sama.

Bayangan Dhika.

El tengah memasak di dapur, lalu tiba-tiba Dhika datang dari belakang dan langsung memeluk pinggang El.

"Sayang, laper." rengek Dhika lalu menyelusupkan wajahnya ke leher sebelah kanan El.

"Iya, bentar lagi ya sayang. Udah sana kamu mandi dulu." ucap El masih memotong sayuran.

"Nggak mau. Maunya dimandiin." manja Dhika.

"Emangnya kamu mayat apa dimandiin?" El terkekeh.

"Ih kok gitu sih, jangan gitu dong ngomongnya istriku." malu Dhika pun membalikan badan El. Kini mereka berhadapan.

"Aku akan mandi setelah ini."Saat Dhika akan mencium bibir El....

Semua bayangan Dhika buyar.. Ia disadarkan oleh Aldy yang menarik-narik bajunya.

"Eh, maaf pak Dhika." ucap Risa.

"Mm. Gak papa kok." Dhika pun hanya bisa tersenyum.

Andai itu menjadi kenyataan, ya andai.

"Udah sayang jangan tarik-tarik.. Ayo kita makan." Risa lalu menggendong Aldy. "Bapak juga, ayo makan." ajaknya pada Dhika.

"Iya, nanti saya nyusul. Saya mau mandi dulu." Risa pun mengangguk dan membawa Aldy ke meja makan, sementara Dhika kembali ke kamarnya.

||

Mereka berempat selesai makan omelete yang El buat.

"Pak Dhika nggak pergi ke kantor?" tanya El sambil membereskan piring.

"Sebenarnya, aku udah resign." jawabnya.

"Apa ini?? Kalian berdua resign karena saya? Gimana bisa kalian..." El tak habis pikir dengan mereka. Mereka rela kehilangan pekerjaan hanya untuk bersama El.

"Gak papa Mbak. Justru ini lebih baik untuk Risa daripada Risa kerja nggak fokus karena merasa bersalah sama mbak El." ucap Risa yang membantu El.

"Mmm, apa yang dibilang nona Risa bener. Gak papa. Lagipula aku nggak kerja dikantor juga, masih punya restoran padang yang harus dikelola." Dhika tersenyum.

Tiba-tiba El memegang dada kirinya. Ada rasa nyeri dan ngilu di pa*udaranya itu.

"Kamu kenapa? Ada yang sakit?" tanya Dhika khawatir.

"Iya pak. Dada saya tiba-tiba sakit." El pun terduduk dan masih merasakan sakit.

"Itu mungkin karena asinya nggak dikeluarin mbak. Dulu juga saya pernah ngalamin karena Aldy lebih suka susu formula." mata El mulai berkaca-kaca.

"Terus harus bagimana?" tanya Dhika.

"Ya, Mbak El harus keluarin."

"Hah?"

"Kalau nggak disusui ke bayi ya harus di pompa pakai pompa asi pak." Risa pun mengambilkan air hangat untuk El minum. "Ini minum mbak." El meminumnya.

"Kalau gitu, sebentar. Saya beli dulu pompa asi nya ya." Dhika pun pergi mengambil dompet dan kunci mobil di kamarnya.

"Pak Dhika.. Makasih ya."k ata El sebelum Dhika pergi dan Dhika hanya menjawab dengan anggukan dan kedipan, lalu ia pun pergi.

||

Sore hari di rumah Ardan tengah gawat.

Semua orang panik dan khawatir karena sedari tadi Aresa menangis tanpa henti. Lalu bi Imah sudah menyuruh Aulia untuk memberikannya susu formula dan Aresa malah menolak dan tambah menangis kencang.

Awalnya semua baik-baik saja dan mereka tak memberitahu Ardan yang tengah bekerja di kantor, sampai saat kulit Aresa memerah, ruam dan semua orang panik, mau tak mau Bi Imah harus menelpon Ardan.

Dan setelah mendapat telpon dari Bi Imah, Ardan yang tengah meeting pun langsung pulang tancap gas mobil nya.

"Aresa!!! Mana Aresa?" Ardan yang berlari setelah keluar dari mobil lalu ia pergi ke kamar sang putri.

Aresa yang tengah digendong Bi Imah, direbutnya dan langsung ia melihat tubuh merah-merah sang anak.

"Gimana bisa seperti ini? Kalian kasih apa ke anak saya? HAH?!" Ardan marah dan sekaligus panik.

"Kita nggak kasih apa-apa kok mas. Cuman kan tadi dia nangis terus Aulia kasih dia susu, tapi dia nggak mau." Aulia yang juga panik.

"Kamu udah liat tanggal kadaluarsanya?" bentak Ardan.

"Itu susu yang sama, sama yang kamu kasih semalam." Bi Imah tau kalau Ardan pasti akan menyalahkan anaknya. "Sepertinya ini alergi, Boss." kata Bi Imah, lagi.

"Kalau gitu bi. Ayo kita ke rumah sakit." Ardan dan Bi Imah pun bergegas langsung mengajak Aresa ke rumah sakit.

||

Di rumah Dhika.

El baru selesai memompa asinya di kamarnya.

Ia dapat 6 botol dengan ukuran 500 ml, hasil pompaannya. tentu saja akan sebanyak ini karena ia hanya sekali menyusui Aresa. Sedangkan saat ia mengandungnya dulu, Ardan selalu saja memberikan nutrisi yang baik, makanya asi Elisa begitu subur sekarang.

Tok tok!!

"Masuk!" El meletakan alat pompa itu di meja. Dan yang datang itu Risa. "Dimana Aldy?" tanya El.

"Lagi main sama Pak Dhika Mbak.. Hah!!! Mbak El banyak banget asinya. Sampe bisa dapet 6 botol." kaget Risa, El hanya mengangguk. "Terus semua ini mau dikemanain?" tanyanya.

"Itu dia, saya juga nggak tau, Ris." bingung El.

"Gimana kalau ibu sumbangin aja buat anak yang alergi sama susu formula?" ide Risa.

"Good idea.. Tapi kemana? Kamu tau nggak tempatnya?"

"Coba aja ke rumah sakit tempat mbak melahirkan kemarin."

***

Hamil Anak Boss(REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang